Bab 9

3 1 0
                                    

3 months later.

Elena yang duduk dimeja makan dan sedang menikmati masak lemak ketamnya dipaku pandang. Kaki terasa berat untuk menyusun langkah namun bagaikan tiada pilihan kecuali kena hadap, itulah satu-satunya pilihan yang dia ada.

Salam dihulur menyapa. "How are you?"

"I'm good, Kak Lisa tak datang?"

"She will stop by on her way back later."

"Oh-okay. Do you want some?" Mangkuk ketam masak lemak disua ke arah Fadza. "No, later."

Kepala diangguk dan baki nasi terakhir disuap ke mulut.

"I'll be in the living room."

"Okay."




Langkahnya perlahan dek kerana kedua belah tangan yang sedang menatang dulang penuh berisi dengan buah-buahan dan jus orange. Dulang diletak cermat dan belum sempat punggung dilabuh ke sofa, bunyi bell membuatkan tubuhnya spontan menyusun langkah berjalan menuju ke pintu utama dan Fadza hanya diam memaku pandang gelagat Elena.

"Kak Lisa! I miss you..."

Dua susuk tubuh sama tinggi itu selamat berpelukan. "Miss you too, El!"

"Jom masuk, Fadza was in the living room."

Angguk. "Jom."




Elena dan isterinya yang sedang ralit bersembang dikalih pandang buat kesekian kalinya. Suara bagaikan tersekat dikerongkong, tak terluah.

"Do you have something to tell me?"

Pertanyaan spontan Elena membuatkan dua kepala saling berpandangan. Liur yang ditelan mereka saat ini seakan berpasir.

"Fadza?"

"There's something I need to tell you even though I'm not sure I should or not."

"What?"

"Promise me you'll let me or Kak Lisa stay with you?"

Dan dia terdiam saat permintaan terakhir Fadza bagaikan isyarat beratnya berita yang harus dia pikul. Nafas ditarik dalam. "Okay..."

"Emir decided to settle in London..."

Dia jeda kebingungan seketika sebelum suara yang hilang, kembali "Which means what?" Tangannya yang digenggam Lisa, terasa kuat.

"...because dia dah get back dengan his first love. That girl dapat job kat sana, so they decide to..."

Tanpa sempat ayatnya dihabiskan, tawa yang meletus dari bibir Elena mekakukan kedua mereka takkala itu bukanlah reaksi biasa atau normal dari Elena.

Kepala digeleng berulang, "He made me feel like I'm a teenage girl yang dibodohkan dengan cinta monyet!" Pangkal hidung dipicit.

"El, I'm sorry..." Suaranya rendah, menahan pelbagai rasa yang menggauli dan sungguh dia rasa bersalah.

"You are not the author of my destiny, it is what it is. I'm sorry to hear this from both of you...again." Senyum. "Only He knows how much I owe both of you."

"Elena..."

"I don't think I can stay here anymore. Can I crashed over your place before I get the new place?"

"Sure, dear. Let me help you."

"Thanks, Kak Lisa."

"Mention not."

Kelibat isteri dan adiknya yang hilang dibalik anak tangga dihantar pandang. Telapak tangan diraup ke muka. 'Maafkan abang gagal menjadi abang yang baik untuk you, Elena...'




One weeks later.

Interkom dimeja ditekan.

"Yes Ms. Elena?"

"I think I need to go to hospital, can you ring someone?"

Tubuh spontan berdiri tegak. "Oh, okay puan. You stay there, I will get someone."

"Thanks Anisha."

Tanpa menunggu jawapan dari bossnya, kaki pantas berlari ke pintu lift dengan handphone melekap ditelinga. "Fuad bring the car now, emergency!"

"Baik, cik Anisha."

Hanya sekali ketuk, pintu pejabat Fadza ditolak kasar. "Boss, puan Elena emergency."

"What?"

"She needs to go to the hospital now. Fuad was waiting with the car at the lobby."

"Oh, okay." Tersedar dek suara kuat Anisha yang memberi arahan, namun kakinya tetap pantas berlari menuju ke lift.




"Family puan Elena?"

"Saya doctor, how's she is?"

"Her blood pressure is quite high yet still stable but she needs to be warded for further monitoring due to fear of risking her pregnancy."

Rahang bawahnya terbuka luas. Tak tahu bagaimana harus dia bereaksi. It's a good news of course, but will she be okay with that?

"Right now, let her rest and have a good sleep. So, I hope there aren't too many visitors for her."

"Sure, doc."




Hampir lima jam berlalu, akhirnya Elena terjaga dari tidur. "Where am I?" Anak mata Lisa dipandang tepat.

"Hospital, sayang."

"Oh...El pengsan ke Kak Lisa?"

Geleng laju. "Tak, you was about tapi sempat abang Fadza papah turun."

Nafas dihembus lega. "Alhamdulillah."

"Do you want something?"

"Mineral water, please."

Botol mineral disisi katil dicapai , dibuka penutupnya dan disua ke bibir Elena cermat.

"Let me get the nurse, they want me to inform them once you're wake up."

Kepala diangguk perlahan.




Elena yang masih diam walau hampir setengah jam berlalu after the doctor's visit, dibiar. Takkala mereka jua hilang kata untuk memujuk sekeping hati yang mungkin telah hancur berkecai itu.

"What should I do?"

Pandangan polos yang memaku tepat anak matanya hampir membuatkan air mata lelakinya menitis. "Whatever you choose, you know you always have our back."

"Thanks..." Kelopak mata ditutup rapat. "I don't want anyone else to know."

"Sure, ان شاء للّٰه ."

Kelopak mata kembali dicelik. "Which month will my belly start to show?"

"It's depends, but somehow 6-7 it will start to show."

"It's only two months left then..." Jeda. "I should hand my resignation soon. What should I told papa?" Anak mata Fadza dipaku pandang.

"Every reason will raise the suspicion. The only option that left, you should told Tok Pa."

Kepala naik turun perlahan. "Thanks, both of you!" Bibir diukir senyuman yang paling indah kerana pada saat ini buat pertama kalinya dia putuskan untuk memeluk dan menyayangi dirinya. 

Hening RinduWhere stories live. Discover now