Chapter 12

852 147 40
                                    

Suasana di dalam mobil terasa dingin dan canggung. Hanya terdengar suara alunan musik yang sengaja dinyalakan Kala untuk mengurai ketegangan.

Berakhir harus berada di satu mobil bersama Ayana, Kala memilih untuk duduk di kursi depan di sebelah Pak Tian.

Ia tak mau duduk berdekatan dengan Ayana.

Masih ingat kan? Selain Runa, Ayana adalah kakak yang paling dihindari oleh Kala.

Walaupun tidak pernah bermain fisik, tapi mulut Ayana ini kalau sudah bicara dengan Kala bisa jadi lebih pedas dari biji cabai.

Kalau kata Kala sih, Ayana ini mewarisi nafas iblisnya Runa.

Kalau Runa adalah combo dari semua kelakuan iblis, nah Ayana ini sepertinya telah mengambil sebagian kecil dari sifat jelek Runa.
.......

Merasa ada yang memperhatikan, Kala melihat ke arah kaca. Ternyata firasatnya benar, Ayana diam-diam tengah menatap dirinya lewat kaca.

"Ngapain sih si nenek lampir ngeliatin gue."

Kala yang merasa risih sama sekali tak berani menegur sang kakak. Untuk mengindari tatapan itu, Kala memilih memalingkan wajah memandangi jalan raya.

"Dek Kala, ini kita kemana dulu ya? Tujuan Dek Kala sama Non Aya beda kan?" Pak Tian yang sejak tadi ikut diam karena merasakan atmosfer kurang mengenakan dari kedua bersaudara itu akhirnya buka suara.

Sebenarnya Pak Tian cukup segan untuk bertanya, mengingat bagaimana perangai dari anak keempat majikannya.

Si gadis sensian dan gampang marah.

Namun jika tidak ia tak bertanya ia juga takut melakukan kesalahan yang berujung kena semprot juga nantinya.

Ia mengingat ucapan Anna yang memintanya untuk mengantarkan Ayana terlebih dulu, tapi Pak Tian lupa menanyakan tempatnya.

Pak Tian yang merasa enggan bertanya langsung pada Ayana akhirnya mengalihkan pertanyaannya pada Kala yang jelas-jelas lebih bisa diajak bicara.

Sementara Kala yang di beri pertanyaan itu malah ikut kebingungan. Pasalnya ia juga tidak tau tujuan Ayana.

Kala ingin membuka mulutnya untuk bertanya langsung pada Ayana. Tapi rasa ragu mendominasi perasaan Kala.

"Kenapa sih gue harus terjebak disini sama Kak Aya." jerit Kala dalam hati.

"Antar aku ke Cafe Pelangi yang ada di dekat Mall di pusat ibukota."

Ayana yang sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Kala lantas bersuara tanpa perlu ditanya. Ia melakukannya atas inisiatif sendiri, paham betul kalau Kala enggan bicara padanya.

Pak Tian yang mendengar ucapan Ayana sontak mengangguk. "Baik Non."

Setelahnya Pak Tian kembali fokus menyetir, namun matanya sesekali mencuri pandang ke arah Kala yang entah sejak kapan mulai terkantuk-kantuk. "Adek ngantuk, nak?" tanyanya.

Kala yang tubuhnya hampir terhuyung ke depan sontak kembali tegap. "Hehe, ngantuk dikit Om." cengirnya.

Pak Tian tertawa ringan, mengusap kepala Kala penuh sayang. "Sabuk pengamannya dipakai dek, bahaya itu kalau ngantuk nanti kebentur ke depan."

"Iya, Om Iyann."

Mereka berdua akhirnya tertawa bersama, mengabaikan sejenak keberadaan Ayana di belakang yang kini memandang jengkel interaksi mereka.

"Berasa figuran gue disini."

Ayana memalingkan wajahnya ke samping, memilih memandangi jalanan daripada melihat adegan manis di hadapannya.

Complicated ; BabyMonsterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang