25. Love, and Loved

315 50 9
                                    

Enjoy❤️❤️❤️

*****

Mentari tertegun mendengar pertanyaan Tira barusan. Darimana Tira tahu?

“Ngaco! Mana mungkin gue tiba-tiba nikah? Apalagi sama Aditya?”

“Terus menurut lo gue percaya?”

“Lo dapet info hoax ini darimana sih, Tira?”

“Gue denger sendiri. Semalem, gue gak sengaja liat lo masuk mobil Aditya. Karena gue penasaran, gue ikutin kalian. Maaf kalau gue lancang, tapi gue denger semua obrolan kalian di rumah Aditya.”

Mentari benar-benar mati kutu. Harus jawab apa dia sekarang? Kenapa bisa satu persatu orang di sekitar mereka tahu soal pernikahan itu?

“Gue bener-bener gak ngerti sama apa yang ada di pikiran lo sama Aditya. Lyony itu orang baik! Kenapa kalian tega sih!?”

“Tir, dengerin penjelasan gue dulu, Tir. Tapi tolong jangan bilang apa-apa ke Lyony.”

“Jelasin sejelas-jelasnya, Tar. Lo emang temen gue, tapi Lyony juga sama deketnya sama gue.”

Mengalir lah kembali cerita mengenai pernikahan Mentari dan Raigan yang memang tidak pernah di rencanakan itu. Semuanya, tanpa ada yang terlewat. Termasuk soal surat cerai yang tidak pernah di tanda tangani oleh Raigan.

“Lo boleh marah, Tira. Gue gak punya pembelaan apapun soal ini.”

“Aditya gak mau cerain lo karen dia masih cinta sama lo?”

“Gue gak tau.”

Tira memijat keningnya sendiri, sementara pikiran Mentari sedang berisik sekarang.

Kalau Tira dengan secepat ini tahu, apa itu artinya Lyony pun akan segera mengetahui rahasia ini?

“Gue bingung, Tar. Satu sisi gue gak mau lo jadi janda, tapi sisi lain gue juga gak bisa ngebayangin Lyony batal nikah. Aditya brengsek!”

“Gue udah bersikeras minta cerai, Tir. Tapi Aditya juga sama keras kepalanya. Dan sekarang semuanya makin susah, karena orang tua Aditya juga ngelarang kami cerai.”

“Lo masih cinta sama Aditya, Tari? Jawab jujur,”

“Seandainya gue bisa, gue bakal bilang gue cinta sama dia. Dari dulu sampai sekarang. Tapi gue juga sayang sama sahabat gue, gue pernah ngalamin rasanya di bohongin sahabat sendiri, gue gak mau Lyony ngerasain apa yang gue rasain.”

“Tapi harus, Tari. Lo pikir dengan lo lepasin Aditya buat Lyony, dia bakal bahagia? Sedangkan perasaan Aditya cuma buat lo?”

“Batal nikah emang sakit, Mentari. Tapi ngabisin waktu seumur hidup di atas kebohongan bakal jauh lebih sakit.”

***

“Oke, gitu aja dulu ya, Dit. Nanti kita bahas lagi soal perilisannya. Kalau gak ada kendala, tanggalnya bakal sesuai sama yang waktu itu kita bilang. ”

Aditya mengangguk, “Oke, bang. Makasih banyak. Kalau gitu gue duluan ya? Ada keperluan lain soalnya.”

“Oke. Ketemu Lyony ya?”

Aditya tersenyum tipis, “Bukan. Gue mau nyari barang-barang buat di rumah. Mumpung sekarang lagi santai. Lagian lo tau kan, gue lagi jaga jarak sama Lyony?”

“Sabar ya, dunia entertaint emang keras.”

Setelah berpamitan dengan orang-orang yang ada di ruangan itu, Aditya berjalan keluar ruangan sambil memeriksa ponselnya., barangkali ada pesan dari Mentari. Sedari tadi Aditya sengaja meng-silent ponselnya.

“Dit,”

Aditya mengalihkan pandangannya dari ponsel, menatap Tira yang kini berdiri di hadapannya.

“Eh, Tir. Baru dateng? Mau ketemu Bang—” belum selesai Aditya bicara, sebuah tamparan yang sangat keras itu mendarat di pipi kirinya. Aditya melongo, sekaligus kesal.

“Tira!? Lo apaan sih? Sinting lo tiba-tiba nampar gue?”

“LO YANG SINTING UDAH MAININ PERASAAN DUA TEMEN GUE, BRENGSEK!” Eh?

“Mainin perasaan? Maksud lo apa?”

“GAK USAH PURA-PURA BEGO! GUE UDAH TAU SOAL LO SAMA MENTARI YANG UDAH NI—”

Aditya yang mulai sadar arah pembicaraan Tira langsung membekap rapat mulut Tira dengan tangannya. “Jangan teriak-teriak! Bisa bahaya kalau ada yang denger!”

Sialnya lagi, Tira malah menginjak kaki Aditya, hingga cewek itu bisa melepaskan diri di saat Aditya lengah. Sudah di tampar, di injak pula.

“Kenapa kalau ada yang denger? Takut? Lo takut kehilangan job? Takut fans lo berkurang!? Pengecut lo, Dit!”

“Tira, gue bisa terima lo mau ngatain gue apa aja. Tapi gue mohon, jangan di tempat umum kaya gini. Gue gak peduli semisal cuma karir gue yang jadi taruhan, tapi ini soal Mentari juga! Gimana hidup dia ke depannya kalau sampai berita itu di up ke publik?”

“Lo sesayang itu sama Mentari?”

“I love her.”

“Terus Lyony?”

“I loved her.”

“Gue anggap itu sebagai keputusan akhir dari lo, Dit. Putusin Lyony, secepatnya. Jangan biarin dia berlarut-larut ngarepin kebahagiaan yang sebenernya gak akan pernah terjadi.”

“Gue juga maunya gitu, Tir. Tapi kalau Mentari yang larang gue, gue bisa apa? Gue bisa nolak perceraian itu juga udah sangat susah, Tir.”

“Gue gak mau nyalahin siapa-siapa. Gue sadar, di sini gue yang salah. Tapi tolong, lo ngertiin dulu keadaannya sekarang. Kalau udah waktunya, gue pasti selesain ini semua.”

“Gue pegang omongan lo, Dit.”

***

Mentari masih belum bisa memejamkan matanya malam ini, padahal jam sudah menunjukkan pukul 01.00 dini hari. Dia masih mengingat pertemuannya dengan Tira tadi siang.

Semua yang di ucapkan Tira memang benar adanya.

Mentari melirik Raigan yang sudah lebih dulu terpejam di sampingnya. Iya, sekarang dia terpaksa tidur sekamar dengan Raigan di rumah orang tuanya. Tapi untungnya, tidak ada apapun yang terjadi selama mereka tidur bersama. Meski Mentari jadi harus tidur dengan mengenakan hijabnya.

Melihat adanya pergerakan dari Raigan, Mentari buru-buru memejamkan matanya, pura-pura tidur. Dia tidak mau Raigan tahu soal isi pikirannya sekarang.

Di saat itu, Mentari merasakan tangannya yang berada di atas guling itu di genggam oleh Raigan. Tidak biasanya Raigan begini. Tapi dia sedang berpura-pura tidur sekarang. Kalau Mentari langsung marah, Raigan akan tahu dia berbohong.

“Mentari. Mentari Salena Almeera.” Suara Raigan terdengar lembut menyebutkan nama lengkapnya. Dan sialnya, perasaan Mentari berdesir mendengar suara itu.

Lama Mentari tunggu, Raigan masih belum melepaskan genggamannya. Dengan hati-hati Mentari membuka mata, mengintip Raigan. Rupanya dia sudah kembali larut dalam tidur, tanpa melepaskan genggaman itu.

Mentari ingin melepaskan tangannya, tapi takut tindakannya membangunkan Raigan.

Mungkin, membiarkan hal ini terjadi tidak akan menjadi masalah. Toh, hanya genggaman tangan.

Tidak. Berhentilah berbohong, Mentari.

Karena sejatinya Mentari sadar, bukan soal mengganggu Raigan. Melainkan soal Mentari yang merasa nyaman dengan genggaman itu. Terasa hangat. Dan sejujurnya, Mentari tidak ingin genggaman ini terlepas.

“Maaf, Lyony. I still love him.” Kata yang hanya mampu terucap dalam hati Mentari.

***

Adlytari: Kisah Aditya, Lyony dan Mentari [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang