BAB 1

275 32 1
                                    

Langit terlihat mendung seolah memahami perasaan seorang gadis yang menatap nanar pemandangan yang ada di depannya. Gadis itu tak bisa berbuat apa-apa, hanya bisa melihat satu persatu keluarganya dipenggal di hadapannya. Air mata yang sedari tadi ia tahan tak lagi bisa di bendung, mengalir deras di pipinya saat sang ayah meregang nyawa di depan matanya sendiri. Mengapa takdir begitu kejam padanya dan keluarganya? Gadis itu hanya bisa pasrah, tak akan ada yang bisa menolong nya kecuali keajaiban, yang dia sendirinpun tak mempercayainya.

Setelah ayahnya, Guillotine itu merenggut nyawa adik laki-lakinya dan juga ibunya. Kini tinggal gilirannya, seorang pria jangkung dengan kasar menarik gadis itu mendekat kearah guillotine, meletakkan kepala gadis itu pada papan kayu yang sudah berlumuran darah.

"BUNUH DIA!" 

"BUNUH PENGHIANAT ITU"

"KAU PANTAS MATI"

Alysia menatap kearah kerumunan orang yang tak henti-hentinya memaki dirinya dan keluarganya atas tindakan yang bahkan tidak pernah keluarganya lakukan. Diantara kerumunan itu, ia menangkap sesesok pria bersurai pirang yang menatapnya datar seolah tak merasa bersalah atas fitnah kejam yang ia layangkan kepada keluarganya. Gadis itu menatap Cesare dengan penuh kebencian. Ia menyesal, sudah pernah menaruh perasaan pada mantan tunangannya itu. Bagaimana laki-laki itu bisa dengan tega, menghancurkan keluarganya dengan tuduhan penghianatan dan pemberontakan, padahal dialah orang yang sudah menjebak keluarganya, namun siapa yang percaya?

Alysia menundukkan pandang kebawah dengan tatapan kosong, melihat sisa darah kelurganya yang kini sudah pergi meninggalkan dunia ini lebih dulu. Kini ia tak lagi takut dengan kematian, karena keluarganya sudah menunggunya disana.

"Alysia" panggil seseorang dari arah kerumunan. Alysia sontak mengalihkan pandang ke sumber suara. Seorang pria dengan rambut hitam membelah kerumunan, berlari kearah Alysia yang sebentar lagi akan meregang nyawa. Namun langkahnya tertahan oleh dua orang prajurit yang tak membiarkannya mendekat.

Zedkiel, memandang Alysia dengan tatapan sayu, air mata pria itu menetes, seolah tak rela membiarkan wanita didepannya itu mati. Alysia melebarkan matanya, ini kali pertamanya melihat pria itu menagis. Mengapa dari sekian banyak orang yang ada, hanya dia satu-satunya orang yang menangisi kepergiannya.

Alysia bergumam dalam hati, jika dirinya diberi kesempatan kedua, dia ingin membalaskan dendam pada orang yang sudah mengahancurkan dirinya dan juga keluarganya. Dia tidak ingin membuat orang itu hidup dengan tenang. Tak lama kemudian, Pisau berukuran besar itu turun dengan cepat, memenggal kepala Alysia.

***

Seorang gadis terbaring lemah didalam sebuah kamar mewah. Salah satu jari gadis itu bergerak pelan. Alisnya sedikit berkerut, matanya yang terpejam bergerak, hingga akhirnya mata gadis itu terbuka sempurna.

"Dimana ini? Apa aku sudah mati?" gumamnya seraya menatap langit-langit bangunan dengan bingung.

Gadis itu mendudukkan badannya sembari memegangi kepalanya yang terasa pening. Ia mengedarkan pandang ke seluruh ruangan yang terlihat seperti sebuah kamar, terasa asing baginya. Dimana dia sekarang? Apa dia saat ini sudah di surga?

Gadis itu memegangi lehernya dengan raut pucat, pisau besar yang memenggal lehernya masih terasa ngilu ia rasakan. Ingatan saat satu persatu saat dirinya dan seluruh keluarganya di penggal masih terasa nyata, membuat ketakutan membuncah dalam benaknya.

Gadis itu menegok kearah daun pintu yang dibuka seseorang dari luar, memperlihatkan seorang gadis muda yang melihatnya dengan raut senang. "Tuan putri anda sudah sadar, saya akan segera memanggil dokter istana" ujar gadis yang usianya tak jauh berbeda dari nya. Gadis itu pun bergegas pergi keluar.

Back to Life for RevengeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang