Perpisahan masih menjadi hal yang paling ku benci hingga saat ini, tak ada alasan khusus mengapa aku membencinya. Aku hanya tak suka setiap kali harus merasakan perasaan sesak yang aku sendiri tak tau harus bagaimana meredakannya.
Aku masih ingat betul bagaimana kacaunya aku enam tahun yang lalu, masa dimana aku sendiri tak ingin sekedar mengingatnya. Namun pada faktanya bayangan itu masih ada hingga saat ini, tak tau harus bagaimana melupakannya. Yang pasti, semua masih terekam jelas dikepala.
~~~
"Mau sampai kapan kaya gini terus? Lo itu harus belajar dewasa, ngontrol omongan sama ngontrol emosi itu penting. Jangan kekanak-kanakan"
"Gue emang slalu salah dimata lo" balas Argana seraya mengambil sebatang rokok dari kotak kesayangannya.
"Kurangin rokok lo, gue masih mau wujudin impian gue buat tua bareng elo" Argana tertawa sinis mendengarnya, tau bahwa ucapan itu hanya omong kosong.
"Pembual" ujar Argana dalam hati.
"Pulang kalau urusan lo udah selesai, gue lagi nggak mau diganggu"
"Lo tuh kenapasih?-- lo suka sama Kavela?" pertanyaan tolol yang seharusnya tak perlu untuk ditanyakan.
"Lo udah nanya ini berulang kali dan jawaban gue tetep sama-- enggak. Berhenti mikir hal nggak guna kaya gitu, nggak semua yang peduli itu artinya suka. Gue peduli sama dia, karna gue tau sehancur apa dia waktu si bajingan itu ninggalin dia enam tahun lalu. Gue cuman nggak mau sahabat gue balik ke era itu lagi setelah mati-matian berjuang sembuhin lukanya" Argana lelah dengan tuduhan yang seperti itu, tak terhitung berapa kali orang di depannya ini slalu menuduhnya seperti ini.
"Tapi sikap lo ini berlebihan" Argana tertawa sinis sebelum akhirnya bangkit dari tempat duduknya.
Argana merasa bahwa obrolan ini tak perlu di lanjut, lebih baik orang di depannya pergi dan biarkannya istirahat.
"Iya-- udah sana balik. Gue nggak nafsu liat muka lo" balas Argana seraya berjalan meninggalkan orang tersebut.
"Gue belum selesai ngomong, Na" Na menjadi panggilan khusus darinya saat mereka tengah berdua.
Argana menuli, membuat orang yang saat ini masih duduk di kursi dekat balkon itu mengerang kecil, "Argana!" sentak orang tersebut.
"Gue beneran nggak minat ngobrol apapun sama elo!" balas Argana dengan nada tinggi. "Pulang sebelum gue makin muak sama elo" pungkasnya sebelum benar-benar meninggalkan temannya itu.
~~~
Hari ini hari Minggu, hari dimana Kavela akan kembali bertemu dengan Sagara untuk yang pertama kalinya setelah perpisahan mereka enam tahun silam.
Lengkungan di bibir Kavela tak kunjung memudar sejak dua jam yang lalu, perempuan itu nampak sangat excited untuk pertemuan mereka.
Seperti yang telah dijanjikan kemarin bahwa Sagara akan tiba dirumahnya pukul empat sore, Namun baru setengah empat dan Kavela sudah siap.
"Lo beneran bakal temuin dia?" Sandra nampak ragu dengan keputusan temannya kali ini. Bukan tak percaya, ia hanya khawatir pertemuan ini hanya akan membawa Kavela pada sakit yang kedua kalinya.
"Lo nggak setuju sama keputusan gue juga San?" tanya Kavela terdengar melemas. Ia kira Sandra akan menjadi penguat untuknya, ia kira Sandra akan menjadi satu-satunya teman yang akan memihaknya untuk saat ini. Namun nyatanya tidak.
"Gue bukannya nggak setuju, gue cuman khawatir aja" balas Sandra nampak sangat tenang.
"Gue nggak akan kenapa-napa San, gue janji kalau pun hari ini nggak sesuai sama kemauan gue. Gue janji akan baik-baik aja, jadi tolong percaya sama gue ya, San. Gue cuman punya elo, Samuel sama Arga marah sama gue. Please lo jangan kaya mereka ya"
KAMU SEDANG MEMBACA
3 0 9 1 (18+)
Teen FictionSemua luka memang menyakitkan, namun tak ada yang lebih menyakitkan dari terbukanya luka lama. Dunia selalu punya cara untuk membuat kita merasa semakin tersiksa, contohnya dengan mengembalikan orang lama dengan situasi yang berbeda.