Chapter 8

859 139 38
                                    

Setelah menyelesaikan urusannya di toilet, Kala berjalan santai sambil melihat-lihat suasana sekolah yang sepi karena jam pelajaran masih berlangsung.

Mengabaikan peringatan Bu Inara yang memintanya untuk langsung kembali ke kelas segera setelah dari toilet, langkah kaki Kala malah berbelok ke koridor jalan menuju rooftop sekolah.

Toh juga bel istirahat akan berbunyi dalam kurang dari 15 menit lagi. Jadi Kala memutuskan menghabiskan waktunya untuk menyendiri di rooftop.

Ia berjalan sambil sesekali menyugar rambut pendeknya ke belakang. Bersenandung kecil mengusir kebosanan.

Saat melewati ruangan kosong yang merupakan kelas terbengkalai, langkah kaki Kala sontak terhenti. Samar-samar telinganya menangkap suara perdebatan antara dua orang yang berasal dari belakang ruangan tersebut.

Kala menengok ke depan dan ke belakangnya, sepi sekali disini.

Mengingat lorong yang sepi dan jarang di lewati membuat Kala berpikir, siapa gerangan yang mendatangi tempat sesepi ini hanya untuk bertengkar.

Rasa penasarannya membuncah, tadinya Kala ingin mengabaikan saja dan melanjutkan niatnya untuk pergi ke rooftop. Namun suara dari salah satu orang itu terdengar tidak asing, kalau memang benar dia, Kala khawatir telah terjadi sesuatu. Jadilah Kala membawa langkahnya memutar menuju belakang ruangan tersebut.

Sesampainya disana, Kala diam-diam mengintip dari balik tembok. Menyaksikan perdebatan dari dua siswi yang saling berhadapan.

Karena sudah terlanjur mengetahui pertengkaran itu, Kala memutuskan untuk menguping. Sekaligus berjaga-jaga jika nanti sesuatu yang tak diinginkan sampai terjadi.

Kala menajamkan pendengarannya, berusaha mencari tahu alasan di balik pertengkaran keduanya.

"Lo gak usah sok berkuasa! Jangan mentang-mentang lo anak pemilik sekolah, lo bisa seenaknya ikut campur urusan gue! Lo ngerusak kesenangan gue, gara-gara lo anak cupu itu jadi bisa kabur."

Salah satu gadis itu berteriak marah, ia menunjuk-nunjuk wajah dari lawan bicaranya.

"Ini sama sekali gak ada kaitannya sama status gue di sekolah ini, ini soal kemanusiaan. Gue gak bisa diem aja setelah ngeliat lo nge bully orang di depan mata kepala gue sendiri!"

"Gue bilang jangan ikut campur, Aurora Mahendra!"

"Gak akan! Sebelum lo berhenti ngelakuin pembullyan."

Gadis berambut coklat panjang itu semakin geram melihat Rora yang sama sekali tak gentar akan gertakannya.

Dia maju selangkah, tangannya meraih kerah seragam Rora.

"Jangan ngelewatin batasan lo, Aurora. Walaupun bokap lo William Mahendra, itu sama sekali gak bikin gue takut. Kalau gue mau, gue bisa aja ngelakuin hal yang sama ke yang gue lakuin ke anak cupu tadi."

Tangan gadis itu beralih menarik rambut panjang Rora, hal itu membuat Rora meringis kesakitan.

"Lepasin!"

Si pelaku hanya tersenyum remeh, merasa puas melihat Rora yang tak bisa berkutik.

"Harusnya lo sadar Aurora, selain karena kekuasaan bokap lo, gak ada keunggulan lain yang lo miliki. Lo gak lebih dari cewek lemah yang bisa dengan mudah gue tindas."

"Lo berniat ngelindungin orang lain, tapi liat sekarang, lo bahkan gak bisa ngebela diri lo sendiri."

Sementara itu, Kala yang menyaksikan semuanya sudah memanas di tempatnya sekarang. Ada rasa tidak terima melihat kakaknya diperlakukan seperti itu.

Complicated ; BabyMonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang