BAB 3

150 11 1
                                    

Kirana menatap kanan dan kiri ruang kelas, suara obrolan dan tawa menyatu dengan berbagai macam bunyi yang berasal dari geseran kursi dan ketukan alat tulis di meja.

Mana anak baru itu? Apakah Nakula berbohong? Kirana benar-benar penasaran dengan sosok yang akan mengisi bangku belakang. 

"Kirana" panggil Nakula yang datang bersama Canissa.

Kirana menoleh, "ya?"

"Ayo ke aula" ajaknya Canissa.

"Ngapain?"

"Katanya mau liat anak baru, ayo ke aula gedung satu." Sekali lagi, Canissa mengajak Kirana dengan menarik lengan kanannya.

"Namanya Arjuna" celetuk Nakula tiba-tiba. Apakah Nakula bisa membaca pikiran Kirana? Bahkan, sebelum Kirana mengajukan pertanyaan soal anak baru sekali pun, Nakula sudah memberikan informasi yang sebenarnya penting tidak penting.

Kirana, Nakula, dan Canissa berjalan menuju aula yang berada di gedung satu. Perjalanan menuju gedung satu harus melewati jembatan kecil yang berada di samping taman.

Dalam hati Kirana bertanya-tanya, sehebat apa Arjuna ini? Sampai-sampai harus disambut di aula sekolah.

Pintu kaca menyambut Kirana, Nakula, dan Canissa yang sudah berada di depan aula. "Duh, rame banget, ke kelas aja" keluh Kirana melihat lautan manusia yang sudah memenuhi aula.

"Ikut gue" Nakula menarik lengan Kirana dan Canissa. Menuntunnya ke tiga kursi kosong yang berada di baris depan.

"Harus banget di depan?" tanya Kirana dengan nada juteknya.

"Udah ah bawel, susah ni gue dapet kursinya" jawab Nakula. 

Kirana memandangi keramaian aula yang didominasi oleh perempuan. Hal itu membuat Kirana kembali berpikir, sehebat atau setampan apa Arjuna yang akan diperkenalkan pihak sekolah.

teriakan murid di gedung aula memenuhi indra pendengaran Kirana. Satu per satu guru mulai memasuki aula diikuti dengan sosok laki-laki dengan busur di tangan kanannya.

Tatapan tajam dari mata coklatnya sangat mengintimidasi, rahang tegasnya seakan bisa menggores sebuah kertas, dan tubuh yang gagah seperti pangeran kerajaan besar yang siap menghadapi musuh di medan pertempuran. 

Dia, Arjuna yang dimaksud. Kirana menatap lekat laki-laki yang memasang wajah datarnya. Bola matanya sesekali memutar mengisyaratkan ketidaknyamanan dengan situasi aula saat ini.

"Anak-anak, kita kedatangan murid baru. Suatu kehormatan bagi sekolah kita dengan kehadiran Arjuna Jendrabrata, atlet panah yang sangat berprestasi" ucap kepala sekolah perempuan dihadapan seluruh murid.

Arjuna Jendrabrata—

Nama yang keluar dari bibir Kirana dengan suara kecilnya. Matanya belum berhenti menatap laki-laki yang akan menjadi primadona sekolah.

"Kirana" panggil Canissa menyenggol lengan kiri Kirana secara perlahan.

Tidak ada jawaban. Canissa lalu memperhatikan kemana arah mata Kirana memandang. "Oh, pantes" celetuk Canissa lalu memindahkan pandangannya ke arah Nakula, seperti memberikan isyarat.

"Kirana" panggil Nakula dengan mengguncang-guncangkan tubuh Kirana.

"Ih, apa sih" gerutu Kirana.

"Suka lu sama Arjuna?" tanya Canissa.

Kirana melototkan matanya ke arah Canissa. "Dih, engga ya" celetuk Kirana.

Perkenalan Arjuna berlangsung 1 jam lamanya. Selama itu pula, Arjuna tetap memasang wajah datar dan dinginnya ke hadapan lautan manusia asing baginya. 

Lamba SaJiwa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang