Jam menunjukkan pukul 8 malam Aku yang sedang beristirahat kudengar Bi Asih mengetuk pintu kamarku. "Non Muthe, ada seseorang yang nunggu di luar," katanya lembut dari balik pintu.Aku segera bangkit dari tempat tidur, sedikit bingung. "Siapa, Bi?" tanyaku, penasaran.
"Kalo gak salah sih mamanya Chani, bibi udah anterin ke ruang tamu." Katanya lembut. "Kak chan?" Aku bingung dia benar-benar datang di malam hari, aku kira hanya bercanda karena aku sudah menemaninya sore tadi.
Aku segera turun dan bener kak Chan lah yang menemui ku. Aku sangat aneh padahal sedari tadi aku menggerutu kesal, tapi kenapa setelah melihat wajahnya menjadi begitu tenang.
"Eitss senyuman apa ituu".
"Hai, kamu mau keluar dengan pakaian seperti itu?." Pertanyaan macam apa itu. Aku melihat diriku melihat pakaian ku dan itu tidak ada yang aneh.
"Pakaian ku emang seperti ini, kalo kamu memang tidak suka pergilah sendiri, aku juga tidak mau ikut dengan mu." Kata ku dengan kesal.
Kak chan mendekat ke arah ku dengan senyumannya. "Ayolahhh saya hanya bercanda, kamu sangat manis hari ini."
Aku tersenyum sedikit gugup, tapi aku berusaha tetap tenang. "Hmmm, Kak Chan juga kelihatan keren hari ini, tapi jangan berharap aku akan terpesona begitu saja," balasku sambil menyipitkan mata sedikit, berusaha menggodanya kembali.
Kak Chan tertawa pelan, lalu mendekat sedikit lagi. "Oh ya? Jadi kamu tidak terpesona, ya? Kalau begitu, bagaimana kalau saya coba lagi?" katanya sambil sedikit memiringkan kepala, seolah menantang.
Aku sedikit menghindari nya karena jarak ini begitu dekat, "jangan kayak semut dong kak, ngedeketin aja kalo ada yang manis."
Kak Chan tertawa kecil, "Lho, kok jadi kamu yang godain? Padahal dari tadi niatnya saya yang mau goda kamu, dari awal berangkat sampai kita pulang," katanya dengan penuh percaya diri.
Aku mengangkat alis, menantangnya, "Coba aja kalau bisa, aku udah kebal sama gombalan."Dengan senyum lebar, Kak Chan langsung mengajakku keluar, "Yuk, keluar, kita main-main dulu, biar kamu bisa tahan beneran sama godaan saya." Tanpa menunggu jawaban, dia menggenggam tanganku dan menarik ku keluar dengan semangat.
°°°°
Mobil berhenti di depan sebuah rumah mewah, aku terdiam sejenak, bingung. Aku menatap Kak Chan dengan penuh tanya, "Kak, ini... rumah siapa?" tanyaku dengan suara sedikit ragu. Sumpah aku sebenarnya sedikit takut, masalahnya orang ini baru saja kenal.
Kak Chan tersenyum misterius, lalu mematikan mesin mobil. "Kenapa? Kamu takut?" godanya sambil mengedipkan mata.
Aku masih bingung dan sedikit gugup, tapi aku mencoba tetap tenang. "Jadi... ini rumah Kak Chan?" tanyaku lagi, kali ini lebih pelan, berusaha menebak.
Kak Chan hanya tertawa pelan tanpa menjawab, keluar dari mobil dan berjalan ke pintu penumpang untuk membukanya. "Yuk, turun. Kamu akan tahu sebentar lagi," katanya sambil mengulurkan tangan, menungguku turun dari mobil.
"Ingat kamu harus mau apa yang saya bicarakan, jangan ngebantah anggap saja ini adalah hutang kamu kepada saya." Katanya lagi dengan nada datar namun kali ini bener bener membuat ku bingung dan sedikit gugup.
Aku menatap tangan Kak Chan yang terulur, perasaanku campur aduk antara bingung dan gugup. "Apa maksud Kak Chan?" tanyaku, mencoba mencari kejelasan.
Kak Chan hanya tersenyum tipis, kali ini dengan nada yang lebih serius. "Sudah, kamu ikut saja dulu. Nanti kamu akan mengerti," katanya sambil sedikit mengangguk, seolah meyakinkanku.Aku akhirnya menerima uluran tangannya dan keluar dari mobil.
Saat kami berjalan menuju pintu rumah, hatiku berdebar tak menentu. Ada perasaan penasaran bercampur dengan sedikit kekhawatiran tentang apa yang akan terjadi selanjutnya."Kak, ini bukan sesuatu yang aneh, kan?" tanyaku, setengah bercanda untuk meredakan ketegangan.
Kak Chan menatapku sekilas, senyumannya kembali muncul, tapi kali ini lebih lembut. "Tenang aja, nggak ada yang perlu ditakutkan. Tapi ingat, jangan ngebantah dulu, ya?" katanya lagi, membuatku semakin penasaran.
Begitu memasuki rumah, aku terkejut melihat begitu banyak orang berkumpul. Mereka semua tampak rapi dan formal, seolah-olah sedang menghadiri acara penting. Aku merasa canggung dan bingung, dan aku berbisik pelan kepada Kak Chan, "Kak, ini siapa semua? Keluarga Kak Chan, ya? Kenapa aku dibawa ke sini?"
Namun, sebelum Kak Chan sempat menjawab, dia dengan cepat menggenggam tanganku lebih erat dan membawaku ke tengah-tengah kerumunan. Hatiku semakin berdebar, dan aku hampir tak percaya dengan apa yang terjadi selanjutnya.
"Semua, kenalin, ini pacar Chani," kata Kak Chan dengan suara lantang, membuat semua orang di ruangan itu menoleh ke arah kami.
Aku tertegun, memandang Kak Chan dengan tajam, mencoba mencari penjelasan di balik tatapannya. Tapi Kak Chan hanya tersenyum santai, seolah-olah semua ini adalah hal yang biasa.
Aku hampir protes, tapi kemudian ingat kata-kata Kak Chan sebelumnya: "Kamu harus mau apa yang saya katakan, jangan ngebantah." Kalimat itu terngiang-ngiang di kepalaku, membuatku ragu untuk mengatakan apa pun.
Dengan perasaan bingung dan sedikit marah, aku hanya bisa berusaha tetap tenang, meskipun di dalam hatiku, banyak pertanyaan bergejolak. Kenapa Kak Chan melakukan ini? Apa maksudnya? Dan kenapa aku harus menurut saja?
"Mami, ini pacar Chani, jadi mami papi jangan lagi menjodohkan Chani," kata kak chan. aku langsung menyadari alasan di balik semua ini. Jadi, dia ingin menghindari perjodohan dan menggunakan aku sebagai alasan. Tapi, kenapa harus aku? Aku ini perempuan, dan kita sama-sama perempuan, pikirku dalam hati, masih bingung dengan situasi yang tiba-tiba ini.
Aku berusaha tersenyum, meskipun sedikit canggung, dan mengalihkan pandanganku ke keluarganya. Namun, yang membuatku lebih kaget lagi adalah bagaimana mereka menyambut ku dengan begitu ramah. Tidak ada tanda-tanda penolakan atau ketidaknyamanan, malah sebaliknya, mereka terlihat senang dan menerima kehadiranku.
"Mami sudah lama ingin ketemu pacar Chani, ternyata kamu manis sekali," kata seorang wanita paruh baya yang aku tebak adalah ibunya, sambil tersenyum hangat ke arahku.
Aku mengangguk pelan, mencoba menjaga ketenanganku meskipun perasaan bingung dan gugup masih menghantuiku. "Terima kasih, Tante," jawabku sopan, meski di dalam hati aku masih bertanya-tanya bagaimana aku bisa terlibat dalam situasi ini.
Kak Chan menatapku sejenak, matanya seolah berkata, "Tolonglah, ikut saja dulu permainan ini." Aku hanya bisa menghela napas dalam hati dan mengikuti alur, berharap semua ini tidak akan menjadi masalah besar di kemudian hari.
🌷🌷🌷🌷