Chapter 2: Ingatan Masa Lalu

31 18 1
                                    


Gelap.

Satu hal yang Regis dapat lihat saat ini adalah gelap gulita.

Tak ada satu bagian tubuhnya yang dapat digerakkan.

Walaupun begitu, ia tetap tenang. Alasannya karena ia tahu ini adalah mimpi, yang ia butuhkan hanyalah tenaga untuk membuatnya terbangun dari mimpi kegelapan ini.

"Regis!"

Suara familiar terngiang di kepalanya. Ia menolehkan kepalanya, mencari asal suara itu. Seketika, ia disuguhkan dengan pemandangan yang sadis. Darah berceceran di atas salju dan beberapa potongan daging bergeletakkan di atas salju. Namun, dalam pikirannya, hanya ada satu hal yang ia cari.

Kakinya terus berlari di antara mayat-mayat manusia maupun monster. Sesekali memanggil dua orang di tengah keadaan horor itu.

Deg.

Langkahnya terhenti. Kakinya seperti kehilangan rasa. Di depannya ada seorang gadis yang kehilangan kepalanya. Badannya bergetar dengan kencang, membuat dirinya terjatuh di atas salju.

Namun, ia tidak dapat mengalihkan pandangannya dari sesuatu yang terjadi di depannya. Seorang perempuan sedang berjuang menyelamatkan dirinya dari mulut monster. Nafas perempuan itu sangat berat. Badannya penuh dengan luka. Ketika mata perempuan melihatnya, perempuan itu bersusah payah berteriak.

"Re-Regis! Pergi!"

"Ibu!" Regis sadar bahwa itu adalah suaranya. Ia juga sadar badannya berlari mendekati monster yang akan memakan ibunya.

"Se-selamatkan dirimu Re-Regis. Tinggalkan ibu!"

"Tidak, ibu!"

Tangan Regis berusaha meraih ibunya, sesekali ia berusaha menyerang monster itu. Namun, monster itu langsung menutup mulutnya, mencincang tubuh ibunya sehingga terbelah menjadi dua.

Regis pun melangkah ke belakang karena saking horornya. Ketika punggungnya membentur batu yang besar, badannya seakan kehilangan tenaga. Wajahnya bersembunyi dengan lutut dan lengannya saling bersentuhan.

Ia dapat merasakan ada monster yang mendekatinya, bersiap untuk menerkamnya. Namun ia tak memiliki tenaga untuk kabur.

Sungguh, ia sangat takut dan marah. Ia takut akan kegelapan itu, ia tak tahu apa yang akan terjadi selanjutnya. Ia marah karena dirinya yang tidak dapat menyelamatkan adik dan ibunya. Ia marah kepada monster itu, ia ingin mencabik-cabik monster itu hingga tak bersisa. Sungguh, kemarahannya ini membuatnya buta, ia tak dapat melihat apapun.

Ia hanya dapat melihat api yang hitam keunguan yang sedikit menerangi sekitarnya. Kepalanya dipenuhi dengan kata-kata yang semakin menariknya ke dalam kegelapan.

Boom!

...! Gasp.

Seketika Regis pun terbangun. Tubuhnya berkeringat parah dan ia dapat merasakan tetesan air mengalir di pipinya. Ia pun menyeka air matanya dengan tangannya.

"..."

Itu bukan hanya mimpi buruk. Itu adalah memori terakhirnya bersama ibu dan adiknya. Sebelumnya, seringkali ia bermimpi tentang masa lalu yang suram itu. Namun semakin ia dewasa, ia mulai jarang bermimpi tentang masa lalunya.

Ia pun berdiri dan melihat keadaan di luar jendela. Namun, langit masih terlalu gelap untuk orang-orang beraktivitas diluar. Ia juga merasakan kantuk menyerangnya. Masih ada dua atau tiga jam sebelum ia harus pergi ke sekolah. Ia kembali merebahkan badannya ke kasur, tetapi ia tak sengaja menyenggol buku hingga terjatuh.

Regis mengambil buku itu dan menutupnya. Buku merah dengan sampul bertuliskan tulisan-tulisan sihir itu ia genggam dengan erat. Mengapa buku ini ada di sini? Apa ia lupa menyimpannya?

UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang