BAB 19

3.6K 216 2
                                    


yok vote sebelum baca.

......................

BAGIAN 19

"Masih ada satu berkas lagi, Pak."

"Saya kerjakan besok saja."

"Saya ingin pulang sekarang." Sapta pun mempertegas apa yang dirinya inginkan.

Bahkan, ia langsung bangun dari kursinya dan berjalan ke arah pintu guna keluar.

Ditinggalkan sang sekretaris di ruangan kerjanya sendiri. Ia sudah mantap pulang.

Biarkan saja Pak Ridwan yang merapikan dokumen-dokumen kerjanya. Ia sudah tak ingin berlama-lama bertapa di mejanya.

Tangan, pinggang, dan otot-otot betisnya sudah terlalu kaku karena banyak duduk.

Lebih baik pulang dan beristirahat. Tentu saja juga melepas rindu dengan Agrima.

Yang ada di dalam benaknya adalah sang istri. Sangat ingin segera bertemu wanita itu, setelah sebulan ditinggal ke California.

Ya, ia baru mendarat di Jakarta pagi tadi, dengan jet pribadi milik AD Aviasi.

Sama sekali tak ada kesempatan pergi ke rumah guna berjumpa Agrima. Walaupun sudah dikabari tentang kepulangannya.

Sang istri tampaknya juga sangat sibuk, mengingat wanita itu sudah menjadi CEO DWT Corp dari beberapa waktu yang lalu.

Dan mereka baru bisa bertemu malam ini.

"Hai, Sayang," sapa Sapta mesra, tatkala sang istri mengangkat teleponnya.

Sapta telah sampai di dalam mobil. Sudah dihidupkan kendaraan roda empatnya.

"Sudah di rumah? Saya akan pulang."

Agrima pun mengiyakan pertanyaannya. Lalu dilengkapi jawaban tambahan tentang kegiatan wanita itu lakukan di rumah.

"Sudah akan tidur, Sayang?"

"Apa bisa tanpa saya, tidur kamu lelap?" Sapta menggoda sang istri, spontan saja.

Didengar tawa Agrima di ujung telepon.

"Tunggu saya pulang."

"Saya kangen kamu, Sayang."

Senyuman Sapta mengembang lebih lebar saat mendengar pengungkapan rasa rindu yang juga dikatakan oleh Agrima.

"Sampai jumpa di rumah, Istriku."

Setelah ucapannya dibalas, telepon lekas dimatikan. Ponsel kemudian diletakkan di tempat yang memungkinkan mudah untuk diambil, ketika fokus menyetir nanti.

Mesin kendaraan sudah dihidupkan.

Tak berselang lama, mobil mulai dilajukan keluar dari gedung kantor ke jalan raya.

Kecepatan cukup cepat.

Disalip satu demi satu kendaraan agar bisa segera sampai di kediamannya yang tidak jauh terletak dari Ayodya Corp.

Jalanan pun tak macet, sehingga Sapta pun dengan leluasa mengemudikan kendaraan.

Walau tetap fokus menyetir, sosok Agrima juga membayang di dalam benak. Senyum wanita itu ingin dilihat secara langsung.

Sungguh tidak sabar ingin memeluk, lalu mencumbu dan mengajak sang istri untuk bercinta, setelah sekian lama absen.

Tentu, target waktu sampai di rumahnya pun terhitung lebih cepat dari perkiraan.

Penjaga tetap menyambut, walau gerbang sudah membuka secara otomatis.

Dibawa kendaraan ke garasi lebih dulu, baru kemudian melangkahkan kakinya ke tempat tujuan selanjutnya, yakni kamar.

Benar, ruangan tidur utama ditempatinya.

Akses satu-satunya menuju kediaman sang istri, terpisah satu blok dari rumahnya.

Tentu, digunakan pintu rahasia yang akan merujuk langsung ke sana. Dan hanyalah butuh seperkian menit untuk sampai.

Mereka belum bisa tinggal bersama, tentu sampai pernikahan dipublikasikan nanti.

Harus menunggu setidaknya enam hingga setahun lagi, terutama setelah dirinya bisa menggapai posisi sebagai ketua umum.

Usaha apa pun akan dilakukannya.

"Sayang?" gumam Sapta ketika ia sudah keluar dari pintu rahasia yang tak dikunci.

Tembus di ruang tidur sang istri, tentunya.

Lalu, atensi tertahan pada sejumlah tulisan yang terpampang di dinding kamar.

"Selamat menjadi ayah."

Sapta kaget bukan main membaca kalimat tersebut. Tentu sudah dipahami betul apa maksud yang tertulis di dinding.

Perasaan haru mulai muncul di benaknya.

"Selamat, Sayang."

Agrima memeluk dari belakang.

"Selamat mau jadi ayah, yah, Mas."

"Aku lagi hamil enam minggu."

Ya, setelah testpack-testpack yang dipakai menunjukkan hasil positif, ia segera saja ke dokter kandungan memeriksakan.

"Senang nggak mau jadi ayah, Mas?"

Ditengah haru biru perasaan, Sapta tidak menemukan satu patah kata pun guna ia keluarkan membalas semua ucapan sang istri. Lidahnya benar-benar kelu.

Namun dengan cepat dibalikkan badam agar bisa memeluk Agrima. Ia begitu ingin merengkuh wanita itu erat.

Tentu atas kehamilan pertama sang istri, kegembiraan dirasakan begitu besar.

Akhirnya, ia akan punya keturunan dan lahir dari rahim wanita paling dicintainya.

Selisih 12 TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang