VOTE DULU BARU BACA YAAA!!!
...
"Bang."
"Hm."
"Lo gak ada niatan nikah apa? Udah tua juga."
"Sialan!"
Ia terkekeh mendengar umpatan kakak sekaligus saudara satu-satunya. "Gue serius anjir. Lo gak ada kepikiran nikah?"
"Belum untuk sekarang."
"Kenapa?"
"Calon gue masih bocah."
"Hah?" mendengar itu membuatnya menoleh pada sang kakak yang duduk tepat di sampingnya.
Tau adiknya tengah lengah, Langit segera mempercepat permainannya. Mengambil kesempatan untuk mencetak poin. Sampai akhirnya, "Yuhuuu!" ia bersorak atas kemenangan dirinya, yang otomatis adiknya itu kalah.
"Anjirlah!" Saga bersungut saat ia mendapat kekalahan.
"Hahaha, tumben lo ngumpat. Gak cocok anjir!"
"Gue cuma manusia biasa."
"Ya ya, terserah."
Yang Langit tau, kesabaran adiknya ini besar. Mengumpat sama sekali bukan Saga. Karena itu ia sedikit terkejut mendengar umpatan sang adik.
"Lo pedo, Bang?"
"Gak lah, anjir!"
"Terus maksud lo apa calon lo masih bocah?"
"Di mata gue, lo itu bocah. Dan dia seumuran sama lo. Berarti masih bocah kan?"
Saga berdecak kesal. Padahal ia sudah dua puluh lima tahun, bocah dari mananya? Hey bahkan ia sudah seperempat abad. Astaga, Saga sendiri tidak menyadari ternyata ia sudah setua itu. Ia sendiri rasanya juga tidak menyangka. Tapi ia juga bukan seorang bocah lagi.
"Cewek lo seumuran sama gue?"
"Bukan cewek sih."
"Lah? Terus?"
"Deket aja. Tapi gue maunya langsung lamar, terus nikah deh. Gak perlu pacaran, karena gue bukan bocak kayak lo lagi."
"Tapi dia seumuran sama gue ya!"
Langit mengedikkan bahunya. "Tapi kayaknya dia belum ada kepikiran kesana deh. Soalnya dia masih keliatan menikmati hidupnya sendiri."
"Lo tau dari mana? Lo nanya?"
"Enggak sih, cuma nebak aja. Lagian gue sadar diri, gak mungkin tiba-tiba ngajak dia nikah. Yang ada dia takut sama gue. Yang ada gue dijauhin."
"Cewek kalo diajak nikah tiba-tiba gitu, bisa takut sama kita ya?"
Langit lantas tertawa keras mendengar pertanyaan sang adik yang entah kenapa terdengar sangat polos di telinganya.
"Gue serius!"
"Ya menurut lo aja gimana? Tiba-tiba diajak nikah, apalagi kalo ngajaknya main-main. Walau gue maunya langsung ngelamar, tapi tetep aja harus melalui tahap pendekatan. Harus tau satu sama lain dulu lah. Gak main lamar terus nikah aja. Gak gitu konsepnya!"
Saga mematung. Ia jadi ingat kejadian waktu itu. Ia sudah pernah melakukannya. Ia mengajak seseorang menikah. Bahkan ajakannya terlampau santai, tanpa ada hal serius yang gimana-gimana. Lagian tanggapan yang ia dapat juga penolakkan, tapi bukan yang membuat orang itu jadi takut atau menghindar. Mereka masih berhubungan baik setelah malam itu, seperti tidak terjadi apapun.
KAMU SEDANG MEMBACA
SIBLINGS
General FictionRumah tempat kembali. Rumah mereka memang sederhana, jauh dari kata cukup. Tapi karena mereka, Tama bertahan. Bagi mereka, Tama adalah rumah tempat kembali. Mereka adalah rumah bagi masing-masingnya. Rumah tempat mereka pulang, hanyalah mereka satu...