Chapter 9: Anti Sihir

23 14 2
                                    


"Kau yakin tidak ingin meminum penawar racunnya?"

Monica melihat Ray dengan tatapan aneh. Ray sendiri pun acuh mendengarnya, "Aku tidak butuh itu."

"Tapi kau akan merasa tidak enak bukan? Selama Potion ini milik sekolah, kau dapat meminumnya dengan gratis."

"Tapi aku tidak membutuhkannya. Berikan saja pada muridku."

Monica pun menepuk kepalanya, "Alexa dan Kiel tidak membutuhkannya. Mereka sudah terbebas dari racun. Viggo sudah meminum penawar, ia tidak butuh. Tinggal kau saja."

Ray pun menaikkan sebelah alisnya. Benarkah? Apakah Potion Regis semujur itu sehingga menghilangkan semua racun dari Alexa dan Kiel? Sepertinya Ray harus mencoba meyakinkan Regis untuk membuka praktik Potion Masternya.

"Mengapa kau begitu aneh hari ini? Apakah racun itu merusak kepalamu?" tanya Monica dengan tatapan aneh.

"Mengapa kau begitu jahat? Kau tahu racun monster tidak akan cukup membunuhku."

"Lah! Terus kenapa kau terlihat begitu senang?" ucap Monica sambil mengerutkan dahinya.

"Oh." Ray pun mengembangkan senyumnya, "Itu karena aku bertemu dengan penyihir Spell Caster."

Monica pun langsung tersentak, matanya membesar, "Benarkah?! Kau menemukannya?"

"Belum, tetapi aku tahu ia masih hidup." ucap Ray sambil melipat tangannya, "Aku melihat kemampuannya di hutan."

Monica mengedipkan matanya sebentar, mulutnya terbuka lebar, "Maksudmu... kau melihat sihir Spell Caster tapi belum bertemu langsung dengan penyihirnya?"

Ray pun mengangguk. Kalau ia melihat jelas penyihir itu, mana mungkin ia mengatakan kalau ia tidak menemukannya.

Monica pun menghela nafas, "Apa warna sihirnya?"

"Warna putih."

Plak.

Monica memukul wajahnya sendiri dengan sangat keras. Ray pun tersentak melihat tingkah aneh dari Monica. Apakah orang ini menjadi tidak waras?

"Kau yakin warna putih?" tanya Monica sekali lagi.

"Ya." ucap Ray sambil menganggukan kepala.

"Kau tidak bercanda bukan?" ucap Monica menatapnya dengan serius.

Ray pun memiringkan kepalanya, "Memang ada apa dengan sihir berwarna putih?" ucapnya dengan penuh tanya, "Bukankah sama saja warna sihir penyihir? Mengapa kau bersikap itu adalah hal yang aneh?"

Monica pun mengerutkan dahinya, "Berapa banyak penyihir putih yang pernah kau lihat?"

Ray pun diam. Benar juga. Sebelumnya, ia tidak pernah melihat satupun penyihir dengan warna putih. Ia pernah mendengar tentang penyihir dengan sihir putih, tetapi ia tidak tahu apakah keberadaannya memang ada. Apakah memang selangka itu?

"Pantas saja aku tidak dapat mendeteksi aura sihir. Toh ternyata penyihir yang kau cari adalah penyihir putih." ujar Monica mendecakkan lidahnya.

Ray pun tertawa kecil, "Apakah karena kemampuanmu mendeteksi aura sihir memang berkurang?"

Monica pun memukulnya, "Tidak bodoh! Kemampuanku masih bagus." seru Monica dengan nada yang tinggi, "Penyihir putih tidak memiliki aura sihir. Mereka itu seperti orang biasa, baru dapat terdeteksi kalau mereka menggunakan sihir."

Ray pun menganggukkan kepalanya. Ohh... Pantas saja sulit dicari. Namun, kalau itu yang membuatnya masih hidup, ia hanya dapat merasa lega. Setidaknya, penyihir itu tidak berada pada keadaan bahaya.

UnboundTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang