23 | After; Berpisah sejenak
Malam ini adalah malam terakhir bagi Aslan dan Asyla menikmati masa-masa cuti sebagai pasangan suami istri baru—selama satu minggu pernikahan berjalan. Besok pagi-pagi sekali, mereka sudah kembali menjalani aktivitas seperti biasanya. Namun, pada pukul tiga dini hari, entah Aslan atau Asyla belum ada niatan sedikitpun ingin memejamkan mata untuk tertidur.
Selesai membersihkan diri setelah melakukan hal-hal menguras tenaga beberapa saat lalu, nyatanya tidak ada di antara mereka yang ingin mengenakan apa-apa. Keduanya polos dibiarkan seadanya tanpa penghalang apapun, hanya selimut tebal sebagai kain penutup. Seolah-olah puluhan baju yang ada di walk in closet tak berguna sama sekali untuk saat ini.
Yah, untuk saat ini.
Lebih tepatnya, Aslan lah yang melarang Asyla mengenakan apapun meski hanya sehelai benang di badan.
Dua insan itu masih setia duduk di tempat tidur, di mana Aslan menyandarkan punggung pada headboard kasur, sedangkan istrinya itu duduk memunggungi di antara dua kakinya yang sedikit terbuka. Pendar mereka tak beralih pada televisi di depan, memperlihatkan adegan romantis pangeran berkuda putih menyelamatkan permaisuri yang terkurung di dalam istana.
Untuk malam ini, Aslan sedikit berbaik hati membiarkan Asyla menonton serial romantic. Padahal selama film ditayangkan, dia tak henti-hentinya mendengkus kesal melihat adegan yang sudah hampir kesekian kali mereka tonton. Delapan kali. Mungkin ini adalah kali ke sembilan mereka menonton film kesukaan istrinya itu.
Astaga … Mengesalkan sekali.
“Lan…” sebut Asyla menyandarkan punggung ke dada bidang suami. “Beneran cuma seminggu doang kan?” Untuk yang kedua kali Asyla bertanya. Mendengar Aslan ingin keluar kota, membuat perasaan di dalam hatinya mulai tak tenang. Dia takut kejadian lama terulang, di mana pria itu pergi meninggalkannya tanpa bisa dihubungi sama sekali.
"Kamu mau ikut?" Seraya merapatkan diri Aslan mengalungkan dua tangan ke pinggang sang istri. Merasakan kembali sensasi hangat mendebarkan saat bagian depan tubuhnya menyentuh punggung polos Asyla. “Kalau mau ikut, nanti aku bilangin sama Rhea pagi-pagi. Biar dia bisa nyiapin semua perlengkapan kamu, selama kamu ikut aku ke Laboan Bajo. Jadi kita berangkatnya agak siangan aja.”
“Rhea?” Asyla sedikit menoleh ke belakang. “Kamu berangkat sama Rhea? Bukannya sama Bima, ya?”
“Bima lagi sakit. Untuk beberapa hari ke depan kerjaan Bima, Rhea yang gantiin.”
“Oh…” Tatap Asyla kembali ke depan pada televisi. “Sekertaris baru kamu belum ada?”
“Belum.”
“Kok belum sih, padahal udah seminggu lho.” Asyla mendengkus. “Udah tau kerjaan kamu banyak. Kok bisa Rhea nggak cepet-cepet nyariin kamu sekertaris baru buat bantuin kerjaan Bima. Coba lihat, gara-gara Rhea kelamaan nyari, Bima jadi sampai sakit karena kebanyakan kerja,” lanjutnya menggerutu panjang lebar.
“Nyari karyawan yang kompeten dalam bidangnya, emang agak susah. Nggak bisa asal terima aja.” Aslan tersenyum mendengar omelan sang istri. “Kalau bisa sih, kandidatnya emang harus udah punya pengalaman, biar nanti Bima nggak perlu ngajarin training lama-lama.”
Asyla diam. Tak berniat menyahut, yang dikatakan Aslan memang benar adanya, tapi kenapa perginya harus sama Rhea, sih?
Lantas, dua tangan Aslan yang masih melingkar di perut indah itu, kini, mengusap-ngusap halus membuat sang istri melenguh geli. “Gimana, mau ikut nggak?
"Nggak usah. Soalnya aku udah ninggalin kafe selama seminggu." Menggigit bibir, Asyla mengeratkan pegangan pada selimut yang menutupi dada. Pandangannya pada televisi di depan sudah mulai tak fokus, sebab dia merasakan tangan Aslan mulai berkelana lebih jauh. "Kamu aja yang pergi, tapi hp jangan dibiarin sampai mati, nanti aku susah mau ngehubungi kamu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Before-After [All About Us]
RomanceBehzad #1 Sebelumnya Aslan, sesudahnya Asyla. ✨️