9

99 18 4
                                    

.

.

.

.

.

.

Evalianan membimbing Alaric menuju kamarnya untuk memulai pelajaran, namun fokus Alaric malah tertuju pada beberapa pelayan yang tengah sibuk.

"mengapa mereka semua sibuk sekali?"

"ah?~ apa kamu belum tahu Ala? itu semua untuk acara peresmian mu" jelas Evaliana pada Alaric

"acara peresmian ku? bukan kah itu terlalu cepat? aku bahkan belum seminggu di sini"

Evaliana tersenyum dan berhenti melangkah untuk menatap Adik barunya itu "lebih cepat lebih baik, mengapa harus menunggu waktu lama? mau seberapa singkat pun jika memang kita saudara, maka akan tetap menjadi saudara"

Alaric terkesan mendengarnya "lalu, apa kesan pertama ketika kak Eva mendengar kehadiran ku?"

"jujur aku terkejut tidak menyangka saja, terutama saat mendengar umurmu yang sudah di bilang lumayan besar. namun aku tak peduli akan hal itu, toh kamu adalah Adikku"

"lalu bagaimana dengan kedudukan, aku.. sempat membaca buku tentang perebutan tahtah yang berujung peperangan dari salah satu buku di bangunan itu" ucap Alaric bohong tentang buku tersebut. dirinya dulu saat di kehidupan pertama sering kali di sebut pewaris dari ayahnya beserta saudara kembarnya, hanya saja kakak nya tersebut sangat mendominan dan membuat Alaric di cap sebagai 'produk gagal' dan 'terbuang' karena tidak akan menjadi ancaman kakaknya dalam hal ahli waris.

"buku apa itu? apa kamu membaca buku yang tebal saat umurmu lebih muda dari sekarang? wow! hebat sekali"

lagi-lagi jawaban yang tak terduga terdengar kembali, alih-alih menjawab nya Evaliana malah memujinya hebat?

"i..ya, jadi menurut kakak bagaimana? apa kakak tidak sama sekali terganggu akan hal itu?"

"hmm.. sejujurnya aku tidak peduli sama sekali dengan kedudukan, karena bagaimana pun kakak ku lah yang menjadi kadidat yang paling menjanjikan untuk mengantikan ayah. lagi pula mau kamu laki-laki atau perempuan itu tidak mengubah fakta bahwa aku putri pertama kerajaan ini dan kamu adalah adikku, jadi untuk apa di pedebatkan"

Alaric benar-benar terdiam mendengar jawabannya, dirinya masih tidak menyangka hal tersebut, karena sebelumnya dirinya slalu  di kelilingi oleh orang-orang serakah, menidas yang lemah, tamak dan masih banyak lagi. 

Ayahnya yang dulu sangat serakah terhadap banyak hal salah satunya adalah kekayaan, ibunya sangat sombong dengan kakaknya pada semua orang dan menutup mata dengan kenakalannya, dan kakaknya sangat haus perhatian orang tuanya yang bahkan sebenarnya tanpa harus menjadikan Alaric kambing hitam drinya sudah sangat mendapatkannya secara melimpah.

lalu tiba-tiba dirinya teringat bahwa ada satu orang yang baik.. oma nya, dia juga yang mengirim ke empat spirit untuk menjaganya.. dan keluaganya sekarang.. mereka menyayanginya.

"hm? ada apa Ala? apa kamu lelah? mengapa kamu diam?"

Alaric tersenyum pada kakanya tersebut sambil mengelengkan kepalnya" tidak apa-apa kak"

"syukurlah, tapi-" Evaliana lasngung mengangkat dan mengendong Alaric "lebih baik ku gendong saja"

Alaric hanya tersenyum dalam dendongan kakak perempuanya tersebut, tak lupa dirnya mengaitkan kedua tangan nya di leher Evaliana. 

Evaliana terus mengajak Alaric bercerita dan Alaric menanggapinya dengan ceria 'setidaknnya ini bisa mengalihkan perhatiannya' batin Evaliana

mimpi yang di ceritakan Alaric di meja makan sebenarnya bukan mimpi belaka, melainkan kejadian nyata. Evaliana ingat saat dirinya bangun, dia bisa melihat setengah dari dapur hancur, ayahnya yang bersimbah darah dengan sesuatu yang bahkan sudah tidak berbentuk lagi, dan Alaric yang tertidur di pelukan kakaknya.

The Spirit Controller [Setiap Hari Rabu] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang