BAB 11: Andri yang Marah

269 42 16
                                    

"Om Agung, Kak Langit, makasih, ya, udah mau nerima aku di rumah ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Om Agung, Kak Langit, makasih, ya, udah mau nerima aku di rumah ini." Saat makanan di dalam piringnya telah habis, Jean langsung saja membuka pembicaraan sebelum Langit dan Agung pergi untuk melakukan kegiatan masing-masing hari ini.

Langit mengernyitkan keningnya bingung, merasa janggal dengan kalimat yang keluar dari bibir Jean begitu pun Agung. Hingga beberapa detik kemudian keduanya mengangguk paham. Benar, besok waktu yang ditunggu-tunggu Jean akhirnya tiba. "Tidak perlu berterima kasih. Kamu juga banyak membantu anak-anak di pulau ini untuk belajar. Anggap saja kita sudah saling menguntungkan," ujar Agung.

Ya, sejak hari di mana Jean melakukan kegiatan belajar-mengajar bersama Langit dan yang lain, kegiatan yang awalnya tidak dapat dilakukan secara rutin justru dijadwalkan secara rutin oleh Jean. Mereka setiap harinya akan belajar dengan metode yang menyenangkan, membuat anak-anak tidak bosan meski harus belajar selama enam hari dalam seminggu.

"Ga perlu berterima kasih, Om, itu aku lakuin juga karena murni pengen membantu. Nanti kalau aku udah ketemu keluargaku, aku pasti bakal ceritain ke mereka tentang kalian dan pulau ini." Kalimat Jean membuat Agung tersenyum hangat sebagai tanggapan. 

"Besok kapal akan datang pukul lima pagi. Biasanya proses penurunan barang akan berlangsung selama dua sampai tiga jam, karena banyak barang yang akan diturunkan. Jadi, sebaiknya kamu sudah bersiap sejak pukul tujuh," Agung bangkit dari duduknya, lalu menghampiri Langit dan Jean yang duduk berseberangan dengannya. "Kamu sudah saya anggap seperti anak saya sendiri. Jadi jangan sungkan untuk datang lagi ke sini, ya?" katanya sembari mengusap kelapa Jean dan Langit bergantian. 

"Siap, Om. Makasih sekali lagi, aku pasti bakal datang ke sini sama saudara aku nanti!" seru Jean dengan semangat.

Langit sejak tadi hanya diam tanpa ikut buka suara. Bukannya tak senang karena Jean akan pulang besok, hanya saja rasanya akan sedikit berat melepas sosok yang sudah ia anggap seperti adiknya. 

"Kak Langit, nih, diem aja," goda Jean sembari mencolek bahu Langit, membuat pemuda yang lebih tua berdecak kesal.

"Ya, besok saya antar kamu sampai masuk kapal." Nada suara yang dulu terkesan sama saja bagi Jean, kini sudah dapat ditemukan perbedaannya. Jean pun tahu jika saat ini Langit mungkin sedang kesal padanya. 

"Kok, kaya kesel gitu jawabnya?" Jean mengerucutkan bibirnya, kebiasaan ketika ia merasa kesal pada seseorang.

"Saya biasa saja, justru kamu yang terlihat sedang kesal," Langit bangkit dari duduknya, menyusul Agung yang sudah pergi ke ruang tamu sejak tadi. "Kamu cepat bersiap, hari ini masih ada kegiatan mengajar!" serunya saat sudah tiba di ruang tamu.

Jean yang mendengar seruan tersebut pun mau tak mau bergegas ke kamar mandi dan bersiap mengajar di hari terakhirnya berada di sini. Besok ia sudah pulang, rasanya Jean benar-benar sudah tidak sabar. 

***

"Kak Jean!" seru beberapa anak saat melihat kedatangan Jean. Kini, Jean-lah yang paling mereka tunggu kedatangannya. Tidak seperti awal saat ia baru pertama kali datang di mana Jean membuat beberapa anak menangis karena takut padanya. 

Find My Home (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang