Setelah ada sebuah mandat dari tahta tertinggi Tacenda untuk Alan ikut bergabung dengan Tacenda family membuatnya sedikit overthinking. Bahkan ibu dan ayahnya sudah ikut ribut karena jelas Alan harus mempersiapkan diri sebaik mungkin. Hari itu dia bahkan tidak bisa menolak untuk tidak bergabung. Ibu dan ayahnya juga menyarankan untuk tetap ikut karena diminta langsung oleh Adiwilaga Tacenda.
"Mas, ini kamu jadi dijemput?" tanya ibu. Alan sempat mengatakan kalau papa Serena mengirimkan supir untuk menjemput Alan.
"Jadi bu, udah berangkat kok." balas Alan. Supir keluarga Serena sudah menghubunginya kalau sudah berangkat.
"Kamu deg deg an?" tanya ibu pelan.
"Deg deg an, takut kalau aku bikin salah disana." jawab Alan. Dirinya ikut rungsing, bahkan Serena jadi objek ke rungsing an nya. Berkali kali Serena mengatakan kalau tidak apa apa, dirinya akan menjadi seseorang yang menemani Alan disana nanti. Tidak perlu takut.
"Kalau lagi deg deg an, ambil nafas pelan pelan, pikirin hal hal baik. Jangan pikirin hal hal yang bahkan belum kejadian mas. Itu bikin beban banget." ingat ibunya. Sang Ayah sudah berangkat mengajar di tempat les sejak pagi, sehingga tak bisa menemani Alan.
"Kalau nak Serena sudah memperkenalkan kamu ke keluarganya, besok gantian kita yang bawa dia kekeluarga yang lain." ucap ibunya membuat Alan sedikit kaget juga.
"Tapi, kalau semua tau kalau itu Serena cucu pak Adiwilaga bagaimana bu? aku nggak mau bawa Serena ke keadaan yang bikin dirinya nggak nyaman." jelas Alan. Jujur saja ia takut kalau bawa Serena ke hadapan keluarga besar ayah atau bahkan ibunya.
"Aku aja yang sembunyi sembunyi orang bisa tau, bahkan mempertanyakan aku siapa. Itu orang asing bisa kaya gitu apalagi orang dekat? dikiranya nanti aji mumpung?" lanjut Alan.
"Benar. Ibu tau mas, ibu tau. Yasudah, besok kalau sama sama longgar kita makan diluar. Cukup kamu, ayah, nak Serena sama Hadden." jawab ibunya kalem. Keluarganya ini memang bisa disebut keluarga adem ayem, benar benar nggak pernah ada perdebatan keras. Berdebat saja baikannya secepat itu.
"Iyaa, aku cenderung suka Serena dekat sama ibu atau ayah saja. Keluarga lain cukup tau aja kalau memang suatu saat hubunganku terpublish. Tapi mereka nggak perlu ketemu Serena untuk sekarang. Aku benar benar nggak mau bikin Serena tidak nyaman." lanjut Alan.
"Bagus, mas udah bisa mikir baik buruknya, udah tau konsekuensi atas sebuah pilihan. Ibu ikut keputusan mas." Ria jelas bangga dengan Alan yang sudah sedewasa ini. Ia tau plus minusnya keputusan.
"Oh iya, ayah bilang katanya mas mau ganti motor?" tanya ibunya membuat Alan kaget.
"Untuk?"
"Kalau mas mau ganti motor nanti motor kamu dipake ayah. Yang punya ayah mau dikasihkan Pak Mino yang sampai sekarang kesulitan transportasi buat berangkat kerja." cerita Ria. Alan tau, ada 1 sahabat ayahnya yang maaf memang kurang mampu. Sahabat ayahnya adalah petugas kebersihan di sekolah SMP nya dulu. Mereka kenal karena yang merekomendasikan ayahnya untuk mendaftar guru taekwondo itu beliau. Yang membantu ayahnya kesana kesini naik sepeda dulu ya beliau.
Hingga ayahnya bisa membeli rumah + tanah di kawasan metropolitan. Ayahnya bisa membeli rumah dan tanah seluas sekarang dan tanpa memiliki hutang sepeserpun. Alan tau ceritanya, bahkan dia kenal dengan Pak Mino.
"Ibu aja yang ganti motor, aku nggak usah." jawab Alan. Dia saja baru dibelikan motor pas masuk SMA masa mau ganti secepat itu?
"Ibu pengennya mas yang ganti motor. Nanti kan motor sekarang biar dipake ayah, ibu pake motor biasanya." pinta Ria. Motor Alan pula motor matic tapi cc nya besar, body nya juga yang sudah motor bagus dan lakik.

KAMU SEDANG MEMBACA
Sense Of Rythm ✔
Teen Fiction[COMPLETED] [IRAMA'S SERIES 2] Sense Of Rythm adalah sebuah rasa dari sebuah irama. Tak seperti sebelumnya, cinta yang baru saja timbul tanpa alasan. Saling mencari dan berusaha mendapatkan. Hingga menemukan sebuah 'rasa' dalam irama. Rumit, menyeba...