03. Pesantren Al-Mu'minun

171 9 1
                                    

•••

"Lakukan apa yang kamu mau. Selagi itu baik dan bermanfaat."

— Untuk Ayesha —

•••

Happy Reading

•••


Setelah menempuh selama kurang lebih 9 jam akhirnya mereka sampai di tempat tujuan, yaitu Pondok Pesantren Al-Mu'minun.

Penjaga gerbang yang tahu bahwa itu adalah mobil tamu pemilik pesantren pun membukakan gerbangnya tanpa bertanya lagi.

Suasananya sedikit sepi walaupun ada beberapa orang yang lewat, ya maklum saja ini sudah malam.

Tak butuh waktu lama mobil yang dikendarai oleh Damien sampai di pekarangan rumah pemilik pesantren.

"Alhamdulillah sudah sampai," ucap Damien. Pria paruh baya itu diam sejenak sebelum turun.

"Ayo turun, pah," ajak Ayesha.

"Ayo,"

Saat turun Ayesha melihat seorang pria paruh baya dengan baju kokoh dan sarung serta kopiah.

"Assalamualaikum," ucapnya m nyambut kami.

"Waalaikumsalam," jawab Damien diikuti oleh Alesha dan Ayesha.

"Ayo masuk," ajaknya.

Ayesha dan kedua orangtuanya masuk kedalam rumah berbahan dasar kayu namun kokoh itu.

Ayesha sempat kagum saat melihatnya. Ini sungguh indah. Dia sangat menyukai hal-hal yang seperti ini.

"Silahkan duduk,"

"Terimakasih, Am,"

"Kamu apa kabar, Am?" tanya Damien. Kepada sosok pria yang duduknya berhadapan dengannya. Dia adalah Kiyai Amran, pemilik pesantren ini. Atau biasa dipanggil Abah Amran oleh para santri di pesantren.

Kiyai Amran adalah sahabat karib Damien dari zaman kuliah di Kairo dulu, hingga sekarang keduanya masih bersahabat.

Lalu disampingnya Abah Amran ada Bu Nyai Fatimah. Biasa juga di panggil Umma Fatimah oleh para santri.

"Alhamdulillah saya baik."

"Kamu bagaimana, Dam?"

"Alhamdulillah saya juga baik,"

"Masya Allah ini putrimu?" Abah Amran bertanya.

"Iya. Cantik kan?"

"Jelas cantik lah. Aku akan anaknya papah Damien," ucap Ayesha dengan dagu dinaikkan. Wohh, sombong sekali kawan kita ini.

"Kepercayaan diri kamu setinggi langit,"

"Papah juga gitu ya,"

"Mana ada. Papa percaya dirinya nggak kek kamu,"

"Nggak mau ngaku? Mau Yesha ungkit?"

"Ungkit aj---"

"Diem." Potong Alesha. Seketika kedua orang itu terdiam.

"Gawat Kanjeng ratu angkat bicara, ayahanda," bisik Ayesha.

"Benar. Kita harus diam," balas Damien.

Abah Amran dan Umma Fatimah yang melihat itu tertawa pelan. Lucu sekali bapak dan anak ini.

"Yesha salim dulu sama Abah dan Umma. Tadi kamu belum salim," suruh mama nya.

Untuk Ayesha Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang