Written by. Sheliu.
Aku membuka mata dan mengerjap pelan untuk melihat apa yang ada di atasku. Atap yang seperti dari kain dengan kayu sebagai pondasinya, lalu lampu pijar berwarna kuning yang teduh memberi penerangan yang cukup terang tapi nggak bikin sakit di mata.
Senyumku mengembang begitu saja saat aku bisa mendengar adanya suara air terjun yang begitu deras di luar sana, diiringi dengan suara burung-burung yang terdengar menyenangkan, dan ketenangan yang ada disekelilingku. Aku senang banget hari ini. Untuk pertama kalinya aku merasakan namanya tidur di tenda yang nggak kayak tenda banget seperti ini.
Tidurku nyenyak banget, bahkan aku merasa kayak udah lama banget tidurnya. Cuma perasaanku bilang kayaknya udah mau malam jadinya otomatis bangun. Dengan mata yang masih mengantuk, aku beranjak untuk duduk dan melihat sekelilingku dimana aku sendirian.
Glamping yang aku tempati ini punya pintu kaca dan jendela kaca yang bisa ditutup dengan hanya pake tombol otomatis. Senja terlihat dari posisiku yang masih di ranjang dengan cantik di sana. Paduan warna jingga dan hitam terlihat indah banget sampai aku nggak berhenti tersenyum dan mataku langsung segar liatnya.
Menyibakkan selimut, aku segera bangun dari ranjang untuk keluar dari situ dan menemukan Zozo yang lagi duduk santai dengan bean bag yang mengarah pada pemandangan bukit dan pohon-pohon indah di depan kami.
"Udah bangun lu?" celetuk Zozo yang membuatku menoleh padanya yang ternyata menyadari kehadiranku dibelakangnya.
"Udah," jawabku sambil ikut duduk di satu bean bag kosong yang ada disampingnya. "Kok lu nggak bangunin?"
"Lu tidurnya udah kayak kebo sambil ngorok-ngorok, gue nggak minat buat ganggu daripada kena tantrum ala cewek yang kurang bobo," jawab Zozo enteng.
Aku berdecak sambil menatapnya sebal. Capek banget sama Zozo yang kalau ngomong tuh bener-bener nggak ada saringannya. Waktu Tuhan ciptain mulutnya kayaknya pake mercon deh.
"Gue nggak ngorok ya! Enak aja, sembarangan banget kalau ngomong!" seruku nggak terima dan Zozo cuma ngakak.
"Kenapa sih bercanda kayak gitu aja pake ngambek?" balasnya santai.
"Gitu tuh! Kalau udah sembarangan malah playing victim balikin orang kalau itu cuma bercanda. Denger ya, zaman sekarang kalau ngomong tuh mikir, nggak yang main asal ceplas ceplos tapi nggak mikirin dampaknya," sewotku.
"Astaga, Ra, demi apa gue cuma bercanda. Kenapa jadi serius banget sih? Lu tidur enak banget dan gue nggak tega bangunin karena lu kayaknya capek, puas?" desis Zozo kesal.
"Nah, ngomong aja kayak gitu, kan kedengerannya lebih enak dibandingkan yang tadi," sewotku lagi.
"Terserah lu aja deh, Ra. Capek ati gue ladenin lu," balas Zozo nyerah.
Zozo mendadak judes dan aku nggak peduli. Dia selalu memulai argument dengan hal semacam ini dan aku juga bingung kenapa kalau sama dia itu sensi banget. Entah karena aku yang baper, atau dia yang nggak peka. Nggak jelas.
Kami berdua duduk bersebelahan sambil menatap pemandangan senja yang sudah hampir berakhir itu dalam diam. Rasanya damai banget, juga tenang yang menyenangkan. Aku masih kayak dalam mimpi bisa merasakan momen seperti saat ini karena aku nggak pernah mengalami kedamaian ini.
Aku pikir ketenangan semacam ini cuma ada dalam mimpi tapi ternyata bisa terjadi dan itu diwujudkan Zozo buat aku. Meski dia suka semaunya, tapi darinya, aku jadi bisa ngalamin hal seru kayak gini. Aku jadi punya pengalaman macam-macam dan aku cukup bangga sama diri sendiri karena udah ngelewatin semuanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Benching Chad
Storie d'amoreIn Collaboration with @CH-Zone The peanut to my butter. Glaze on my donut. Cherry to my sundae. Milk to my cookie. Cheese to my macaroni. But... Never an option. Just on benching Chad. WARNING: MATURE CONTENT (21+) Ini adalah cerita kolaborasi dan a...