Chapter 8: Jebakan

29 15 4
                                    


"Ada apa dengan hutan itu? Kalau kau takut pingsan, kami bisa membawamu pulang." tanya Alexa sambil memiringkan kepalanya.

"Tidak... Bisakah kita memilih tempat lain, atau undur latihan itu sampai minggu depan?" ujar Regis sambil mengusap tangannya.

Viggo mengetukkan tangannya, "Kalau begitu, bisakah kau memberitahu alasannya?"

Regis pun terdiam beberapa saat. Ia memandang mereka semua sebelum berkata, "Aku punya firasat buruk."

Viggo pun tertawa terbahak-bahak, ia pun menatap Regis dengan dingin, "Ada yang kau sembunyikan?"

Regis pun mengalihkan pandangannya, "Tidak ada."

"Regis... ada apa? Kau trauma dengan hutan?" tanya guru Ray sambil menatapnya kebingungan.

"Tidak. Hanya aku punya firasat buruk." jawab Regis enggan memberi tahu lebih.

"Aku akan memastikan kau tak akan pingsan lagi, sungguh!" ucap Alexa sambil menepuk pundaknya.

"Itu..." Regis pun menggigit bibirnya, ia tak tahu bagaimana mengatakan kepada mereka. Ia tak tahu bagaimana cara meyakinkan mereka untuk tidak pergi ke sana.

"Kalau begitu, aman saja kita ke sana kan?" ucap Viggo mengalihkan pandangannya ke arah guru Ray.

"Guru, apa aku boleh sekalian berburu?" ucap Alexa secara tiba-tiba.

"Boleh saja." jawab gurunya sebelum beralih kepada Regis, "Bagaimana denganmu? Apa kau ikut?"

Regis pun terdiam. Mulutnya yang sempat terbuka, tertutup kembali dengan rapat. Tangannya mengepal, matanya ia alihkan ke bawah. Ia pun menutup mata.

Apakah ia harus mengambil risiko itu untuk memberi tahu mereka? Apakah ada cara lain tanpa memberi tahu mereka secara langsung? Apa ia yakin ia bisa berlindung? Apa ia yakin ia dapat selamat?

"..."

Regis pun membuka matanya. Ia melihat ke arah guru dan teman-temannya sebelum ia yakin menjawab, "ya, aku ikut."

Wajah mereka langsung berseri seperti memenangkan undian dengan hadiah yang besar. Alexa dan Kiel saling bertepuk tangan, sedangkan Viggo hanya tersenyum tipis. Guru Ray pun berdehem untuk mendapatkan atensi mereka semua.

"Baik kalau begitu. Lusa di hutan ya. Jangan sampai lupa." simpul gurunya.

***

Dua hari sudah berlalu, semenjak kejadian malam itu. Kalau ketiga temannya ini sangat antusias menunggu hari ini, berbeda dengan Regis yang sangat ingin hari ini tidak ada. Selama hari-hari menunggu itu, ia selalu kepikiran dan tak dapat tidur setiap malam.

Apakah pilihannya tepat? Apakah ia yakin datang ke sini, mengetahui apa yang akan terjadi?

"REGIS!"

Regis pun langsung tersadar dari pikirannya, "Ah. Iya?"

Guru Ray melihatnya dengan mengerutkan dahinya, tangannya langsung diarahkan ke dahi Regis, "Kau baik-baik saja? Dari kemarin kau banyak melamun."

Regis pun dengan cepat melepaskan tangan gurunya, "Aku baik-baik saja."

Raut wajah gurunya tetap tidak berubah, "Kau yakin ikut latihan?" tanya gurunya.

Regis pun mengangguk. Tangan gurunya pun berpindah ke atas kepalanya, "Jangan memaksakan dirimu. Kalau kau tak kuat, langsung mundur saja ya."

Setelah gurunya berjalan terlebih dahulu, Regis pun menghela nafas. Mereka juga hampir sampai di hutan itu. Melihat ada tempat teduh, Regis langsung melangkahkan kaki ke sana. Panasnya udara saat ini membuatnya sedikit pusing. Ia pun langsung berteduh sambil melihat guru dan teman-temannya berjalan duluan.

UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang