Chapter 4

430 87 70
                                    

Holaaa.

Aku backk, ada yang kangen? 💋

Ga ada? Yaudah, aku kira hubungan kita spesial🥺💔

Btw, kalian tau ga? Aku kan pagi tadi pergi tes, ngikutin ujian masuk SMA. Dan gilanya, pad ngerjain tes itu, pikiran aku cuma tertuju pada Elion😭

Tanganku gatal ingin nulis, tapi harus tahan. Makanya pas pulang, langsung aku tulis😭

Kemarin aku bilang di part ini Elion udah dewasa, kan? Ternyata aku tunda dulu. Di sini Elion masih kecil, masih umur 7 tahun🤧

Oke, seperti biasa, jangan lupa BERKOMENTAR sepuasnnyaaa👄💋💗

>2200 kata.

***

Setelah kepergian Aylin, Arion dan Davian, Elion kembali mengunci dirinya di kamar. Ia melakukan hukuman dari ayahnya. Tengil-tengil begitu, dia juga tahu kesalahannya.

Merasa bosan, Elion memandang kembali gambar yang ada di punggungnya. Gambar itu saat muncul pertama kali, ukurannya sangat kecil. Namun, seiring bertumbuhnya usia, gambar itu juga perlahan membesar. Elion mengerutkan keningnya tak suka.

"Kalau ada yang lihat, pasti mereka akan mengataiku jelek, cih."

Elion merebahkan dirinya ke kasur. Sekitarnya sangat hening, kosong, dan hampa. Sebenarnya, Elion sendiri tidak tahu apa yang menarik dalam hidupnya. Ia sudah mempunyai segalanya. Uang, keluarga, teman, semuanya ia punya.

"Aku ingin cepat-cepat dewasa, terus menjadi hero seperti ayah!" seru Elion menggebu-gebu. Namun, anak itu sontak bangkit saat merasakan sakit di punggungnya.

"Aakh! Tunggu, apa pula ini?!" Elion berlari ke kamar mandi. Punggungnya terasa panas, benar-benar panas seakan dibakar. Anak itu langsung melompat masuk ke dalam bak mandi, dan berendam diri di sana.

"Sial, kenapa masih belum dingin?!" teriak Elion panik. Rasa panas itu semakin menjalar, tatto di punggungnya perlahan bersinar.

Elion menutup telinganya yang berdengung. "Oh tidak... Apa ini yang dimaksud ayah?"

Suara Elion sangat lirih, matanya perlahan berair, hendak menangis. Anak itu mencakar tubuhnya sendiri untuk mengurangi rasa sakit itu.

***

Keesokan harinya, Aylin, Arion dan Davian kembali datang untuk bermain. Zev menyuruh mereka untuk masuk ke dalam kamar Elion. Saat masuk ke dalam kamar anak itu, Elion sudah berdiri di tengah-tengah kamar seakan menyambut kedatangan mereka.

"Kalian datang lagi?!" tanya Elion, merentangkan kedua tangannya seakan ingin dipeluk oleh Aylin.

Aylin yang mengerti itu segera berlari dan memeluk Elion. "Tentu saja kami datang! Kami ingin menghabiskan waktu bersama adik kecil kami!"

Davian menyahut, "Berterimakasihlah, karena kami rela cuti beberapa hari demi bermain denganmu."

Elion memberikan tatapan sinis pada Davian. "Aku tidak memintanya. Kalau kak Aylin sih, tidak apa-apa. Kalian kenapa ikut-ikutan?"

Persimpangan kecil terlihat di pelipis Davian. Anak itu benar-benar kesal dengan ucapan Elion. "Dasar anak ini. Kau selalu pilih kasih pada Aylin! Kenapa kau selalu mencari ribut denganku dan Arion, hah?!"

"Karena kalian jelek."

"DIH?!"

Aylin tertawa. Anak itu berbisik tepat di samping telinga Elion. "Hei, El. Jangan katakan fakta, aku takut dia kena mental dan berakhir bunuh diri."

I'm Not a HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang