Happy reading!!!Ditrian, Dylan dan keluarganya sampai di rumah mendiang Dayat dan Santi saat tengah malam. Ketika sampai disana, mereka melihat Damian sedang memangku Deva yang tertidur.
Yang datang malam itu masihlah para tetangga dekat rumah namun mereka hanya datang sebentar untuk membantu mempersiapkan tempat bagi para pelayat nantinya.
"Kita bicarakan setelah semuanya selesai" ucap Damian yang mengerti arti tatapan mereka saat melihat Deva.
Deva terbangun pagi buta sekitar pukul 4. Merasa dirinya tidak bebas bergerak Deva meliarkan pandangannya dan bertatapan dengan Damian yang sudah membuka matanya saat merasakan pergerakan Deva.
"Kenapa sudah bangun sayang, ini masih gelap" ucap Damian dengan suara serak khas bangun tidur.
"Kenapa om disini?" Tanya Deva, sepertinya Deva belum ingat kejadian malam tadi.
Seketika Deva terdiam dan matanya berembun siap menumpahkan air matanya ketika ingatan semalam mulai merasuk.
"Bapak, ibu" suara Deva bergetar mengingat jika orang tua yang selama ini merawat dan menyayanginya meninggalkannya sekaligus.
"Ssst, papa ada disini sayang" Damian memeluk Deva erat dan memberikan kata-kata penenang.
"Sayang, dengar, Didi boleh sedih, Didi boleh menangis tapi jangan berlarut-larut, itu akan membuat bapak dan ibu sedih dan tidak bisa pergi dengan tenang. Tuhan pasti akan memberikan tempat terbaik untuk mereka" Damian berbicara sambil menghapus air mata Deva yang terus mengalir.
Ngomong-ngomong mereka ada di kamar Deva. Semalam setelah memastikan Deva benar-benar tertidur pulas, Damian membawa Deva ke kamarnya untuk dibaringkan dan karena tidak tenang meninggalkan Deva sendirian akhirnya Damian bergabung dengan Deva, berbaring disebelahnya. Meski panjang ranjang milik Deva membuat kakinya menggantung.
Damian tidak benar-benar tidur, ia beberapa kali bangun untuk melihat keadaan Deva, apakah putranya tidur dengan tenang atau tidak, dan Damian orang yang sangat sensitif dengan gerakan ataupun suara, makanya sedikit gerakan dari Deva bisa membangunkannya.
"Lanjut tidur?"
Deva menggeleng "mau bapak sama ibu"
"Mandi dulu ya, sekaligus menyambut tamu" Deva mengangguk lalu bangun dari tidurnya.
"Papa mintakan untuk siapkan air hangat untuk mandi" Damian ikut bangun lalu berjalan keluar kamar. Deva diam menunggu dengan tatapan sayu memandangi kamarnya dan lelah yang kentara dari wajahnya.
Damian kembali dan melihat Deva yang hanya duduk diam membuatnya khawatir.
"Airnya sudah siap" Damian memberikan handuk milik Deva dan diterima oleh si empunya.
Deva berlalu keluar, namun baru beberapa detik sudah kembali lagi.
"Ada apa?" Tanya Damian.
"Baju ganti" Deva menjulurkan tangannya meminta.
"Ganti di kamar saja, nanti bajunya basah"
Deva menggeleng pelan "malu" cicitnya.
Damian tersenyum geli "Sebentar" Damian membawa pakaian milik Deva lalu menggandeng tangan Deva menuntunnya "ayo".
Deva yang tidak sempat merespon hanya mengikuti langkah kaki Damian.
"Papa tunggu disini bantu pegangkan baju Didi, Didi mandi saja, jika sudah selesai panggil papa" Damian membukakan pintu kamar mandi dan menyuruh Deva masuk.
15 menit waktu yang dibutuhkan Deva untuk mandi dan Damian dengan setia berdiri didepan pintu kamar mandi.
"O-om" panggil Deva gugup.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Heirs
General FictionIni hanya tentang Devananta dan kisahnya Meski sampulnya historical tapi isi ceritanya modern kok