Chapter 3

471 89 93
                                    

Holaaaa.

Sorry, kemarin niatnya mau update eh pas buka wp, malah ada notif kesayangan dari Axis🥰 Kuotaku habis😭

Jadi sekarang aku updatenya ya.

Oke, seperti biasa jangan lupa BERKOMENTAR sepuasnya👄💋

>2000 kata.

***

"Apa yang kau lakukan?"

Deg.

Kepala Elion mendongak saat mendengar suara yang familier. Matanya terbelalak melihat Arion berdiri di depannya dengan tatapan datar.

"A-Arion—"

Mata Arion terpaku pada darah di mulut, hidung, serta tangan Elion. Wajahnya berubah dingin. "Apa yang terjadi padamu?"

"A-anu, aku bisa jelaskan—"

Arion mendekat, meletakkan satu tangannya ke tembok tepat di samping kepala Elion. Kepala Arion menunduk, menggunakan tangan lainnya untuk melepaskan tangan Elion yang berusaha menutup mulut. "Kau berdarah."

Elion berusaha mendorong Arion menjauh, agar anak itu tidak melihat mayat tiga pria yang ia bunuh tadi. "K-Kita bisa berbicara di tempat lain. Sekarang cari tempat untuk duduk dulu."

Arion terlihat bingung. Namun, ia menurut. "Apa kau demam sampai mimisan seperti itu? Kalau iya, kenapa kau berkeliaran di sini?"

"Aku bilang cari tempat duduk dulu baru berbicara!" Elion menarik paksa Arion agar menjauh dari tempat itu. Untuk saat ini, Elion berpikir Arion tidak melihat dirinya membunuh tiga pria dengan sihir.

Setelah merasa sudah jauh dari tempat tadi, barulah Elion bernapas lega.

"Jadi, jelaskan."

Elion mengerling kesal ke arah Arion. "Iya, aku sakit!"

"Terus, kenapa kau berkeliaran di sini?" tanya Arion dingin. "Kau cari mati, ya? Apa kau tidak tahu kalau dunia luar itu sangat berbahaya? Umurmu masih tujuh—"

"Cerewet sekali kau! Aku bisa menjaga diriku, tahu," ujar Elion menggerutu. "Dan lagi, aku kabur dari rumah karena sedang marahan dengan ayah."

Arion menghela napasnya pelan. "Tapi, dengan cara kau kabur dari rumah padahal sedang sakit itu bukan pilihan yang tepat."

"Itu urusanku, kau tidak boleh ikut campur."

"Bukan urusanku?" Arion mencengkram pundak Elion kuat. Matanya menatap tajam netra merah Elion. "Kau benar-benar nakal. Aku sudah bilang padamu untuk mengurangi sikap nakalmu itu."

Eliln meringis karena cengkraman kuat itu. Ia mengernyitkan alisnya tak suka. "Kau pikir aku akan menurut padamu? Pada ayahku saja aku tidak menurut—"

"Tuan Muda!"

Cengkraman Arion pada Elion mengendur saat Niel datang dengan wajah kelelahan sekaligus panik. Pemuda itu menumpu kedua tangannya ke lutut, menghirup oksigen dengan rakus. "Astaga! Saya benar-benar panik karena tidak menemukan Anda di pasar ibukota! Bukankah kita janjian di sana?!" teriak Niel seakan mendapatkan kembali nyawanya.

Ia sempat berpikir Elion sudah mati tertabrak kereta kuda, atau diinjak oleh orang dewasa, atau bisa jadi mati karena tersandung batu.

Niel tersentak saat melihat Arion. "Syukurlah Anda bersama Tuan Muda Arion! Aaah, saya merasa lega!"

Melihat Niel, Elion sontak menepis tangan Arion pada pundaknya. Anak itu berlari ke arah Niel. "Niel, ayo pergi."

"Tidak, Tuan Muda. Kita harus pulang," ujar Niel tegas.

I'm Not a HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang