Bab 12: Intrik Istana dan Sekutu Baru

126 6 0
                                    

Hujan lebat mengguyur istana, menciptakan irama monoton di atas genting dan jendela-jendela besar yang tertutup rapat. Suasana dalam istana terasa lebih dingin dari biasanya, seolah-olah alam pun merasakan ketegangan yang terus meningkat di antara para penghuninya.

Di tengah cuaca yang muram itu, Eva melangkah melewati lorong-lorong panjang istana dengan keheningan yang mendebarkan. Langkahnya ringan, namun setiap gerakannya dipenuhi kewaspadaan.

Ada sesuatu yang berbeda malam ini, dan Eva tahu betul bahwa permainan kekuasaan ini semakin berbahaya.

Di sebuah ruang rahasia yang tersembunyi di balik dinding batu tebal, cahaya lilin menerangi wajah Elias, seorang bangsawan yang terkenal dengan kecerdikannya dalam politik.

Matanya yang tajam mengamati Eva yang berdiri di hadapannya dengan tatapan penuh selidik.

"Elias," Eva memulai, suaranya tenang namun mengandung ketegasan yang tak terbantahkan.

"Kita punya musuh yang sama, Thalios. Aku tahu kau juga memiliki tujuan tersembunyi, tapi kita bisa saling memanfaatkan untuk mencapai apa yang kita inginkan."

Elias menyandarkan tubuhnya ke kursi, senyum tipis terukir di bibirnya. "Kau memang cerdik, Eva. Tapi apakah kau benar-benar berpikir kau bisa mengandalkan aku? Thalios bukan hanya musuhku, tapi juga orang yang telah mengukir luka dalam di hatiku. Aliansi ini bisa saja berbalik menguntungkanmu, tapi juga bisa menghancurkanmu."

Eva mengangguk, sepenuhnya menyadari risiko yang diambilnya. "Aku tidak memintamu untuk setia, Elias. Aku hanya memintamu untuk melihat manfaat dari bekerja sama denganku. Kita punya kekuatan yang bisa saling melengkapi."

Sebuah senyum muncul di wajah Elias. "Kau memang berbeda dari yang lain, Eva. Tapi ingatlah, setiap gerakanmu diawasi. Thalios tidak akan tinggal diam jika ia tahu apa yang kita rencanakan."

Keduanya bertukar pandang, menyadari bahwa aliansi ini lebih dari sekadar kerjasama sementara. Ini adalah awal dari permainan yang lebih besar, di mana setiap langkah bisa menentukan hidup dan mati.

Sementara itu, di sudut lain istana, Seraphina tengah merencanakan langkah berikutnya. Mata tajamnya menatap keluar jendela, memikirkan cara terbaik untuk mengadu domba Eva dan Thalios.

Namun, Eva tidaklah mudah ditundukkan. Setiap kali Seraphina mencoba menjebaknya, Eva selalu berhasil keluar sebagai pemenang, dengan wajah tak tergoyahkan.

"Apa yang harus kulakukan untuk menjatuhkanmu, Eva?" gumam Seraphina, frustrasi namun penuh tekad. Ia tahu bahwa untuk mengalahkan Eva, ia harus bermain lebih cerdik, lebih licik.

Dalam waktu yang bersamaan, Zeno, yang diam-diam memperhatikan Eva selama ini, semakin yakin bahwa wanita itu menyembunyikan sesuatu. Setiap gerakan Eva, setiap kata yang diucapkannya, seolah menyiratkan rahasia yang dalam.

Kecurigaannya semakin kuat ketika ia melihat Eva berbicara dengan Elias, meskipun dari kejauhan. Percakapan mereka tampak terlalu akrab, terlalu rahasia untuk dianggap remeh.

"Eva... apa yang sebenarnya kau rencanakan?" Zeno bergumam pelan, pikirannya dipenuhi dengan berbagai kemungkinan.

Namun, satu hal yang ia tahu pasti, Eva bukanlah wanita biasa. Dan semakin ia menyelidikinya, semakin ia terperangkap dalam jaring misteri yang diciptakan Eva.

Malam itu, hujan tidak hanya mencuci tanah istana, tapi juga membersihkan setiap jejak emosi yang tertinggal.

Eva tahu bahwa permainan ini semakin mendekati puncaknya. Tapi ia tidak gentar. Dengan aliansi baru yang dibentuknya dan musuh yang semakin banyak di sekelilingnya, Eva siap untuk menghadapi apapun yang akan datang.

Termasuk menghadapi Thalios, pria yang pernah ia benci, namun kini mulai menimbulkan perasaan yang semakin rumit di hatinya.

Thorns of ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang