12 | Before; Ada perasaan yang lebih penting dijaga.

152 23 6
                                    

Juli di delapan tahun yang lalu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Juli di delapan tahun yang lalu.

Aslan William Behzad, 25th – Asyla Aelyn Mehr, 21th

***

Pukul sembilan malam lebih tepatnya. Asyla , Eric, dan Lita berada di sebuah kafe. Mereka memilih area rooftop bangunan, di sana tepat di ujung ruangan dekat pagar pembatas kaca yang tinggi, meja bundar dan empat kursi sebagai pilihan untuk mereka duduk berkumpul.

Bertepatan dengan itu seorang waitress datang, mereka semua pun segera memesan beberapa makanan dan minuman. Bahkan, Asyla tak lupa memesankan Tiramisu cake dan Orange juice kesukaan Aslan lebih dulu, meski pria itu belum datang.

"Aslan masih lama ya Bang datangnya?" Menyandarkan punggung pada kursi, Asyla menatap Eric yang duduk di samping kanannya. Lalu beralih ke sisi kiri menatap Lita. "Chat lagi dong Kak di grup, tag Aslan nya, dia udah sampai mana?"

"Chat aku juga belum dibalas, La." Lita menjawab, meletakkan dua tangan di meja sembari memainkan ponsel. "Coba deh, kamu yang chat Aslan. Kalau kamu yang nge-chat, pasti dia langsung dibalas."

Asyla mencebikkan bibir. "Nggak ada. Pesan aku dari satu minggu lalu aja nggak dibales, apalagi dibaca, padahal Aslan lagi online."

"Mungkin Aslan lagi dijalan, makanya nggak bisa bales pesan," ujar Eric menimpali.

Asyla mendesah pasrah. Dia tidak bertanya atau berkata apapun lagi. Lagi di jalan, makanya nggak bisa balas pesan? gumam Asyla mengulang ucapan Eric dalam hati. Itu terdengar sangat mustahil, sebab dulu sesibuk-sibuknya Aslan, entah sedang dalam perjalanan, sedang mandi, tengah sibuk makan, atau hak-hal sibuk lainnya yang pria itu lakukan, Aslan selalu menyempatkan diri untuk membalas pesannya.

Dulu.

Namun, sekarang tampaknya sudah tidak seperti itu lagi. Asyla merasa selama enam bulan belakangan, Aslan seperti menjauhinya. Seperti membatasi diri, menimbulkan banyak jarak di antara mereka—tepatnya di antara Asyla dan Aslan. Pria itu bahkan sudah jarang sekali ikut berkumpul seperti dulu. Entah apa alasannya, Asyla tidak tahu. Pernah beberapa kali Asyla bertanya tentang perubahan sifat Aslan akhir-akhir ini, tapi ujung-ujungnya pria itu selalu berkata "Aku nggak kenapa-kenapa. Mungkin hanya pikiran kamu, aja."

Lalu, di menit kelima belas dua waitress datang, meletakkan beberapa makanan yang sudah dipesan. Dan di detik-detik itu, dari kejauhan pada temaramnya lampu kafe yang hanya menyediakan beberapa lampu warna kekuningan di setiap sudut sebagai penerangan, di sana pada pintu, Asyla menemukan sosok yang hampir dua minggu tak dia temui. Tanpa sadar sudut bibirnya terangkat, membuat lengkungan tipis. Satu tangannya terangkat, dan bibirnya mulai terbuka ingin berteriak menganggil Aslan.

Namun, semua tiba-tiba terhenti. Tangan Asyla lekas menurun, tergeletak di atas paha. Lekukan senyum di bibir perlahan memudar, rautnya wajahnya berubah menjadi serius, seperti bertanya-tanya, siapa gerangan wanita yang berjalan bersisian menggandeng lengan Aslan begitu erat dan manja--yang kini perlahan datang menghampiri meja dan ...

Before-After [All About Us]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang