Part 2

246 47 4
                                    

PDF Memories From The Past sudah ready ya. Promo 50rb cuma hari ini. Besok sudah harga normal 55rb. Yang minat segera hubungi nomer saya

082216211114

Happy reading 🥰

____**____

Lukman memasukkan Sandra ke dalam pelukannya. Ia tahu putrinya sangat syok sekarang. Sandra yang terbiasa hidup mewah sejak kecil, harus menerima kenyataan jika kini ia kehilangan segala kemewahan dan kenyamanannya. Lukman merasa sangat bersalah sebenarnya. Tapi apa boleh buat, ia sudah tidak bisa mempertahankan perusahaannya lagi.

"Pa, lalu kita gimana sekarang?" Tanya Sandra sambil menangis sesenggukan.

"Kita pulang ke Sukabumi. Rumah ini di sita. Dan ada yang harus kita syukuri. Setidaknya kita tidak punya hutang lagi. Kita bisa ke Sukabumi dengan tenang dan papa akan mencari kerja di sana. Mungkin kamu harus menunda kuliah karena sekarang Papa tidak punya biaya untuk pendaftaran. Maafkan papa."

Dewi berdiri, ia menepuk pundak Putri dan suaminya. Ia tahu semua ini tidak mudah bagi keduanya. Dirinya juga harus ikhlas. Namun, sekarang bukan waktunya untuk mengeluh. Ia dan Sandra harus mendukung suaminya agar tetap berusaha di tengah kekurangan mereka.

"Sudah, ayo kita pergi. Mobil yang kita sewa sudah ada di depan. Sandra, ganti pakaian kamu dengan pakaian yang sudah mama siapkan. Semua keperluan kamu sudah Mama masukkan ke dalam koper. Jadi kamu nggak perlu siap-siap. Barang-barang lain akan diangkut oleh truk yang akan kita sewa besok. Mama sudah bernegosiasi dengan pihak bank dan mereka mau memberikan keringanan sampai besok untuk mengangkut sisa barang-barang kita."

"Tapi Ma__"

"Sudah. Sekarang bukan waktunya untuk menangis. Kita bertiga harus kuat menghadapi kenyataan ini."

Sandra mengangguk kemudian berjalan ke kamarnya untuk mandi dan berganti pakaian. Sandra benar-benar tidak percaya dengan apa yang terjadi saat ini. Rumah yang dari kecil sudah ia tinggali, kini harus beralih ke pihak bank karena perusahan papanya bangkrut. Apa yang akan terjadi setelah ini? Sandra benar-benar ingin menangis saat memikirkannya.

Setelah selesai mandi dan berpakaian, Sandra turun dari kamarnya. Ia melihat mamanya tengah menghapus air mata menyadari kedatangannya. Sedangkan papanya sudah diluar untuk menata barang-barang yang akan mereka bawa.

"Ayo Sayang, Papa sudah hampir selesai. Kita berangkat ke rumah nenek sekarang."

Sandra mengangguk kemudian mengikuti mamanya keluar dari rumah. Papanya sudah selesai menata koper-koper mereka. Ketika masuk ke dalam mobil minibus yang mereka sewa, Sandra menatap rumahnya dengan mata berkaca-kaca, beginikah akhir nasib keluarganya. Harus pindah dari rumah mewah mereka karena bangkrut.

"Sandra."

"Iya Ma."

"Nanti di depan kita berhenti sebentar ya. Kita mampir minimarket dulu buat beli minuman. Tadi yang mama siapin kayaknya ketinggalan."

"Iya Ma."

"Nanti di depan kita berhenti ya Pak."

"Baik Nyonya."

Sopir minibus menghentikan kendaraannya saat sampai tepat di depan minimarket. Sandra dan Mamanya turun untuk membeli minuman karena perjalanan mereka masih cukup jauh.

Keduanya membawa empat botol air mineral kemasan besar. Dewi sudah masuk ke dalam mobil sementara Sandra masih berkutat dengan ponselnya yang saat ini tengah berbunyi. Dengan sedikit kesusahan, Sandra meraih ponsel dari dalam tasnya sambil membawa dua botol besar air mineral. Ia tersenyum melihat nama Marcello di sana. Namun saat Sandra akan mengangkatnya, tiba-tiba ponselnya dijambret orang.

"Toloooong!! tolooooong, jambreeeet!!!"

Sandra langsung berteriak dan menangis. Sementara sang sopir, Lukman dan Dewi segera keluar dari mobil. Mereka berusaha menenangkan Sandra yang menangis tersedu-sedu. Mereka menatap jalan di mana si pencopet sudah melarikan diri terlalu jauh menaiki motor bersama temannya dan tidak mungkin terkejar.

Sandra menangis dipelukan papanya. Tidak mungkin bagi mereka untuk mengejar pencopet itu. Dan untuk lapor polisi mungkin juga sia-sia. Polisi mungkin tidak akan mau mengurus kasus remeh seperti kehilangan ponsel. Dan juga, mereka tidak memiliki uang sekarang. Sudah jadi rahasia umum jika polisi akan bergerak cepat jika ada uang dibelakangnya.

"Sudahlah sayang. Kita relakan saja. Mungkin itu bukan rezekimu. Nanti kalau papa sudah bekerja, papa akan membelikanmu yang lebih bagus." Ucap Lukman menenangkan putrinya yang saat ini masih menangis sesenggukan.

"Tapi Pa, di sana ada nomor teman-temanku. Foto-foto kenanganku juga di sana semua. Kalau ponselku hilang, itu semua juga akan hilang Pa."

"Kita ikhlaskan saja. Jika dicari, akan memerlukan waktu yang lama dan mungkin juga tidak akan ketemu. Sementara Papa harus segera mencari pekerjaan agar kita semua bisa makan dan tidak kekurangan apapun. Kamu ngerti kan?"

Sandra menggangguk di pelukan papanya. Meskipun ia sangat keberatan dengan keputusan papanya, Sandra tidak bisa berbuat banyak. Saat ini keadaan ekonomi keluarganya sedang tidak baik, dan Sandra tidak mau menambah masalah papanya dengan mempermasalahkan sesuatu yang sebenarnya masih bisa dibeli lagi.

**

"Gimana Pa, dapat apa nggak posisinya? Dari pagi ibu udah kemari nanya terus." Tanya Dewi saat suaminya pulang. Lukman baru saja mendapatkan panggilan interview dari salah satu perusahaan temannya. Setelah satu bulan menanti, mereka berharap sang papa bisa segera mendapatkan pekerjaan.

"Alhamdulillah Ma. Papa diterima, tapi ____"

"Tapi apa Pa?" 

"Tapi kita harus pindah ke Semarang dan ngontrak di sana. Kalau nanti hasil kerja papa bagus, papa bakal di pindahkan ke perusahaan induk yang ada di Jakarta."

"Alhamdulillah Pa. Setelah penantian lama, akhirnya papa dapat kerjaan."

"Sandra mana Ma?"

"Di kamar Pa."

"Masih belum baikan?"

"Belum Pa. Padahal udah minum obat masuk angin."

"Gimana kalau kita bawa ke dokter aja Ma. Papa pesan taksi sekarang."

"Iya Pa. Mama juga khawatir. Entar kenapa-napa malah nolongnya telat."

"Mama bantu Sandra dulu, biar papa pesan taksinya."

Dewi mengangguk, ia berjalan menuju kamar putrinya sementara Lukman memesan taksi. Mereka membawa Sandra yang lemas ke rumah sakit terdekat dan untungnya segera mendapatkan penanganan.

Ketiga orang itu duduk di hadapan dokter yang kini sudah selesai memeriksa Sandra. Dewi harap-harap cemas menanti keterangan dari sang dokter yang kini duduk di hadapan mereka.

"Bagaimana keadaan putri saya, dok? Kenapa sudah beberapa hari ini masuk angin tapi tak kunjung sembuh. Sudah saya obati terus saya beri minum air jahe hangat. Kenapa terus mual-mual."

Dokter yang memeriksa Sandra menghembuskan nafas berat. Melihat usia gadis itu, dipastikan bahwa pasiennya masih berstatus pelajar. Dan keadaan gadis itu sekarang kurang baik. Dokter sedikit bingung bagaimana menjelaskan hal itu kepada kedua orang tuanya.

"Begini Pak Bu, sebenarnya Putri anda tidak apa-apa." Ucap dokter itu pelan, membuat Dewi maupun Lukman sedikit lega mendengarnya. Namun mereka juga bingung kenapa kondisi Sandra tidak kunjung membaik.

"Maksud dokter tidak apa-apa bagaimana? Kenapa tidak membaik jika tidak apa-apa."

"Begini Bu, kondisi yang dialami oleh Putri ibu umum dialami oleh wanita yang sedang hamil. Saat ini Putri ibu sedang hamil dua bulan dan karena itu mungkin mengalami mual-mual karena hormon kehamilannya."

Seketika Lukman dan Dewi mematung. Mendengar penjelasan dokter tadi benar-benar tidak masuk akal bagi mereka. Sandra baru saja lulus SMA. Bagaimana bisa putrinya itu hamil sekarang. Cobaan seolah tidak henti-henti mendera keluarga mereka. Kebangkrutan perusahaan mereka, dan kini putrinya hamil diluar nikah di usia yang masih belia. Menghadapi kenyataan ini, Lukman dan Dewi tidak tahu harus taruh di mana muka mereka sekarang di hadapan keluarga besar mereka.

Memories From The Past Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang