Namun ternyata firasat buruk selalu benar terjadi.
Aleena merutuk frustasi ketika mendapati dirinya sudah berada di ujung gang sepi dan di kepung oleh tujuh orang lelaki dengan wajah yang menyeramkan.
Apakah hari ini adalah salah satu hari sialnya? Tapi mengapaaa???
Dia hanya ingin membeli kue untuk kakaknya! Kenapa dia harus terjebak di antara para preman? Sebenarnya sebesar apa dosanya sehingga harus menghadapi karma yang seperti ini?
Aleena menahan air mata frustrasi yang hendak menetes. Mungkin kah ini karmanya karena menjahili Calixer tadi pagi?
Memang seharusnya orang baik seperti dia tetap menjadi orang baik saja agar terhindar dari hukum karma instan yang selalu dia dapatkan. Aleena mengangguk-angguk sendiri memikirkan nya.
Tapi tampak nya salah satu pria itu salah mengartikan anggukan Aleena tersebut. Dia justru murka karena merasa Aleena meremehkan nya. "Apa-apaan anggukan mu itu hah?! Kau tidak takut?! "
Aleena tersentak oleh bentakan itu. Akhirnya dia kembali menyadari betapa gawatnya situasi nya saat ini.
Tapi meskipun begitu Aleena tetap tenang menyikapinya. Dia bukan lady biasa, dia adalah calon pejuang yang telah di latih oleh orang-orang terbaik di Kekaisaran. Melawan preman kecil seperti mereka bukan menjadi masalah untuk nya. Justru jika dia merasa takut atau goyah, maka selama ini pelatihan keras yang dia jalani akan menjadi sia-sia.
Tapi Aleena tidak akan memprovokasi mereka juga. Jika bisa dia ingin bernegosiasi dan bebas dengan damai tanpa kekerasan.
"Aku tidak bermaksud meremehkan mu. Tapi kenapa kalian mengepung ku seperti ini? Aku tidak punya banyak uang." Aleena jujur kali ini. Dia memang tidak membawa banyak uang bersama nya, karena dari awal dia pergi berdua dengan kakak laki-laki nya. Jelas saja jika pergi belanja bersama keluarga tidak perlu membawa sepeserpun. Itu juga bukan rahasia umum lagi.
"Aku tidak percaya." Seorang pria dengan codet melintang di wajahnya menghardik kasar, "kau terlihat seperti lady bangsawan kaya. Mana mungkin seorang lady tidak punya uang."
"Itu karena aku hemat." Celetuk Aleena polos. "Aku menabung uang ku di rumah, soalnya menabung pangkal kaya."
"Alasan saja!" Seorang di antara yang mengenakan kacamata mendekat dan membungkukkan tubuh, mensejajarkan wajahnya berhadapan dengan Aleena, "lihat lah gadis kecil ini, cantik. Setidaknya jika tidak bisa memberikan apapun, kau masih bisa memberikan yang lain." Dia menjilat bibirnya dengan wajah mesum.
Aleena tersenyum menahan jengkel, tangan kanannya masuk perlahan ke dalam saku rok nya, menggenggam pisau yang memang dia bawa untuk jaga-jaga. Dia jelas sangat jelas maksud lekaki itu. Tapi siapa juga yang sudi? Lebih baik mati daripada menyerahkan diri kepada tujuh lelaki sampah masyarakat ini!
"Benar juga, hey cantik, kalau kau bersedia menyerahkan diri pada kami, kami akan memperlakukan mu dengan baik."
"Itu benar, aku ini lembut pada gadis cantik."
Kemudian ketujuh nya tertawa bersamaan. Tampaknya merasa bangga dan bahagia karena menganiaya orang yang tidak berdaya sepertinya.
Aleena mendengus, "maaf saja ya. Aku ini tidak suka pria." Ujarnya, "aku suka wanita. Aku sedang pergi bersama kekasihku, dan dia pasti sudah menunggu lama. Aku tidak mau gadisku yang imut dan lucu menanti terlalu lama." Aleena menekankan kata gadisku setelah mengutarakan kebohongan andalannya.
Itu hanya kebohongan. Aleena masih suka pria. Tapi dia memang suka mengaku menyukai wanita ketika sedang di goda oleh lelaki. Di dunianya yang dulu hal ini sangat ampuh untuk membuat pria yang awalnya berniat menggoda, menjadi kehilangan minat.
Tampaknya hal itu berlaku juga di dunia ini.
"Apa?! Memang nya bisa sesama wanita saling menyukai?!"
"Apa kau gila?!"
"Sesama pria juga bisa. Buktinya kalian cocok kalau saling berpasangan." Aleena menjawab cepat.
Tampaknya dia salah jawaban. Ketujuh lelaki itu justru malah semakin murka, terprovokasi dengan kata-kata Aleena.
"Dasar perempuan menjijikkan."
"Sebaiknya dia kita apakan?"
"Aku tidak selera dengan gadis gila ini, geledah dia kemudian buang ke sungai."
Sial.
Ke tujuh pria itu bergerak hendak menangkapnya, dan dengan cepat Aleena mengeluarkan pisau dari saku dan hampir menebas pria yang tepat berada di depannya.
Namun sebelum bilah pisau Aleena mengenai pria itu, tubuh si pria sudah menghantam tanah dengan keras hingga darah mengalir kemana-mana.
Hal itu memicu jeritan terkejut dari yang lainnya. Aleena tercengang ketika dia mendapati seorang pria berjubah hitam kini berdiri membelakangi nya, seakan-akan mencoba melindunginya.
Aleena menurunkan pisaunya, menatap ngeri bagaimana pria berjubah hitam itu meratakan tujuh orang sekaligus dengan sangat mudahnya. Bahkan dia tidak menggunakan senjata, melainkan dengan tangan kosong. Dia menumbangkan mereka seakan hal itu bukan apa-apa. Aleena bisa menarik kesimpulan jika pria berjubah hitam ini bukanlah orang biasa.
Ke tujuh bandit itu kini tergeletak tidak berdaya di atas tanah dengan kondisi yang babak belur dan tidak sadarkan diri.
Pria berjubah itu mengeluarkan sapu tangan dan membersihkan tangannya yang penuh darah.
Aleena meragu sejenak sebelum akhirnya mendekat untuk bicara pada pria itu. Dia setidaknya ingin mengucapkan terimakasih karena telah menolongnya. Setidaknya berkat pria itu dia tidak perlu turun tangan sendiri untuk melindungi diri.
"Anu... Uhm... Tuan?"
Pria itu berbalik, dan sesaat kemudian keduanya membeku. Mata Aleena membelalak dan dia bisa merasakan aliran darahnya membeku sesaat.
Tampaknya pria itu juga tidak lebih baik. Matanya melotot tidak percaya dan mulutnya ternganga.
"Kau!"
"Duke?!"
Alecto terlihat benar-benar tercengang. Seakan dia tidak pernah menduga jika gadis yang dia selamatkan ternyata adalah tunangannya sendiri. Dia tidak pernah menyangka jika hal ini akan terjadi.
"Kenapa anda bisa ada disini?" Aleena berusaha bertanya meskipun entah mengapa mendadak lidahnya kelu.
"Justru aku yang seharusnya bertanya. Orang seperti mu sangat tidak mungkin ada disini. Sendirian pula." Alecto menatap Aleena dari atas hingga bawah. Pakaian Aleena santai, berarti dia menang berniat untuk jalan-jalan.
"Awalnya aku datang bersama kak Ed. Dan sekarang kak Ed ada di butik saat ini, jadi aku pergi sendiri. Tapi saat aku pergi membeli kue, aku di tarik paksa oleh bandit-bandit itu. Mereka memaksaku menyerahkan uang ku dan hampir menyentuhku. Tapi sebenarnya aku bisa saja menanganinya sendiri jika anda tidak muncul." Aleena kembali mengangkat pisau nya untuk menunjukkan nya pada Alecto.
Ekspresi wajah Alecto rumit.
"Kau memegang pisau? Yang benar saja." Alecto mengambil alih pisau di tangan Aleena. "Sudah cukup kau aneh selama ini, jangan bertingkah lebih aneh lagi."
"Aku tidak aneh?!" Aleena tidak terima.
Alecto tidak mengatakan apapun, dia berbalik dan berujar tegas, "ayo, aku akan mengantar mu menemui kakak mu. Jangan berkeliaran sendirian lagi."
Aleena mengerucutkan bibirnya kesal namun dengan patuh berjalan mengikuti Alecto. Dia tidak bisa marah-marah sama sekali karena bagaimanapun juga, Alecto menyelamatkan nya. Dan lelaki itu juga tidak banyak tanya, sehingga Aleena merasa tenang.
Meskipun dia bisa membereskan para bandit itu sendiri, dan meskipun Alecto tampak meremehkan nya yang memegang pisau, tapi itu semua tidak mengubah fakta bahwa Alecto yang biasanya acuh padanya bersedia mengantarkan nya. Yang artinya dia sedang mengambil tanggung jawab atas keselamatan Aleena sampai di tangan Cedric.
Mau tidak mau senyuman Aleena mengembang. Yah, setidaknya bertemu dengan tokoh utama pria tidak seburuk itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destroying The Plot
FantasyAleena itu menyukai novel fantasy atau action, tapi dia justru bertransmigrasi ke novel roman historical! Dia menjadi karakter tidak penting, simpelnya karakter pelengkap cerita. Aleena menjadi tunangan dari seorang duke yang merupakan protagonis p...