BAB 12

120 13 1
                                    

Dua minggu setelah kejadian kebakaran itu membuat Teddy memperketat penjagaan untuk Kirana. Ya, salah satunya dengan memberikan Kirana seorang ajudan laki-laki yang Teddy pilih dari satuan batalyon tempat dirinya bertugas.

"Papa, kenapa harus pake ajudan, sih" keluh Kirana mengikuti langkah kaki Teddy dari belakang. Setelah menjemput Kirana dari sekolah, Teddy membawa Kirana ke dalam batalyon.

Jabatannya sebagai wakil komandan batalyon mengharuskan Teddy untuk terus berada di dalam lingkungan batalyon. Kebetulan juga, beberapa bulan lagi Teddy harus memberikan arahan kepada prajurit yang akan bertugas di Papua.

Teddy terus melangkahkan kakinya ke ruangan sederhana dengan meja dan jajaran kursi coklat. Di dalam ruangan itu juga terdapat deretan dokumen yang tersusun rapi di lemari kayu.

"Papa, jawab dong" ucap Kirana sekali lagi, lalu melempar tas sekolahnya ke atas meja coklat.

"Supaya ada yang jagain kamu, Kirana" jawab Teddy lalu duduk di kursi kerjanya.

Kirana berjalan lagi menghadap Teddy dengan wajah yang sedikit kesal. "Tapi, pa, engga perlu pake ajudan segala. Ada Pak Surya, ada Ar-" ucapan Kirana terpotong. Dirinya lupa bahwa Teddy sangat sensitif dengan nama laki-laki itu.

Teddy menaikkan satu alisnya saat Kirana menghentikan suaranya. "Coba ulangi lagi" tantang Teddy pada Kirana yang ada di hadapannya.

"Ya, pokoknya engga perlu pake ajudan segala dong, pa" keluh Kirana tanpa menyebutkan satu nama pun.

Teddy tidak membalas keluhan Kirana. Dirinya justru menarik lengan Kirana ke arah jendela yang terbuka. Di luar sana, Teddy menunjuk ke arah puluhan prajurit yang sedang melatih fisiknya di tengah lapangan yang penuh dengan sengatan sinar matahari sore.

"Kamu lihat itu" tunjuk Teddy dengan tangannya. "Kalau engga mau pake ajudan, Arjuna kamu itu harus jadi bagian dari mereka" lanjut Teddy bersuara.

Bagai petir di siang hari, ucapan Teddy berhasil membuat Kirana diam seribu bahasa. Mulutnya tidak sanggup merespons ucapan Teddy yang seolah-olah memberikan tantangan bagi Arjuna.

"Bisa?", "Kalau tidak bisa, papa akan tetap memberikan kamu ajudan untuk mengikuti semua kegiatan kamu" ucap Teddy tanpa bantahan dari Kirana.

Teddy lebih memilih mengajak Kirana ke lapangan batalyon yang sedang dipakai untuk melatih fisik para prajuritnya. Lapangan luas itu sangat kering dengan tanah dan rumput coklat di bawah teriknya sinar matahari sore.

"Panas?" tanya Teddy pada Kirana yang menutup wajahnya dengan telapak tangan.

"Pa, ini panas banget" keluh Kirana.

Teddy dan Kirana berdiri di pinggir lapangan terbuka. Sinar matahari semakin menyengat dan membuat kulit Kirana sedikit memerah.

Sekali lagi, Teddy tidak membalas ucapan Kirana. Dirinya justru berteriak memanggil nama seseorang. "KHALIFA" teriak Teddy dengan satu tarikan nafasnya.

Dari arah seberang lapangan, muncul laki-laki yang sedang berlari dengan seragam lorengnya. Kirana yang tadi menutup wajahnya kini membuka mata dan memandang laki-laki yang semakin mendekat.

"SIAP, KOMANDAN" jawabnya dengan lantang saat sudah berada di hadapan Teddy.

Kirana dapat memastikan laki-laki tinggi di hadapan Teddy ini yang akan menjadi ajudannya. Laki-laki dengan tinggi badan yang Kirana tebak sekitar 180 cm itu masih berdiri dengan tegap menunggu perintah dari Teddy.

Teddy menatap Khalifa dengan tatapan bangga. Matanya melirik Kirana sebentar lalu kembali menatap Khalifa. "Sesuai arahan dan perintah saya, kamu akan menjadi ajudan putri saya, Kirana."

Lamba SaJiwa (ONGOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang