Who?

5 1 0
                                        

Bagus! Sisa 49500 kata lagi!

Aku merebahkan diri pada kasur sebagai hadiah karena sudah berhasil mengetik prolog sebanyak 500 kata. Kepalaku melihat pada layar laptopku yang berpendar pada meja di sebelah kiri kasurku; embusan napas sukses keluar dari mulutku.

Sejak kapan ini menjadi bebanku? Bukannya aku sangat menyukainya dulu?

Dug!

Rasa kaget membuatku duduk dengan posisi siaga. Suaranya berasal dari kamar mandi, kurasa. Rasa malas yang merasukiku membuatku kembali melempar tubuhku pada kasur; mengembuskan napas.

DUG!

Suara itu terdengar semakin keras dan dari arah yang sama. Masak ada barang yang jatuh dengan suara beraturan seperti itu?

Tepat saat jemariku menyentuh kenop pintu, dadaku melantungkan irama kegugupan. Apa ada pencuri yang masuk lewat jendela? Tidak mungkin, ukurannya terlalu kecil. Apa itu hewan?

Hanya ada satu cara untuk mengetahuinya.

Baiklah, tidak ada orang. Tidak ada apapun di dalam. Tidak ada hewan. Tidak ada benda jatuh. Mendadak bulu kudukku meremang. Aku menggelengkan kepala; berusaha mengabaikan asumsi aneh itu.

Saat aku membalikkan kepala, tiba-tiba suara itu kembali terdengar; lebih keras. Aku kembali menoleh ke belakang.

Ada seorang anak kecil yang tengah menghantam kepalanya pada mangkuk kloset berkali-kali, suaranya menusuk indra pendengaran. Lantas saat aku mengedipkan mata; ia menghilang.

Sialan, apa itu?

Aku memukul pipiku. Mungkin ini hanya khayalanku saja karena tekanan batin. Aku hanya butuh tidur dan—

DUG!

Suaranya terdengar semakin keras. Anak itu mengangkat kepalanya, darah berlumuran di wajahnya, lantas dia mengeluarkan suara tangisan yang membuat pandanganku menghitam.

***

Cuma mimpi?

Berkas cahaya dari jendela membuatku menyipitkan mata. Aku beranjak dari lantai. Leherku terasa sedikit sakit, mungkin akibat tidur di permukaan keras. Aku melakukan perengan kecil kemudian bersiap untuk mandi.

Saat kakiku berdiri di depan kamar mandi, sekelabat ingatan terputar pada benak. Anak kecil yang menghantam kepalanya pada kloset duduk, itu cuma mimpi 'kan?

Tepat saat aku menyalakan shower, suara itu terdengar lagi. Volumenya meningkat perlahan-lahan. Aku memejamkan mata di bawah aliran air; menunggu suara itu lenyap sendiri.

Dan kini aku takut untuk membuka mata.

Aku pernah berada di kondisi di mana aku memilih untuk membuka mata saat mencuci wajah karena takut ada 'penampakan' yang tengah mengintai di belakang, tapi yang kali ini jauh lebih menyeramkan karena penampakan ini ada.

Kukira ini semua hanya mimpi. Bulu kudukku meremang. Rasanya kedua kakiku tidak sanggup berdiri lagi. Suara hantaman itu juga diikuti dengan suara tangisan yang lirih.
Suaranya menghilang. Aku segera mematikan shower, berlari ke luar dari kamar mandi, dan langsung pergi dari kosanku tanpa membawa laptopku.

***

"Rai, aku boleh nginap di kosmu gak?" Aku menyeruput pelan Americano sembari memberikan tatapan memelas pada temanku.

Raina menaikkan alisnya. "Tumben. Kenapa?"

"Kayaknya kosku berhantu ...."

"Ha?" Raina melempar tatapan tak percaya. Ia menggeser kursinya mendekatiku. "Helen, Helen, masak kamu percaya yang begituan?"

Tales of Life (KUMCER)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang