Dua part lagi sampai Devananta bertemu dengan Damian!
Ayden pulang dengan membawa piala dan piagam dengan posisi pertama atau Ayden mendapat juara pertama. Ayden tidak menyangka akan disambut oleh seluruh keluarganya kecuali kakak pertama dari ayahnya. Ayden kira ia tidak akan disambut sebab ia selalu menduduki juara pertama setiap dirinya mengikuti lomba. (Bukan sombong tapi memang itu kenyataannya).
"Selamat datang sayang, congratulations sayang, you are great" ucap sang ibu memberi selamat pada putra bungsunya dan memeluknya.
"Thank you, mami" Ayden membalas pelukan sang ibu.
"Kamu mau apa sebagai hadiah boy?" Tanya ayah.
"Aku ingin papa pulang" jawaban Ayden membuat semuanya terdiam dan suasana mendadak suram.
"Tidak ada yang bisa memaksanya pulang bahkan itu opa dan Oma sekalipun, kecuali dia menemukan alasannya lagi untuk pulang".
Ayden merasa kasihan pada sang paman, hal yang sangat sejak lama pamannya harapkan malah dipisahkan ditambah istrinya juga ikut pergi darinya. Ayden berpikir setidaknya jika sang paman bersama keluarganya dia tidak sendirian seperti saat ini. Sejak kejadian itu sang paman menarik diri dari keluarganya bahkan sama sekali tidak memberi kabar pada keluarganya.
"Aku akan meminta hadiahnya nanti jika sudah terpikirkan" Ayden hanya memberikan senyuman kecil.
"Ayden, buna sudah siapkan makanan kesukaan kamu, kita makan bersama sekarang saja pasti sudah lapar semua kan?" Seorang wanita yang lain mencoba mencairkan suasana dengan mengalihkan topik dan untungnya mereka semua mau bekerja sama.
Mereka makan dengan hening, tidak ada yang bicara dan hanya terdengar bunyi sendok yang bertemu piring yang suaranya sangat kecil. Selesai menyantap makanannya mereka berkumpul di ruang keluarga, ada yang membicarakan pekerjaan ada juga yang tengah menyusun rencana yang akan dilakukan besok.
"Ayden" panggil sang ayah.
"Ya pi"
"Untuk permintaanmu tadi papi akan mencobanya, tapi kamu jangan terlalu berharap"
Mendengar ucapan sang ayah membuat setitik harapan pada Ayden. Ayden hanya mengangguk menanggapi.
Lelaki itu langsung menghubungi kakak tetuanya dan tak lama sambungan telepon terhubung.
"Ada apa?" Tanyanya tanpa basa-basi dari seberang telepon.
"Kakak tidak ingin pulang?" Tanya ayah Ayden tanpa basa-basi juga.
"Aku akan pulang setelah pekerjaan disini selesai!" Ucapnya datar tanpa terbantahkan. Suaranya terdengar jengah sebab terlalu sering ditanyai hal serupa.
"Selalu itu jawabanmu, dan ketika selesai kau akan pergi lagi entah ke negara mana" ayah Ayden pun merasa kesal dengan kakak tertuanya yang selalu menghindar dari rumah.
"Dylan, ulangi pagilanmu padaku" meski hanya melalui telepon namun aura dominasi kakak tertuanya tetap sampai padanya. Kakaknya yang satu ini bersifat sangat otoriter dan sangat tidak suka jika orang yang lebih muda darinya bersikap tidak sopan, seperti yang Dylan lakukan baru saja.
"Jika kau ingin menghajarku maka pulanglah, aku akan meladenimu" tanpa rasa takut Dylan berucap menantang, meski dalam dirinya juga merasa takut.
Panggilan langsung diputus dan membuat Dylan sedikit lega. Ingat sedikit lega, sebab tidak akan ada yang tau apa yang akan dilakukan sang kakak untuk membalasnya.
"Kau menantang maut Dylan" ucap kakak kedua Dylan dengan nada mengejek kemudian ia bangkit dari duduknya meninggalkan ruang keluarga.
Dylan tidak memperdulikan ucapan kakak keduanya. Pandangannya beralih menatap putra bungsunya yang terlihat lesu.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Real Heirs
Ficción GeneralIni hanya tentang Devananta dan kisahnya Meski sampulnya historical tapi isi ceritanya modern kok