Bab 2

16 1 0
                                    

Pintu bilik kayu itu diketuk berulang, tak menyabar. "Mummy, I need to talk to you." Tangannya masih setia mengetuk pintuk bilik yang tertutup rapat itu.

"What's wrong, Emir? Tak menyabar ni?"

Wajah Tengku Amira yang bertelekung, penuh dikornea mata. "I'm sorry kacau mummy solat."

"Kamu dah solat?" Wajah anak lelakinya dipandang tepat.

Diam.

"So, apa yang penting sangat sampai tak henti ketuk pintu bilik mummy?"

"You know something about Elena right?"

Diam.

"Mummy..."

Nafas dihela dan dilepas lambat. "Why you bother about her after two year, Emir?"

Diam.

Emir yang menunduk diam direnung lama sebelum sekali lagi nafasnya dihela kuat. "Go pray your asar. Mummy nak mengaji." Tanpa jawapan balas dari Emir, pintu bilik yang kembali ditutup rapat hanya dibiar.




Sejadah putih yang bersulam dipandang kosong, tempat yang sesekali dia singgah, banyaknya dibiar sepi. Dan kali ini dia hanya membiarkan tubuhnya terkunci diam disejadah itu. Jiwanya kosong bagaikan bingung setelah pertemuan tanpa sengaja tempoh hari.

Siapa sangka, percutian untuk mengubati hatinya yang ditinggalkan sang kekasih membawa kepada pertemuan yang tak disangka. Dan anehnya, segala rasa yang membeban hati takkala ditinggal Natasya Nelissa, kekasih hatinya bagaikan hilang saat anak mata terpaku pada raut wajah yang telah lama padam dalam kotak memorinya.

"What's wrong with me, Rabb?"

Air matanya jatuh bersama senak didada yang tak terungkapkan.


Khilaf

adakala dipandang remeh

saat hati yang dilukai yang menanggung sakitnya

lalu mereka yang melukai lupa

mereka jua punya hati

yang pasti suatu masanya akan diuji

ketika itu mengertilah mereka sakitnya dilukai

takkan hilang walau dengan berjuta kemaafan.




Kerusi ditarik dan punggung dilabuhkan. Scrambled egg disenduk dan diletak ke pinggan kosong didepannya.

"Emir masuk pejabat?"

"Yes, daddy."

"But you still have a week left?"

"I'm done."

Tengku Amira memaku pandang pada wajah Emir yang sedang mencedok baked beans sebelum dialih ke wajah Tengku Haidar yang sedang sedia memandangnya. 'What happened to him?'

Tengku Amira menjungkitkan kedua bahunya, tanda dia tak menahu. Dan Tengku Haidar menggelengkan kepalanya perlahan sebelum kembali menyuap bihun goreng ke dalam mulut.




Sudip dipusing dan telur dipan diflip gulung. Sementara menunggu egg rolls nya masak, dua keping roti dimasukkan ke dalam toaster.

Elena yang ralit menyiapkan breakfast masih tidak menyedari kehadirannya. Kaki menapak seperlahan mungkin. "Morning!"

Sudip ditangan kanan spontan naik ke atas. "Eliya!" Dada spontan ditepuk perlahan. "It's not funny okay!"

Sengih. "Sorry."

"You're not so sorry."

Gelak. "You know me well."

Geleng. "Eshal dah bangun?"

"I think so. Tadi nampak macam Marry tengah mandikan dia."

"Oh, okay."

Cawan coffee Elena yang masih berasap dicapai dan diteguk perlahan. "It's so coarse!"

Gelak. "It's mine. Make one for yourself."

"I'm gonna miss you and Eshal!" Suaranya sayu sebelum butang pada mesin coffee ditekan.

"Then, move here." Roti di toaster ditarik dan diletak ke pinggan.

"Why not you move back?" Belakang tubuh Elena yang sedang menyusun makanan dimeja direnung.

"I'm fine here."

Eliya tersenyum pendek, tahu sangat itulah jawapan sama yang sering keluar dari mulut kakaknya. "It's okay, I'll come back later."

Tubuh dipusing mengadap Eliya yang sedang memeluk tubuhnya santai bersandar dikabinet kitchen bersebelahan dengan mesin coffee. "Thanks."

"Mummy!"

"Assalamualaikum and good morning sayang." Tubuh kecil anak gadisnya dipeluk.

Eshal sengih menampakkan gigi depannya yang hanya ada enam baris di atas dan empat baris dibawah.

"Eee mummy geram betul dekat you!" Pipi tembam anaknya dicium berkali membuatkan Eshal mengekek ketawa.

"Aunty pun geram dekat budak comel ni!" Eliya yang muncul dan menggeletek perut Eshal membuatkan gadis kecil itu ketawa dengan kuat.

"Mummy, help!" Tengkuk Elena dipeluk kuat, cuba mengelak dari jemari aunty Eliya nya.

"Dah, jom makan." Tubuh Eshal didukung dan diletak ke children dining chair. Egg rolls diletak ke dalam mangkuk yang tersedia dikerusi Eshal sebelum tangannya kembali mencedok bubur nasi untuk anak gadisnya.

"Here." Sudu plastik kecil comel itu diletak ke tangan Eshal. "Enjoy your breakfast, sayang."

Eliya tersenyum memandang Eshal yang sedang menyuap bubur nasi ke dalam mulutnya. "Pandainya anak saudara aunty ni!"

"You should eat now Eliya."

Jam ditangan kirinya diselak pandang. "Oh, God!" Dengan terburu, bihun goreng disuap ke dalam mulutnya laju.

Elena geleng kepala.

Hening RinduWhere stories live. Discover now