Chapter 15

196 38 17
                                    

Siapa yang masih bertahan nunggu ini cerita? 🤏🏻🗿

>2500 kata.

***

Hari ini, Envy memutuskan untuk pulang ke rumahnya setelah memberanikan diri. Sudah lima bulan dirinya tidak pulang ke rumah dan menginap di asrama akademi hanya demi tidak ingin melihat sang ibu.

Envy belum siap. Dia belum siap melihat ibunya yang memandangnya seperti orang asing. Envy belum siap saat dirinya masuk ke kamar wanita itu, wanita itu malah mengusirnya.

Namun, hari ini, tiga hari sebelum acara perlombaan di Akademi diadakan, Envy memantapkan hatinya untuk pulang ke rumah. Kali ini, Envy akan menatap ayahnya dengan tatapan penuh percaya diri. Dan kali ini juga, Envy tidak akan tunduk pada ucapan pria itu.

Langkah kakinya semakin lebar menuju ruang makan. Dirinya pulang saat malam hari. Tentu saja saat ini Azven sedang menikmati makan malamnya bersama wanita yang dicintainya serta anak yang sangat disayanginya.

Dari jauh, Envy bisa mendengar tawa riang dan bahagia mereka. Azven tidak pernah memperlihatkan tawa itu padanya. Ayahnya itu selalu menatapnya dengan tatapan dingin dan menghunus, membuat Envy tidak punya pilihan selain menunduk karena takut melihat tatapan itu.

Tapi, kali ini, dia akan menatap mata yang membuatnya trauma selama ini.

Tepat saat kakinya melangkah masuk ke ruang makan, saat itu juga semua atensi orang-orang di sana mengarah padanya. Envy memperlihatkan senyum miringnya saat Azven langsung mengubah wajahnya menjadi datar.

Setidak ingin itukah kau melihatku dengan senyummu?

"Kakak."

Tatapan Envy tertuju pada Alta. Adik tirinya yang beda dua tahun darinya. Melihat Alta, Envy langsung teringat Elion. Andai saja wataknya seperti Elion, mungkin...

"Kenapa pulang?" Suara dingin Azven menyadarkan Envy dari lamunanya.

"Memangnya kenapa aku pulang?" Envy berucap dengan santai, berjalan mendekati meja makan. Dia menarik salah satu kursi yang ada di samping ibunya, Rania. Envy menahan diri agar tidak menatap wanita itu yang bahkan mengacuhkannya.

Ibu... Melupakanku.

"... Aneh saja, sudah lima bulan kau tidak pulang ke rumah. Aku mengira kau lupa kalau punya rumah."

Envy terkekeh kecil mendengarnya. "Memang. Rumahku sudah kau hancurkan, Ayah."

Envy menatap mejanya yang kosong. Memang benar dirinya datang dengan tiba-tiba, tapi para pelayan malah diam saja saat melihat kedatangannya. Harusnya mereka bergegas meletakkan piring dan makanan di hadapannya.

Namun, Envy tidak memedulikan itu. Tujuannya pulang ke rumah hanya satu. Melihat wajah ibunya.

Azven seakan tidak terpengaruh dengan ucapan Envy. Pria itu bahkan juga mengabaikan Envy yang tidak memiliki makanan dan lanjut makan.

Alta yang menyadari itu segera memanggil pelayan. "Apa yang kalian lakukan? Cepat persiapkan makanan untuk Kak Envy!"

"Tidak usah. Aku tidak lapar," sela Envy. Para pelayan yang hendak bergerak, langsung mengurungkan niatnya.

"Kalau tidak makan, untuk apa kau ada di sini?" tanya Azven sinis.

"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu pada kalian." Envy tiba-tiba berdiri, menatap Alta dengan seringai tipisnya. "Tiga hari lagi, aku menantikan pertarungan Alta dengan anak dari seorang pahlawan."

Setelah mengatakan itu, Envy berjalan pergi dari ruang makan. Dia bisa melihat raut terkejut Grasia dan Azven. Envy tahu bahwa kedua orang itu mengenal siapa pahlawan itu.

I'm Not a HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang