Saat taxi pesanan farel sudah siap, untuk pertama kalinya Farel menatap Trisha sekali lagi dengan mata yang mulai berkaca-kaca.
"Trisha," panggil Farel dengan suara lembut namun bergetar.
Trisha menatap ayahnya dengan mata yang penuh dengan air mata. Tak ada jawaban hanya ada sebuah tangisan di sana.
"Ayah cuman mau kamu tau. Pertama kali ayah ketemu kamu, ayah sudah bisa lihat kalau trisha adalah anak yang baik, ditambah ketika ayah tau segudang prestasi mu di sekolah, kamu juga memiliki attitude yang baik. Ayah bangga sama kamu nak"
Trisha menggigit bibirnya, mencoba menahan tangisnya, namun usahanya sia-sia. Air mata mulai mengalir di pipinya, dan ia menggelengkan kepala pelan. "t-tapi aku takut, aku takut ayah tidak kembali, aku takut bagaimana kalau tuhan mencoba menarik ayah dari ica lagi?"
Farel mendekat, berlutut agar bisa sejajar dengan putrinya, dan menggenggam kedua tangan Trisha dengan erat. "sayang, ayah ga bisa control takdir tuhan. Satu hal yang ayah bisa pastikan, kalau ayah sehat, ayah akan kembali, pasti. Ayah cuman butuh doa kamu, supaya kita semua tetap sehat, ok?"
Trisha tak bisa menahan tangisnya lebih lama. Ia memeluk Farel dengan erat, merasakan detak jantung ayahnya yang hangat dan menenangkan. "Ayah... aku enggak mau sendirian lagi. Aku enggak mau hidup tanpa Ayah. Aku janji, aku akan jadi anak yang baik, aku akan belajar rajin... tapi Ayah, tolong jangan pergi terlalu lama."
Farel membelai rambut Trisha, mencoba menenangkan putrinya yang kini terisak di pelukannya. Air matanya sendiri mulai jatuh, membasahi bahu Trisha. "Ayah janji, Ayah akan kembali. Ayah akan datang lagi secepat yang Ayah bisa. Dan setiap kali kamu kangen, kamu boleh hubungi Ayah kapan saja atau kalau kamu mau dateng ke rumah ayah juga boleh kok, tapi inget, kalo udah libur loh ya. Ingat, Ayah selalu ada buat kamu."
Trisha mengangguk lemah dalam pelukan Farel, masih terisak. "Aku akan tunggu Ayah, setiap hari... Aku akan terus tunggu Ayah."
Farel melepaskan pelukan itu dengan perlahan, memandang wajah Trisha yang basah oleh air mata. Ia mengecup kening putrinya dengan lembut, penuh kasih sayang. "Ayah akan selalu mencintai anak ayah yang cantik ini. Kamu adalah hal terindah yang sekarang Ayah miliki. Gamungkin ayah bakal ninggalin kamu lagi."
Trisha hanya bisa mengangguk pelan, dan ketika Farel akhirnya berdiri dan berjalan menuju mobil, Trisha merasa seolah sebagian hatinya ikut pergi bersama ayahnya. Namun, ia tahu Farel harus pergi, dan ia harus kuat, seperti yang selalu diajarkan oleh ayahnya.
Ketika mobil mulai bergerak meninggalkan pekarangan rumah, Trisha berlari kecil mengikuti mobil beberapa langkah, melambaikan tangan dengan air mata yang terus mengalir. "Ayah... jangan lupa janji Ayah, ya! Aku tunggu Ayah pulang!"
Farel melihat Trisha dari kaca spion, hatinya hancur melihat putrinya yang begitu rapuh saat ini. Ia menahan diri untuk tidak menghentikan taxi dan berlari kembali, karena ia tahu bahwa ini bukan lah tempatnya. Dengan hati yang berat, Farel meninggalkan Trisha yang terus berdiri di depan rumah, berharap ayahnya akan kembali secepat mungkin.
Di dalam mobil, Farel berbisik pada dirinya sendiri, seolah mencoba meyakinkan hatinya. "Ayah akan kembali, Trisha. Ayah pasti akan kembali."
Beberapa minggu berlalu sejak Farel kembali ke rumahnya. Di rumah keluarga Wijaya, kehidupan sehari-hari berjalan seperti biasa, namun ada sesuatu yang berubah pada princess kecil mereka. Gadis itu mulai kehilangan semangatnya. Awalnya, hanya terlihat seperti perubahan kecil, seperti menjadi lebih pendiam, sering melamun, dan tak lagi bersemangat dengan hal-hal yang dulu ia sukai. Namun, perubahan ini semakin hari semakin jelas.
Greesell mulai menyadari bahwa ada yang tidak beres dengan putrinya. Suatu malam, ia melihat Trisha duduk diam di kamar tanpa melakukan apapun, ia memutuskan untuk mencoba mengajak ngobrol anak nya itu.
"Trisha, kamu kenapa sayang? Akhir-akhir ini kamu kelihatan lebih banyak diemnya" tanya Greesell dengan penuh perhatian, duduk di samping putrinya.
Trisha menoleh dengan mata yang kosong, lalu menundukkan kepala. "Aku... nggak tahu, Bu. Aku cuma... merasa hampa aja. Rasanya kayak ada yang hilang, dan aku selalu ngeliat ayah kalau lagi bengong"
Greesell merasakan hatinya mencelos mendengar jawaban putrinya. Ia tahu Trisha sangat merindukan ayahnya, tetapi ia tidak menyangka dampaknya bisa sebesar ini. "Sayang, percaya sama ayah ya? ayah pasti kembali kok"
Namun, Trisha menggeleng pelan. "Aku takut kalau ayah nggak akan kembali. Dan kalau ayah pergi lagi, aku takut aku nggak bisa bertahan."
Hari-hari berikutnya, kondisi Trisha semakin memburuk. Ia mulai mengalami insomnia, kehilangan nafsu makan, menangis tanpa alasan yang jelas. Sekolah pun menjadi suatu hal yang sangat ia benci, dan prestasinya mulai menurun. Bahkan teman-temannya di sekolah mulai khawatir melihat perubahan yang begitu drastis pada Trisha.
Satu malam, Trisha tidak bisa tidur sama sekali. Ia hanya berbaring di tempat tidur, menatap langit-langit dengan pikiran yang berputar-putar entah ke mana. Semua rasa sakit dan ketakutan yang ia rasakan menumpuk, hingga akhirnya ia merasa benar-benar tak berdaya. .
"Tapi Ayah, aku nggak kuat lagi," Trisha terisak, suaranya pecah. "Aku butuh Ayah di sini. Aku nggak mau kehilangan Ayah lagi."
Perasaan bersalah tiba-tiba datang menyelimuti Farel, dan untuk pertama kalinya, ia benar-benar merasakan dampak dari keputusannya untuk meninggalkan Trisha lagi. Semenjak ia meninggalkan trisha, sejak hari itu juga hidupnya tak bisa tenang. Ia kerap menutup dagangannya lebih cepat karna ia tak kuasa menahan rasa gelisah dan takut dalam dirinya.
Sementara itu, Greesell semakin khawatir dengan kondisi Trisha. Setelah melihat putrinya mengalami panic attack di tengah malam, ia memutuskan untuk mengambil tindakan. Greesell menghubungi Farel, kali ini dengan nada yang serius.
"Mas, Trisha butuh kamu. Dia benar-benar hancur. Aku nggak tahu lagi harus gimana. Kamu harus kembali, Mas, atau aku takut hiks....please mas, i beg you to comeback, please?"
Mendengar kata-kata Greesell, Farel merasa seolah-olah dunia runtuh di sekitarnya. Dia tahu inilah saatnya untuk kembali. Tidak ada pekerjaan atau tanggung jawab lain yang lebih penting daripada kesehatan mental putrinya.
HUHUHU kasihan ica, semoga pak farel mau rujuk ya sama ibu icel!
Done untuk double up ya guys! besok bakal lanjut middle child! ditunggu aja!
Vote + komen janlup yeeeeee
Makaciwwwww
KAMU SEDANG MEMBACA
REUNITED
FanficSetelah sekian lama menjalani kehidupan pernikahan yang harmonis, sebuah kesalahpahaman besar memisahkan sepasang suami dan istri. Sang istri berjuang sendirian menghadapi masa kehamilannya, terjebak antara kebencian dan cinta yang masih ada untuk s...