Kondisi Hema begitu parah saat dibawa ke sebuah rumah sakit besar yang memang sudah direncanakan Johan. Bahkan dokter kenalan Johan yang dipercaya khusus untuk menangani Hema pun sampai dibuat terheran-heran hingga geleng kepala.
Dokter itu tak berhak mengasihani Hema, sebab di rekeningnya sendiri sudah terisi uang hasil bayaran hingga kedepannya untuk si dokter menangani Hema.
Lagian itu juga bukan urusan si dokter mau seberapa parah dan mengenaskannya kondisi pasiennya itu, yang penting bayarannya masuk dan ia hanya bertugas untuk mengoperasi dan merawat Hema selama di rumah sakit.
"Selain dari badannya yang penuh luka, analnya jelas robek parah, benda yang ada di dalam rektum juga terjebak hampir menembus masuk ke usus besar, otot-otot dan saraf di penisnya juga tampak lemah nyaris tak bisa berfungsi lagi, maka jalan satu-satunya memang harus dilakukan operasi penggantian kelamin." jelas si dokter.
Johan yang duduk di sebrang meja kerja dokter itu pun tak menanggapi dengan berarti penjelasan tentang kondisi Hema. Ia hanya tak peduli dan tetap pada tujuan awalnya yang memang akan mengganti kelamin Hema tanpa izin yang punya.
Ah, tidak. Bukankah sekarang kelamin Hema juga adalah milik Johan? Toh Hema sendiri yang bilang akan melakukan apapun asal tidak dibunuh, dan sejak itu juga Johan memang berniat menjadikan Hema sebagai budaknya yang bervagina.
"Kapan operasinya dilaksanakan?" tanya Johan to the point.
"Segera setelah Bapak tandatangani surat perjanjian ini." kata si dokter sembari menyodorkan beberapa lembar kertas berisi semua perjanjian dan perizinan terkait operasi yang akan dilakukan pada Hema.
Tidak butuh waktu lama, Johan yang merasa semua isi surat-surat itu dalam batas wajar juga masuk akal pun langsung menandatanganinya.
"Saya mau hasil terbaik. Jangan buat saya menyesal karena telah membuang banyak uang ke rekening Anda, dokter."
"Pasti, Pak. Saya jamin Anda akan puas dengan hasil karya tim saya." sahut si dokter percaya diri.
Sejujurnya waktu itu Johan sempat mempertimbangkan saran si dokter yang mengusulkan mereka untuk menggunakan cara selain dari operasi, yaitu menggunakan terapi hormon dan obat-obatan khusus yang baru dikembangkan oleh salah satu perusahaan farmasi terbaik yang Johan juga tau siapa pemiliknya.
Tapi bukan tanpa alasan Johan lebih memilih melakukan operasi langsung pada Hema daripada mengikuti saran dokter itu, sebab dengan segala pertimbangan memang dari segi efektivitas waktu, prosedur operasi lebih menghemat waktu keseluruhan dibandingkan terapi hormon serta obat-obatan khusus yang akan memakan waktu total hampir 1 tahun.
Johan ingin menggunakan calon budaknya itu sesegera mungkin, maka meski harus mengeluarkan uang yang lebih dari seharusnya tentu Johan tak masalah asal hasilnya memuaskan.
Sekeluarnya Johan dari ruangan dokter itu, semua keperluan operasi langsung disiapkan termasuk donor rahimnya dari manusia hidup.
Singkat cerita, hampir 10 jam berlalu dan tepat tengah malam Johan mendapat telepon dari dokter itu kalau operasinya sudah berhasil dengan baik.
"Baiklah. Sisanya akan ditransfer asisten saya besok pagi." jawab Johan rada ketus karena ia yang memang baru mejamkan mata akan tidur itu cukup terganggu dengan kabar tak penting.
Telepon lalu dimatikan sepihak oleh Johan meninggalkan seorang dokter tadi yang menggerutu tak jelas di seberang sana. Memang sih itu juga salahnya karena menelepon di tengah malam begini, tapi kan tetap saja si dokter masih harus melaporkan perkembangan operasinya tadi.
***
Keesokan paginya sebelum ke kantor, Johan meminta Fajar (asisten pribadinya) untuk membawanya ke rumah sakit terlebih dahulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
KARMA || [Johnhyuck]
Fanfiction[Spin-off dari buku Mas Jendral] Padahal Hema disiksa, mentalnya sudah dihancurkan dan tubuhnya sudah terlalu banyak menerima luka, tapi kenapa hatinya malah menginginkan untuk selalu berada di sisi lelaki kejam tersebut? Mungkin ini memang 'Karma'...