Bab 18: Permainan Kekuatan di Istana

73 3 0
                                    

Heningnya malam yang biasa menemani istana kini terpecah oleh bisikan-bisikan yang menyelinap di antara dinding-dinding dingin.

Suasana yang awalnya tenang berubah menjadi medan penuh ketegangan, di mana setiap langkah dan tatapan menyimpan niat tersembunyi.

Eva duduk di ruang pribadinya, mengamati surat-surat yang baru saja ia terima dari berbagai bangsawan.

Dalam surat-surat itu, tersirat dengan jelas bagaimana Seraphina mencoba memengaruhi para bangsawan lainnya untuk mengucilkan dirinya.

Namun, Eva tak gentar. Senyumnya tipis, penuh arti. Di balik semua ini, ia tahu Elias telah merencanakan sesuatu yang lebih besar.

Tak lama, pintu ruangan terbuka perlahan, dan Elias muncul dengan ekspresi penuh kemenangan. "Aku pikir kau akan senang mendengar kabar ini," ujarnya dengan nada rendah, menutup pintu di belakangnya.

Eva menoleh, tatapannya penuh rasa ingin tahu. "Apa yang sudah kau lakukan, Elias?"

"Aku hanya memberi sedikit umpan," jawab Elias sambil mendekat, menyerahkan selembar kertas yang terlihat lusuh. "Seraphina memakan umpan itu tanpa ragu."

Eva membaca kertas itu dengan cepat, matanya bersinar dengan antisipasi. "Jadi, dia benar-benar terperangkap dalam skandal ini?"

Elias mengangguk, senyumnya semakin lebar. "Semua orang di istana akan tahu besok pagi. Ini bukan sesuatu yang bisa dia sembunyikan."

Eva menghela napas lega, tetapi di balik itu, ada kekhawatiran yang tidak bisa ia abaikan. "Tapi ini belum berakhir, Elias. Seraphina bukan orang yang akan menyerah begitu saja. Dia akan mencari cara untuk membalas."

Elias mengangkat bahu, seakan-akan tak peduli. "Biarkan dia mencoba. Kita akan selalu selangkah lebih maju."

Saat mereka tengah berdiskusi, tiba-tiba terdengar ketukan lembut di pintu. Elias memberi isyarat pada Eva untuk tetap tenang sebelum membuka pintu. Di baliknya, Zeno berdiri dengan senyum misterius yang selalu ia tunjukkan.

"Zeno," ucap Eva, sedikit terkejut. "Ada apa malam-malam begini?"

Zeno melangkah masuk dengan santai, menutup pintu di belakangnya. "Aku mendengar tentang manuver terbaru Seraphina. Kau dan Elias benar-benar bekerja dengan cepat."

Elias menatap Zeno dengan curiga, sementara Eva mencoba menilai maksud kedatangan Zeno. "Apakah kau datang hanya untuk mengucapkan selamat, atau ada sesuatu yang lain?" tanya Eva, matanya menyipit sedikit.

Zeno menghela napas, seolah-olah sedang memikirkan jawaban yang tepat. "Aku hanya ingin mengingatkanmu, Eva. Dalam permainan seperti ini, musuh bisa muncul dari mana saja, bahkan dari orang yang paling dekat denganmu."

Eva merasakan getaran halus di dadanya mendengar kata-kata Zeno. Ia tahu Zeno bukan orang yang berbicara tanpa tujuan. "Apa maksudmu, Zeno?"

Zeno menatap lurus ke dalam mata Eva, tatapannya penuh teka-teki. "Jangan terlalu cepat percaya pada siapa pun, bahkan pada Elias."

Kata-kata itu menggantung di udara, membuat suasana semakin tegang. Elias, yang sejak tadi diam, tiba-tiba tersenyum dingin. "Apakah ini upaya untuk menanamkan keraguan, Zeno? Aku kira kau lebih cerdik dari itu."

Zeno tak merespons langsung, hanya tersenyum tipis sebelum mengalihkan pandangannya kembali pada Eva. "Aku hanya ingin memastikan kau tidak terjebak dalam permainan yang lebih besar, Eva. Kita semua punya tujuan masing-masing, dan aku hanya berharap kau bisa tetap aman."

Eva menyadari bahwa di balik semua ini, Zeno punya agenda sendiri. Tetapi ia juga tahu bahwa menolak bantuan atau peringatan Zeno bisa menjadi kesalahan fatal. "Terima kasih atas peringatannya, Zeno. Aku akan berhati-hati."

Setelah Zeno pergi, Eva dan Elias terdiam sejenak. Pikiran mereka berputar, mencoba mencerna maksud dari percakapan tadi. Eva menyadari satu hal; ia berada di tengah-tengah pusaran kekuatan yang lebih besar dari yang pernah ia bayangkan. Dan setiap langkah yang salah bisa berarti kehancuran, baik bagi dirinya maupun orang-orang di sekitarnya.

"Mari kita lihat bagaimana ini berkembang," gumam Eva pada dirinya sendiri, tatapannya penuh tekad. "Aku tidak akan mundur, tak peduli seberapa rumit permainan ini."

Elias hanya mengangguk, memahami bahwa mereka sudah terlalu jauh untuk kembali. Kini, mereka harus terus maju, menghadapi setiap rintangan dengan cerdik dan tanpa rasa takut. Namun, di dalam hatinya, Elias bertanya-tanya, apakah peringatan Zeno ada benarnya?

Atau apakah ini hanya cara Zeno untuk membuat Eva meragukan dirinya sendiri?

Thorns of ObsessionTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang