Johanna berjalan cepat menyusuri lorong menuju ruang sidang. Tumpukan berkas yang berbendel-bendel terpaksa ia bawa sendiri. Panitera sudah membawa berkas lainnya ke dalam ruang sidang, namun karena Johanna ingin memeriksa kembali beberapa informasi, ia terpaksa menahan beberapa bendel berkas itu.
"Ah, kenapa aku bisa keasikan baca dan jadi telat sih." Gumam Johanna yang sedikit terengah.
Karena dirinya terlalu panik, tak sengaja ia menabrak pintu ketika memasuki ruang sidang. Semua berkas yang ada di tangannya pun berhamburan.
"Kau tidak apa-apa?" Suara seorang pria membuat Johanna teralihkan dari usahanya untuk mengumpulkan kembali berkas-berkas yang berantakan.
"Ah iya, aku baik-baik saja. Terima kasih sudah membantuku."
Pria itu tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Hakim ketua memasuki ruangan. Seluruh hadirin mohon berdiri."
Persidangan pun mulai. Kembali ke kursi penonton, Shawn kini tengah mengamati dengan cermat jalannya persidangan. Masih kasus yang sama, pembunuhan kerabat Menteri Pertahanan yang terus menemui bukti baru di setiap sidangnya.
"Tidak yang mulia, saya bisa pastikan saksi mengada-ngada cerita itu!"
"Tersangka harap tahan emosi anda. Anda belum diminta untuk memberi tanggapan. Saksi, lanjutkan."
"Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, orang yang duduk di situ membawa sebuah linggis dengan lumuran darah di ujungnya. Waktu itu saya berpikiran itu bekas cat, karena di dekat lokasi memang masih ada pembangunan gedung. Tapi begitu angin berhembus dan membawa aroma dari tetesan darah itu, aku langsung mengenali bahwa cairan berwarna merah itu memang darah."
"Artinya anda tidak ada di lokasi, tapi tak sengaja melihat pelaku berjalan dari arah TKP membawa linggis yang dicurigai sebagai alat yang digunakan untuk pembunuhan. Apakah benar?" Tanya Johanna dengan tegas.
"Ya, benar. Saya sedang membeli beberapa soju dan saat itu dalam perjalanan pulang, lalu saya menemukan orang itu, memegang linggis yang meneteskan darah di sepanjang jalan yang ia lalui."
"Kau bohong! Yaaaaish! Dasar orang tua tak tau diuntung!"
Dok..dok..dok..
"Tersangka sekali lagi saya peringatkan untuk tetap tenang! Apa ada yang ingin kau periksa lagi, jaksa?"
"Cukup yang mulia." Ujar Johanna yang kemudian kembali ke tempat duduknya.
"Hmm, wanita ini boleh juga pembawaannya. Dia tenang meski tersangka berapi-api. Sepertinya dia sudah cukup ahli dan lama dalam pekerjaan ini." Gumam Wendy yang masih mengamati dengan seksama jalannya persidangan.
Persidangan kali ini berjalan cukup lama. Sudah 4 jam lamanya mereka berada di dalam satu ruangan.
"Haa, sidang kali ini benar-benar panjang." Gumam seorang lelaki yang tiba-tiba duduk di sebelah Shawn.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Close Call
FanfictionSang Serigala dan Ratu Es bersatu karena sama-sama memiliki masa lalu tragis. Menahan rasa penasaran menahun, akhirnya Johanna menemukan pria yang ia idamkan. Bukan tanpa rintangan, hidup keduanya dipenuhi kejadian tak terduga. Apakah mereka bisa be...