Chapter 11: Aftermath

20 10 2
                                    


Regis terbangun dari tidur panjangnya. Sepulangnya dari tempat itu, ia langsung masuk ke kamar dan langsung menjatuhkan badannya di kasur tanpa berganti pakaian. Ia dapat melihat matahari sudah bersinar terang dari jendela yang tidak ia tutup semalam.

Pergi ke sekolah akan terasa seperti neraka. Apa sebaiknya ia bolos saja?

Regis melihat ke arah jam. Masih jam 7.34.

Sebenarnya, masih ada waktu ke sekolah tanpa terlambat. Namun, matahari sudah menampakkan dirinya yang membuat dirinya malas untuk keluar di musim panas ini.

"Regis, kau belum bangun? Kau akan terlambat loh!"

Suara gurunya terdengar dari luar pintu. Regis pun menggerutu, ia masih ingin tidur. Dengan pasrah, ia pun bangun dari kasurnya dan mulai bersiap-siap berangkat ke sekolah.

Ketika sampai di ruang tamu, guru Ray menaikkan alisnya ketika melihat tangannya.

"Tanganmu kenapa?"

Regis pun sontak melihat tangannya. Oh. Ia sendiri lupa membalut tangannya saking terburu-burunya.

"Hanya luka bakar biasa." jawab Regis sebelum menambahkan jawabannya, "Kemarin aku terkena bahan peleleh."

Gurunya mengernyitkan matanya, "Itu tidaklah biasa," ujar gurunya sambil mengambil kotak P3K, "kau harus mengobati itu secepatnya."

Regis pun hanya dapat meringis ketika gurunya mengobati dan memperban kedua tangannya. Setelah merasa perban itu erat, mereka pun langsung pergi agar tidak terlambat.

Cuaca di luar sangatlah terik. Regis mendapati dirinya selalu mencari bayang-bayang untuk berlindung dari paparan sinar matahari. Ketika ia melihat gedung sekolah dari kejauhan, ia berjalan lebih cepat dan meninggalkan gurunya di belakang. Sungguh, ia tak tahan berada di luar.

Sesampainya di kelas, ia tidak mendapati siapapun. Biasanya ada satu atau dua orang yang sudah sampai di kelas pada jam segini. Apakah mereka bolos sekolah?

Namun seketika ia melihat senapan di samping meja Alexa, menandakan bahwa Alexa sudah datang dan meninggalkan kelas.

Regis pun duduk di bangkunya dan membuka balutan tangannya. Ia pun mengalirkan sihir penyembuhan pada luka itu. Sedikit demi sedikit luka itu membaik, tetapi tenaganya terkuras banyak sehingga ia memutuskan untuk menghentikan penyembuhannya. mencoba menyembuhkan luka-lukanya dengan sihirnya.

Ia pun menatap luka itu cukup lama, apakah luka yang diakibatkan oleh sihir hitam sulit untuk disembuhkan?

Regis pun kembali membalut tangannya. Melihat tangannya yang terluka membuatnya sedikit aneh. Ia tak pernah menyukai rasanya diperban. Namun, kalau ia membiarkan lukanya begitu saja, ia akan langsung di suruh untuk memperbannya.

Matanya sedikit berat. Sepertinya, ia terlalu banyak menggunakan sihir sehingga ia kelelahan. Namun, sebentar lagi kelas akan di mulai. Ia tak punya waktu untuk memejamkan matanya.

Cklek.

Pintu kelas pun terbuka, Viggo pun masuk ke dalam kelas dan langsung duduk di samping meja Regis.

"Kau baru datang?" tanya Viggo keheranan.

Regis pun menaikkan sedikit alisnya, "Ya? Apa maksudmu?"

Viggo merapikan barang-barang dagangannya dan menatap Regis, "Kukira kau akan bolos. Kau biasanya datang pagi sekali sebelum yang lain datang."

... Apa maksudnya? Viggo sendiri saja datang selalu mepet waktu, mengapa ia bisa tahu Regis datang sepagi apa?

"Mungkin kau tidak tahu kalau aku datang agak siang." ujar Regis.

UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang