Eshal yang sedang membina istana pasir dipaku pandang. Dagu ditongkat dengan telapak tangan yang ditahan ke lututnya tanpa mengalihkan pandangannya.
"Mommy, look!"
"You did a good job, sayang"
Kedua belah telapak tangannya disatukan dan bunyi tepukan dihasilkan. "Yeayyy."
Elena senyum, memandang kelibat si anak tidak pernah menjemukan. Tanpa sedar, fikirannya kembali melayang pada perbualannya dengan Megat Hamzah seminggu yang lepas.
"Papa need you."
Kepala diangkat dari skrin iPhone dan tepat memandang ke wajah Megat Hamzah yang sedang memandangnya. "Pa..."
"I know you are not ready to come back here. But, I really need you."
"I can't pa. I'm sorry."
Megat Hamzah melepaskan keluhan. Kelopak mata dipejam seketika sebelum kembali memandang wajah anak gadisnya. "What should I do to bring you back?"
Kepala digeleng perlahan. "I don't know pa. I just don't feel like going back here, not the office too."
"When it's time for you to come back to office, I won't accept any excuses from you."
"Pa..." Suaranya mati. Hanya anak mata memaku pandang belakang tubuh Megat Hamzah yang sedang berjalan meninggalkannya.
Tanpa sedar keluhan terlepas dari bibir. Pelipis kanan diurut perlahan. Angin pantai yang bertiup kuat menerbangkan shawlnya lalu menutupi separuh mukanya.
"Why mommy?"
Shawl yang menutupi mukanya dibetul letak. "Nothing sayang. Are you're done?"
Angguk. "I'm hungry." Perut buncitnya ditekan jemari kecilnya dan Elena ketawa lepas dengan gelagat lucu anaknya.
"Are you that hungry?"
Kepala diangguk laju. "So so hungry mommy."
Hidung mancung Eshal dicuit bersama gelengan kepala dan ketawa yang masih tersisa. "Let's go and eat."
Jemari Elena digenggam dan mereka berjalan beriringan menuju ke dayang cafe resort.
Elena yang agak sibuk tanpa menyedari kehadirannya ditegur. "Maam."
Kepala dikalih seketika memandang tepat ke wajah Marry yang sedang berdiri tercegat disisinya sebelum kembali memasukkan fail dan helaian kertas ke dalam duffel bagnya. "Yes Marry?"
"Today, sir will come and pick up Eshal."
"Oh." Suaranya mati hanya tangan masih lincah membelek helaian kertas didalam fail hitam. "Okay." Fail ditutup dan disumbat ke dalam duffel bag. Wajah Marry kembali dipandang, "You will go with her and I will call you later."
Dia masih setia mengekor Elena yang sedang menyarung heels ke kakinya. "Okay, maam."
"Thanks, Marry."
Anak mata setia memaku pandang susuk tubuh Elena yang akhirnya hilang ke dalam perut kereta.
Pintu bilik ditolak buka dan tubuhnya dibolos masuk. Tali bag dibahu ditarik dan diletak ke meja.
"Mommy, mommy, I can't see you."
Skrin iphone dibetul letak. "I'm here, sayang." Eshal yang sedang menunjukkan buku colouringnya yang baru dibeli daddynya dipaku pandang. "Wow, you have so many books."
"One, two, three mommy."
Elena ketawa. "That's right, sayang."
"This is my colouring pencils. It's big mommy."
"Yeah, so big. Do you love it?"
Kepala diangguk. "Eshal and kakak, color."
"Oh ya? What are you coloring?"
"It's bunny, mommy."
"Oh, that's great!"
"Daddy makes bunny. Eshal loves bunny."
Elena tersenyum melihat anak gadisnya yang sedang ralit bercerita sebelum suara kasar Emir menerobos speaker iPhone dan masuk ke gegendang telinganya. "It's late, sayang. You need to sleep now, come."
"Bye, mommy." Skrin iPhone dicium sebelum tubuhya didukung Emir.
Panggilan dimatikan. "Bye, sayang mommy..." Kelopak mata dipejam. Rindu betul kat budak masam tu! 'Mommy can't wait to see you, sayang!'
YOU ARE READING
Hening Rindu
Romance"I am not interested in marriage." Dan tanpa tahu betapa gadis itu benar memaknakan sebaris ayat itu, tidak dia sedar keputusan nekad yang diambilnya sekali lagi berakhir dengan luka yang dalam, menghancur lumat hati yang telah retak terbelah itu. E...