Chapter 4 - Rumour

85 9 13
                                    

*** Flashback ***

Tok..tok..tok..

"Sebentar Shawn, lima menit lagi." Teriak Johanna dari dalam kamar. Meski samar, Shawn dapat mendengarnya dengan baik.

"Kau nampak begitu rapi untuk setelan berliburmu."

"Hanya ini yang ada dan terbaik

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Hanya ini yang ada dan terbaik. Atau kau mau aku mengenakan bajuku yang kemarin?"

"Ah, tidak. Ini saja sudah cukup. Lagi pula kau akan mengambil foto untuk paspormu, harus rapi juga."

Keduanya kini berjalan menuruni anak tangga hotel. Bukan karena hotel itu tidak memiliki lift, tapi ini adalah pilihan Shawn yang sangat jarang menggunakan lift sejak beberapa tahun lalu.

Sebuah taksi berhasil mereka dapatkan dan langsung membawa mereka ke kantor kedutaan besar Korea untuk China.

"Jadi apa ada alasan tertentu kau memilih untuk menuruni anak tangga dibandingkan naik lift?"

"Ehm, tidak. Hanya sebagai olah raga pagi."

"Mungkin itu memang olah raga bagimu, tapi kakiku cukup tersiksa, karena aku menggunakan boots dengan hak yang cukup tinggi."

Mata Shawn langsung mengarah ke bawah, memperhatikan alas kaki yang dipakai wanita di sampingnya itu.

"Ah, maafkan aku. Kalau begitu mulai nanti aku akan usahakan menaiki lift bersamamu."

"Mengusahakan? Apa terjadi sesuatu diantara kau dengan lift?"

"Ehm, kecelakaan kecil, tapi sudah lama. Tak apa, aku bisa mengatasi trauma itu. Aku hanya belum mencobanya."

"Hey, kau tidak perlu berkorban seperti itu. Nanti aku akan mencari sandal saja, supaya kita bisa menaiki anak tangga."

Shawn pun tersenyum mendengar kalimat itu dari mulut Johanna.

Acara foto berjalan dengan lancar. Teman Shawn yang mengurus pembuatan paspor Johanna pun menjanjikan bahwa paspor bisa diambil dalam 2 hari, lebih cepat dari yang dijanjikan sebelumnya.

"Terima kasih Shawn, entah apa yang terjadi padaku kalau aku tidak bertemu denganmu."

"Dengan senang hati, aku juga bingung harus mengatakan ini sebuah kebetulan atau petunjuk."

"Petunjuk? Soal?"

"Bukan apa-apa. Hanya saja aku sedang mencari tau soal tato angsa hitam itu."

Johanna menghentikan langkahnya.

"Kau seorang jaksa?"

"Jaksa? Kenapa sampai ke situ?"

"Karena itu yang aku lakukan, mencari tahu sesuatu."

"Oh jadi kau seorang jaksa?"

Johanna menganggukkan kepalanya.

"Sayangnya bukan. Aku bukan seorang jaksa sepertimu. Aku hanya orang suruhan."

A Close CallTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang