Prologue

60 22 13
                                    


Cklek.

Ia pun menoleh ke arah pintu. Seseorang berdiri sambil menyapanya. Ini adalah aktivitas yang sering mereka lakukan sebelum mereka sibuk dengan pekerjaan masing-masing. Namun, pada kali ini, ada sesuatu yang tidak beres dengan raut muka gurunya.

"Regis, besok akan ada penyambutan murid baru kelas ini. Kau akan datang?"

Ia pun terdiam. Apakah telinganya masih berfungsi dengan baik? Apa ia tidak salah dengar?

"Maaf, apa?"

"Besok murid baru akan datang dan menjadi murid kelas Z." ucap gurunya mengulang informasi tersebut.

...Oh.

Eh? Tunggu. Murid baru... dikelas ini? Apa sekolah ini kehabisan ruang kelas sehingga murid baru masuk ke kelas buangan ini? Biasanya sekolah akan mencoret kelas ini sebagai kandidat kelas untuk mereka. Bagaimana bisa tiba-tiba ada murid baru masuk ke kelas ini?

Jujur saja, ia sudah menerima kalau semasa sekolahnya di sini, ia akan sendirian di kelas terpencil ini. Ini sudah tiga tahun, bahkan sekolah tidak terlalu memperhatikannya dan apa yang ia lakukan di sekolah. Selama ia memenuhi kuota labnya, sekolah pun tak peduli kalau ia tidak di kelasnya. Toh, ia sebenarnya tak memiliki kelas tim karena ia sendirian. Sungguh, selama tiga tahun ini, ia dilepaskan begitu saja oleh sekolah.

"Ini pertama kalinya juga bagiku menjadi wali kelas yang tetap. Jujur saja, ini adalah pertama kalinya bagiku." ucap gurunya menggaruk kepalanya.

Regis pun hanya mengangguk paham. Ia sendiri takut dengan perubahan apa yang akan datang. Kalau bisa, ia tak ingin ada orang yang akan datang sampai ia lulus nanti.

Gurunya pun menghampirinya dan menepuk pundaknya, "Tidakkah kau senang akhirnya kau punya teman sekelas?"

Teman... Sungguh itu adalah kata-kata yang hampir tak pernah ia dengar. Terakhir kali ia punya teman, itu berakhir dengan buruk. Sungguh, ia sangat takut dan bingung.

Bagaimana kalau murid baru itu tak menyukainya? Bagaimana kalau selama kelas tim, ia hanyalah beban karena ia tak bertarung? Bagaimana–

Tap.

Gurunya meletakkan tangannya ke kepalanya sebelum mengacak-acak rambutnya sambil tertawa kecil.

"Regis, kau tak perlu khawatir, murid baru ini tidak seram kok! Lagipula rolemu paling unik di sekolah ini, tidak ada yang menjadi Potion Master selain kamu."

"..."

Itu masalahnya, tidak ada orang yang dengan sadar ingin setim dengan role support. Apalagi dengan Potion Master, role yang tidak berguna ketika bertarung di depan. Lagipula, mereka juga dapat membeli potion-potion dari toko. Secara tidak langsung, kemampuan khusus Potion Master tidaklah berarti banyak.

"Kau kan Potion Master terbaik di sekolah ini, mereka pasti akan menyukaimu." ucap gurunya memberi semangat.

"..."

Dibilang terbaik dari satu orang bukanlah hal yang dapat dibanggakan. Kalau ia adalah yang terbaik dari sekolah sebelah, itu sangat maklum kalau ia bangga. Namun, kalau ia terbaik dari sekolah ini? Sungguh, ia tak tahu harus berkata apa.

Gurunya pun menambahkan perkataannya, "Kau tidak perlu khawatir, mereka pasti akan berteman denganmu. Kalau mereka tidak mau, aku sendiri yang akan berbicara dengan mereka."

Regis hanya mengangguk seolah ia paham dan setuju pada perkataan gurunya. Namun, hatinya berkata hal yang jauh berbeda. Sungguhan ia cemas bertemu murid-murid baru ini. Bagaimana kalau ia dirundung oleh murid-murid baru itu? Bagaimana kalau ia dijauhi walau mereka setim? Ugh. Memikirkannya saja membuatnya pusing.

UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang