Jadi ketua kelas itu namanya Gita...
Bel istirahat pun berbunyi. Aku bingung harus melakukan apa dan hanya diam di tempat. Sebenarnya aku gugup kalau harus duduk terus-menerus, apalagi di sebelahku ada Gita. Suasana menjadi sangat canggung. Aku sangat benci situasi ini. Kekesalanku sedikit mereda ketika seorang perempuan berambut sebahu berjalan ke mejaku. Pada awalnya, aku pikir dia akan menemui teman sebangkuku.
Ternyata, aku salah. Dia memperkenalkan dirinya dengan ramah. "Hai, Muthe, nama aku Freya. Mau ikut ke kantin? Takutnya kamu lapar kalau hanya diam di kelas," katanya sambil tersenyum. Aku memandangnya dengan senang hati. "Hai, Freya! Mau, sih! Eh, bentar, Freya, aku jadi ingat sesuatu."
Freya mengerutkan keningnya. "Aduh, aku lupa tadi bibi sudah membawakan aku bekal dari rumah," kataku sambil mengeluarkan kotak nasi dari dalam tas.
Freya tersenyum. "Sepertinya kamu tipe orang yang suka lupa, ya?" Aku tersenyum kikuk. "Kata Bunda juga, aku memang pelupa."
"Jadi... kamu tidak akan ke kantin?" tanya Freya. "Maaf, Freya. Lain kali aku akan ikut," jawabku. Aku mengira Freya akan marah karena sudah berniat mengajakku, tapi ternyata tidak. Dia justru memberikan senyuman yang sangat manis. "Tidak masalah, Muthe. Lain kali kita ke kantin bareng, ya. Kalau begitu, aku ke kantin dulu. Bye, Muthe," katanya sambil melambaikan tangan sebelum berjalan keluar.
Saat Freya pergi, aku merasa sedikit lega. Walaupun aku tidak jadi ke kantin hari ini, senyumannya membuatku merasa lebih baik.
°°°°
Aku melihat sekeliling dan menyadari bahwa di kelas ini hanya ada aku dan Gita, ketua kelas. Aku heran mengapa dia tidak keluar, apakah dia tidak lapar? Dia hanya fokus pada bukunya, membuatku semakin pusing.
Ketika dia sedikit melirik ke arahku, aku segera memalingkan wajahku agar kami tidak saling menatap. Aku merasa canggung jika terus berlama-lama dalam situasi ini.
Aku mencoba untuk memulai percakapan terlebih dahulu. "Eum, Gita, kamu tidak lapar? Mau makan bersama? Ini banyak sekali, dan aku tidak bisa menghabiskan semuanya," kataku sambil menyodorkan kotak nasiku. Gita yang awalnya fokus pada bukunya, akhirnya menoleh ke arahku dan kemudian melihat kotak nasiku. "Enggak. Buat lo aja," katanya singkat.
Aku berusaha bersabar dan menarik napas dalam-dalam. "Tidak apa-apa, Gita. Kamu bisa makan, ini banyak sekali, dan aku tidak bisa menghabiskannya," kataku lagi dengan harapan dia mau menerimanya. Gita menyimpan bukunya di atas meja lalu melirikku dengan malas. "Enggak, Muth. Buat lo aja. Gue gak lapar," katanya dengan nada malas.
Aku merasa kesal dan memutuskan untuk melakukan sesuatu. "Sip, aku punya ide." Aku mengambil sendok yang sudah berisi makanan dan mendekatinya. "Kak, nih. Aaaa, ini enak loh, udah aku coba," kataku sambil menyodorkan sendok itu. Gita menatapku, membuatku sedikit gugup. Padahal ide ini milikku, tapi kenapa malah aku yang merasa gugup? Ini sangat menakutkan.
Gita tidak menunjukkan tanda-tanda menerima atau menolak, dia masih diam dan terus menatapku. Aku merasa semakin canggung.
Tiba-tiba, seseorang datang dan memberikan suara "Ekhem."
Aku segera memasukkan sendok itu ke dalam mulutku, semakin canggung karena seseorang yang datang. Aku melihat ke arah sumber suara dan mendapati seorang perempuan yang aku kenal. Dia tersenyum aneh, seolah menggoda.
"Gita, kata Pak Yanto, disuruh ke ruangannya. Aku balik ke kantin lagi, kasihan pacarku sendirian," katanya sambil kembali keluar dari kelas. Aku melihat Gita, sepertinya dia malu, tetapi dia bisa menutupi perasaannya dengan baik.
Gita berdiri dan bersiap pergi. "Makasih atas tawarannya, lo makan aja sendiri. Gue beneran gak lapar," katanya, lalu segera meninggalkan kelas.
Aku sedikit lega setelah Gita keluar, tapi aku juga merasa bosan kalo sendirian begini. Tapi pada akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke kantin dan makan di kantin bersama Freya.
°°°°
Aku merasa sedikit lega setelah Gita keluar, tetapi juga merasa bosan kalau harus sendirian terus. Akhirnya, aku memutuskan untuk pergi ke kantin dan makan bersama Freya. Paling nggak, ada teman buat ngobrol daripada cuma duduk diam di kelas.
Saat sedang berjalan menuju kantin, tiba-tiba seseorang berdiri di depanku, menghalangi jalan. Aku terkejut dan sedikit kesal, lalu bertanya, "Ada apa, sih? Kenapa kamu menghalangi jalan?"
Orang itu tersenyum lebar dan tiba-tiba memperkenalkan dirinya, "Hai, aku Jessi! Temennya Chika."
Aku semakin bingung, tidak menyangka dia akan langsung memperkenalkan diri begitu saja. "Oh, hai... Jessi," jawabku ragu-ragu, masih mencoba memahami situasi ini.
Jessi tertawa kecil, tampak menikmati kebingunganku. "Eh, btw, Lo mau ke kantin, kan? Gue ikut, ya. Gue juga laper," katanya dengan nada santai. Aku tidak bisa menolaknya karena berpikir Jessi bisa menjadi teman yang baik.
Kami pun berjalan bersama menuju kantin. Saat sampai di sana, aku melihat Freya duduk di meja, tersenyum ketika melihat kami datang bersama. Ternyata, Jessi langsung mengenali Freya.
"Hai fre ,gak ngajakin nih kalau mau ke kantin. Kebiasaan banget lo,mah."
"Lagian kamu sibuk terus," katanya sambil melirik Jessi. "Loh,kamu juga ke kantin,Muth? Bareng Jessi juga? Kamu kenal Jessi?" tanya Freya ke arahku. Aku menggelengkan kepala.
"Kita baru saja kenal,Fre. Dia anak baru di kelas lo kan? Soalnya tadi pagi gue sempa ketemu,"ujar Jessi menjelaskan.
"Iya freya. Aku bahkan dibuat kesal sama temannya. Aku dikira masih kelas 10," kataku dengan malas. Freya malah tertawa mendengar ceritaku, membuatku semakin kesal.
"Gimana,Muth?Maksudnya,kok bisa sih? Siapa temannya Jessi itu?" tanya Freya penasaran.
"Siapa Jess?"tanya Freya pada Jessi.
"Itu loh,si jamet,Fre. Kalau gak ada gue tadi,mungkin nih bocah udah ikutan ke lapangan." Aku melirik jessi dengan wajah kesal.
"Aku bukan bocah ya,Jess.Teman mu aja yang ngeyel,"jawabku dengan nada tidak senang.
"Udah,udah, jangan pada berantem. Mending kamu lanjut makan,Muth. Bentar lagi juga masuk. Dan kamu, Jess, ngapain disini kalau tidak makan?Sana beli makanan," kata Freya sambil menenangkan suasana. Aku melanjutkan makan siangku meskipun nafsu makanku agak berkurang, dan melihat Jessi pergi membeli makanan.
°°°°
Jessi kembali dengan makanan dan minuman yang dibelinya. Aku sudah kenyang, jadi tidak menghabiskan makananku,tapi tetap menemani mereka.
"Jess, biasanya Chika sama kamu, kok sekarang enggak?" Tiba-tiba saja Freya menanyakan hal itu. Aku tidak tau mereka sedekat apa.
"Si jamet sibuk ngurusin kelas 10. Gue juga harus sih sebenernya, tapi kan gue lapar, jadi mampir sini dulu,"jawab Jessi.
Saat Jessi mengatakan itu, Freya dan aku saling menatap, membuat Jessi kebingungan.
*Kali ini aku gak mau ikut campur soal ini...* .
Freya menatapku seolah mengerti apa yang ada di pikiranku."Lo pada napa sih,aneh banget," kata Jessi bingung.
Tiba-tiba, seseorang di belakang Jessi berbicara dengan nada tajam. Ekhem. "Lo bener-bener ya, Met. Gue cariin kemana-mana dan ternyata lo seenaknya makan di sini."
Aku melihat ekspresi Jessi yang tiba-tiba panik dan sepertinya ingin lari secepat mungkin untuk menjauh di saat Jessi melihat ke arah suara itu. "Euh- ehm,itu, apa, gue lapar,Chik. Mending lo duduk sini, makan dulu,istirahat dulu,"katanya dengan cemas.
Aku hanya menyaksikan mereka bersama Freya. Namun, suasana terhenti ketika Chika itu menatapku dengan tajam.
🌷🌷🌷🌷