Twenty One

15 2 2
                                    

"Kau yakin ingin pulang? Padahal kita tidak lama disini " Vieer mengangkat kedua alis nya keheranan.  Mengapa gadis di hadapannya sangat keras kepala? Pasalnya baru saja terjadi pertarungan yang sangat menguras energi itu, gadis ini sudah berpamitan pagi pagi.

"Aku sudah tidak ada yang ingin kucari, selesai sudah" Rhea mengesap kopinya santai.

Suasana kantin penginapan yang masih bertahan diantara kerusuhan kemarin, adalah hal yang perlu di apresiasi. Pasalnya hampir semua bangunan di kerajaan Selatan itu hanya bersisa reruntuhan saja. Hiruk piruk bunyi kegaduhan kemarin malam masih sangat terasa hingga saat ini. Beberapa orang bertanya tanya apa yang terjadi kemarin malam, namun banyak juga yang acuh akan keadaan.

Namun satu hal yang benar benar terasa.

Kematian.

Kejadian kemarin banyak memakan korban jiwa, terutama prajurit. Duka yang ditinggalkan terasa sangat pilu apabila diingat. Kehilangan sesorang untuk selama lamanya membuat keluarga yang ditinggalkan merasa campur aduk. Marah dengan pihak kerajaan lainnya yag sama sekali abai dengan kerajaan selatan, atau pada takdir yang sangat tidak adil? pikir mereka yang menuntut keadilan, namun sesungguhnya tidak bersikap adil pula. Mungkin takdir memang sekonyol ini.

''Memangnya, apa yang kau cari?'' Vieer menautkan kedua alisnya sembari menatap Rhea yang melamun terus menerus.

"Entahlah"

Vieer mengangkat pundaknya acuh. "Setelah ini kau akan kemana?" Sambung lelaki itu memecahkan suasana canggung.

Rhea meneguk kopinya hingga habis. Gadis itu merogoh sakunya mengeluarkan kepingan emas, lalu bangkit dari duduknya dan meninggalkan Vieer.

"Terima kasih atas segalanya sobat, aku harap kita tidak bertemu kembali" Rhea mengayunkan tangannya tanpa perpisahan, kini punggung gadis itu di telan cahaya pagi yang terik.

Vieer tersenyum kecil. 

"Kukira dia sangat mirip ayahnya, namun ternyata aku salah" Vieer mengangkat cangkir kopinya. "Dia sangat mirip ibunya"

•••

Tanda jubah di tengkuk Rhea memanas. Gadis itu memegang tato tersebut, tatapan mata hijau emerald seketika berubah menjadi waspada.

Kepulan asap keluar entah dari mana, di tengah-tengah kota yang hancur itu, berdiri sosok berjubah hitam di hadapan Rhea.

Rhea membungkuk hormat.

Sosok itu melangkah mendekat kearah Rhea. Aroma mawar berpadu dengan kepulan asap tercium. Jubah hitam kusamnya berkibar terkena angin.

"Angkat kepalamu" suara tajam menusuk terdengar.

Rhea mengangkat kepalanya. Disela sela kain yang menutupi wajahnya, terlihat seringai kecil di bibir merah menyala tersebut. Gigi gingsulnya yang runcing, seakan akan bersiap menyantap darah.

"Huh? Anak sekecil kau? Harta karun dark knight? Sungguh?" Wanita itu kemudia tertawa menyeramkan.

Jemarinya yang lentik mengangkat dagu Rhea. Tatapan gadis itu masih sama. Datar namun waspada.

"Nyalimu cukup besar nak, tapi sepertinya kau tak berniat menyembunyikan identitas?" Jemari wanita itu turun ke tengkuk Rhea yang tertutup kaos seleher.

"Saya sudah menyembunyikannya, sebelum anda menyingkapnya" Rhea menepis lengan wanita itu.

Bibir di balik tudung itu menyeringai sempurna.

"Kerajaan Barat, pinggir kota,Kediaman Duke Equeit. Bunuh kepala keluarganya. Sir Daniel menyuruhmu. Sepertinya akibat dari kekacauan kemarin, sihir komunikasi lambang kita sedikit terganggu." Wanita itu melangkah mundur. "Besok malam, kirim kepalanya ke kediaman Duke Rual dibagian ibu kota kerajaan barat"

Kepulan asap menelan wanita itu. Hingga lenyap bagai di telan bumi.

"Padahal lagi cuti...." gumam Rhea pelan.

Rhea menarik tudungnya.

"Yeah, daripada mikir selamatin dunia,  mending selamatin perut dulu" gumam Rhea sembari memegang tato berbentuk pisau di tengkuknya. Gadis itu berusaha fokus menuju koordinat yang telah di sampaikan.

Namun tak kunjung berteleportasi.

Rhea menghela nafasnya dan berjalan pelan menuju pelabuhan terdekat.

"Oy Rhea!!" Suara tak asing terdengar.

Rhea membalikkan badannya menghadap lelaki yang memanggilnya.

Dia Luke, sosok tinggi yang mampu menghalau matahari dan membuatmu mendongak keatas.

Rhea mengangkat sebelah alisnya. Seolah olah bertanya, mengapa kau ada disini.

Luke, sebagai lelaki peka langsung menjawab. "Aku tau aku tampan, tapi tolong jangan melihatku seperti itu."

Rhea membuka tudungnya dan menampakkan wajahnya yang tak peduli.

"Aku cuma bercanda, katanya kau mendapatkan misi ya? Di hari libur mu? Sungguh kasihan." Ejek Luke merangkul pundak Rhea. "Ah, sialnya sihir hitam kita terganggu akibat kemarin"

Luke mulai melangkahkan kakinya masih dengan posisi merangkul gadis itu.

"Namun mengapa wanita itu bisa berteleportasi?" Rhea melepas rangkulan Luke dan mengibaskan jubahnya.

"Wanita? Oh, yang menyampaikan misimu?"

Rhea mengangguk kecil.

"Mereka yang memiliki sihir teleportasi adalah orang yang akan menyampaikan pesan dari organisasi kita. Ya, tugas mereka hanya menyampaikan pesan, namun komunikasi itulah yang sangat penting untuk berbicara dengan klien. Kau tau Kenapa? Karena mereka yang memiliki sihir teleportasi tidak akan menyisakan jejak apapun di Kementrian sihir. Sama halnya dengan sihir hitam kita, tapi punya kita lebih rawan dan juga masih sedikit kuno" jelas Luke.

"Oh" jawab Rhea singkat.

"Aku menjelaskannya dengan segenap hati dan jiwa, mengapa kau hanya meresponnya dengan oh saja??" Luke berbicara mendramatisir.

Rhea mendengus dan mengepalkan kepalan tangannya di depan wajah Luke.

"Baiklah....."

••••••

>_<

Udah lama banget ga up!!! Sorry....

Aku up nya dikit banget ya???? Hiksss

Aku buntu ide guys 🙄

Tapi aku bener bener usahain buat up lebih seringggg!! Makasih banget buat kalian yang udah baca ceritaku yang sangat prikk iniiii T_T

Thank you all♡♡♡♡♡
  

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 30 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Dark Knight : RheaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang