BAB 7

149 13 3
                                    

Sudah 3 hari Kirana berada di Hambalang. Selama 3 hari itu juga Kirana banyak menghabiskan waktunya bersama keluarga Kertanegara tanpa sentuhan kamera atau pun media yang meliput kegiatan kakeknya. Jabatan kakeknya yang telah menjadi orang nomor satu di negeri ini membuat gerak geriknya terus di pantau. 

Langit malam di halaman belakang bersatu dengan hangatnya api unggun yang di buat oleh Rajif dan Lino. Malam terakhir bagi keluarga Kertanegara untuk berkumpul sebelum kembali bekerja di tempatnya masing-masing. Begitu juga dengan Kirana dan Arjuna harus kembali bersekolah setelah menikmati liburan singkatnya. 

Abel sedari tadi mundar-mandir dapur dan halaman belakang untuk menyiapkan daging yang akan di panggang. Lalu, ada Teddy dan Dewa yang sibuk menyiapkan gelas dan minuman di meja halaman belakang. Sedangkan Kirana dan Arjuna di tugaskan untuk menyiapkan camilan.

Kirana sedang berusaha menggapai pintu lemari yang ada di dapur bersih. Letaknya cukup tinggi bagi Kirana yang memiliki tinggi badan 160 cm. Kirana harus menjinjitkan kakinya untuk meraih pintu lemari tersebut. Saat Kirana sedang berusaha menjangkau pintu lemari dapur, tubuhnya tiba-tiba terangkat seakan sedang melayang.

"ARJUNA!" pekik Kirana saat menolehkan wajahnya ke arah belakang. Ada Arjuna yang sedang mengangkat tubuh Kirana dengan kedua tangannya berada di pinggang Kirana.

"Bawel, cepet ambil keripiknya" celetuk Arjuna.

"Kalo gue jatuh gimana?" tanya Kirana dengan paniknya.

"Makanya cepat ambil"

Secepat mungkin Kirana menarik pintu lemari yang ada di hadapannya dan mengambil beberapa bungkus keripik. "Turunin gue" ucap Kirana dengan tangan yang penuh dengan bungkusan keripik. Secara hati-hati, Arjuna menurunkan tubuh Kirana lalu mengambil bungkusan keripik dari tangan Kirana.

Setelah itu, Arjuna dan Kirana berjalan menuju halaman belakang yang sudah ramai dengan keluarga Kertanegara. Arjuna meletakkan bungkusan keripik di meja dekat barisan minuman dan Kirana bergabung bersama Lino yang berada di dekat api unggun.

"Gimana?" tanya Lino saat Kirana duduk di samping kanannya.

Kirana mengerutkan alisnya dan menatap Lino dengan wajah kebingungan.

"Kamu sama Arjuna" lanjut Lino bertanya. 

"Engga ada apa-apa om."

"Engga ada apa-apa tapi kok di dapur mesra banget" celetuk Lino. Kirana melototkan matanya dan menarik lengan Lino. 

"Om liat?" tanya Kirana berbisik dan hanya di jawab Lino dengan senyuman jahil. "Om, jangan kasih tau papa ya" lanjut Kirana merengek memohon kepada Lino.

"Apa yang engga boleh papa tau, Kirana?" tanya Teddy tiba-tiba datang.

Kan, papa lagi batin Kirana. Kirana memejamkan matanya berdoa supaya Lino bisa berbohong demi menyelamatkan nyawanya. Di setiap situasi maut sekali pun, Teddy selalu muncul entah dari mana. 

"Lino, Kirana cerita apa sama kamu?" tanya Teddy pada Lino.

"Kirana cuma cerita kalo selama liburan dia banyak main sama Layla di lapangan. Kirana takut abang marah kalo kebanyakan main di luar" jawab Lino bohong pada Teddy. Ya, sebenarnya Lino tidak sepenuhnya berbohong karena selama di Hambalang pun, Kirana memang banyak menghabiskan waktunya bersama Layla tapi di dalam kandang. 

Teddy hanya diam saat mendengar jawaban Lino. Setelahnya, Teddy ikut bergabung bersama Lino dan Kirana sembari mengikat rambut Kirana supaya tidak terkena asap dan hawa panas dari api unggun. "Mulai lusa papa yang anter ke sekolah ya. Pak Surya lagi izin pulang kampung" ucap Teddy.

"Pulangnya? Nanti Kirana sama siapa kalo Pak Surya pulang kampung"

"Selama Pak Surya belum pulang, papa yang anter jemput."

Lamba SaJiwa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang