Dimensi Calia 10

21 21 2
                                    

Happy reading

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Happy reading....

🌸🌸🌸

Calia pov

“Terima kasih ya nak. Aduhhh nenek jadi tidak enak sudah merepotkan kamu.”

“Tidak apa – apa kok nek, kaki nenek sakit?”

Saat perjalanan ke sekolah dengan begitu buru – burunya agar nantinya tidak terlambat, aku malah bertemu nenek ini. Seorang nenek tua yang membawa gerobak besar berisi buah jeruk untuk di jaul di pasar, saat di jalan yang sedikit menanjak roda gerobaknya rusak dan mengakibatkan gerobaknya tidak seimbang dan jatuh.

Buah jeruk yang akan di antarkan ke pasar untuk nenek ini jual, semuanya berserakan dijalan. Aku sebagai anak yang baik, tentunya tidak bisa membiarkan hal ini terjadi apa lagi tidak membantu nenek tua itu.

Kasihan. Dia sudah tua, tapi masih mau berusaha bekerja mencari nafkah. Dan berakhirlah aku membantu nenek itu mengumpulkan semua buah jeruk yang berserakan itu di jalan dan memasangkan kembali roda gerobaknya kemudian membantunya untuk mendorong gerobak sampai melewati tanjakan.

Setelah itu ku pikir aku sudah akan berlalu dengan tenang untuk ke sekolah, tapi tak jauh setelah aku bertemu nenek tua itu. Seorang gadis kecil memangis di pinggir jalan, aku tidak tahu mengapa dia menangis seperti itu. Dia menangis sambil menatap mendongak menatap poho di atas dan disaat itu itu juga aku menyadari kalau ada seekor kucing yang berada diatas pohon.

“Kucingnya tidak bisa turun.”

Gadis kecil itu terus – terusan menangis dan memohon padaku untuk membantu menolong kucingnya itu, dia sama sekali tidak memperbolehkanku untuk pergi begitu saja kalau aku tidak membantunya.

Saat itu aku tidak ada pilihan lain selain dengan memanjat pohon itu dan menolong kucing yang ada diatas sana.

Bapak berkumis itu menganguk paham setelah mendengar penjelasanku.

"Jadi begitu pak ceritanya

“Hahahah hebet sekali, kamu sudah jadi pahlawan dengan banyak menolong orang.” Ujarnya.

“Jadi saya boleh masuk kan pak?”

Dia tidak menjawab dan terus diam sambil memegangi kumisnya, mungkin dia sedang berpikir dan mempertimbangkan keputusannya untuk membuka pintu masuk sekolah untukku.

Ya, aku terlambat sangat terlambat makanya bapak penjaga ini tidak mau membuka pintu untuk aku masuk dan meminta penjelasan mengapa aku bisa terlambat ke sekolah.

Dia berjalan menuju pos penjagaan dan duduk disana, dengan santainya menyeruput secangkir kopi hangatnya dan tak menghiraukanku sama sekali disini. Padahal aku sudah begitu memohon padanya.

“Pukul 08:00, kamu tahu kan?”

“Itu artinya kamu terlambat dan kamu tidak bisa masuk sekarang, nanti setelah pergantian pelajaran di kelas baru kamu bisa masuk. Okeyy.” Ucapnya lagi sambil menyeruput kembali kopinya.

“Tapi pak, saya terlambat bukan tanpa sebab. Saya terlambat karen-“

“Ya ya ya, itu bagus. Sudah semestinya kamu membantu orang tua, tapi kedisiplinan masih tetap nomor satu. Di sekolah ini semuanya sama, sama – sama harus disiplin dan menaati aturan. Baik itu siswa siswi mau pun guru.” Jelasnya.
“Aaaahhhaaa ini dia, kamu bisa menunggu disini dulu sama dia.” Kata bapak itu dengan menunjuk di belakang ku.”

Aku barbalik dan sedikit terkejut melihat seorang cowok bertubuh tinggi itu ternyata sudah beridiri tepat di belakangku.

Aku menatapnya dari bawah sampai atas, bukan tanpa sebab tapi karena orang ini sedikit tidak asing. Sepertinya aku kenal, postur tubuhnya mirip seseorang.

Aku terus menebak – nebaknya sampai akhirnya dia membuka helmnya.

“Kamu!!”

Sontak kami bertiga kompak secara bersamaan saling menunjuk satu sama lain, memang tidak asing karena cowok yang kini ada di hadapanku tak lain adalah orang yang kemarin. Dia orang yang menyeremperku dengan motor dijalan dan melibatkanku pada permasahan dengan gangster.

🌸🌸🌸


Berahkirlah sekarang kita berdua berada di area belakang sekolah, bapak penjaga sekolah itu tadi menyuruh kami menunggu di depan sampai jam pelajaran pertama selesai. Tapi orang ini tiba – tiba saja mengajakku untuk kerja sama, kerja sama apa itu aku tidak tahu. Aku hanya ikut karena tadi aku tidak ingin sendirian di depan.

“Kita mau ngapain sih?” Tanyaku jengkel karena sedari tadi aku hanya terus berdiri melihat dia yang sedang memperhatikan situasi sekitar.

Siapa sangka jika aku akan satu sekolah dengan cowok ini, melihat dari penampilannya yang tidak seperti siswa teladan dapat dipastikan kalau dia tidak lebih hanyalah berandalan sekolah.

“Kamu mau masuk tidak?” Tanya.

“Menurutmu?”
“Aku mau masuk, tapi harus manjat tembok ini dulu. Kalau kamu mau, aku bisa bantu kamu manjat tapi itu kalau kamu berani kalau tidak ya tidak masalah.”

Aku mengalihkan padanganku darinya melihat tembok yang cukup tinggi itu, dibandingkan dengan ukuran tubuhku yang pendek ini.

Dia bercanda kan? Mana mungkin aku bisa memanjak tembok ini, dia pikir aku ini manusia kadal apa.

“Bagaimana, mau tidak?”

“Ck. Kamu ini gila ya? Temboknya tinggi mana mungkin aku bisa panjat.” Omelku padanya.

Dia tidak mengubris, lama dia menatapku sebelum dia menawarkan pundaknya padaku.

“Ngapain?” Ucapku pura – pura bertanya meskipun aku tahu kalau dia sedang menawarkan bantun untukku.

“Kamu gak mau aku bantuin?”

“Ya sudah, aku duluannya.”

Dia mengambil ancang – ancang melompat dan meraih ujung tembok itu, cukup mudah dan bukan hal yang sulit untuk dilakukan oleh orang yang berutubuh tinggi tegap sepertinya.

Dengan segera aku menahan kakinya dibawah sebelum dia benar – benar meninggalkan ku sendiri disini.

“Kamu serius mau ninggalin aku disini, tega banget sih.”

Dia menatapku malas, aku tahu kalau sekarang dia kesal karena sikap ku yang seperti ini. Posisi kami berdua lebih tepat dia sedang bergelantungan di tembok dan aku menahan kakinya di bawah, ku genggam dengan erat agar dia tidak meninggalkanku.

“Lepas!! Aku mau naik.” Ujarnya namun sgera aku menggeleng.

“Kamu harus bantu aku dulu baru kamu boleh masuk.”

“Katanya tadi gak mau. Aarggg gimana sih, gak jelas banget kamu.” Dia mengerang kesal namun tetap dia kembali dan memperikan pundaknya untuk aku gunakan sebagai pijakan.

“Ka- Kamu gak boleh lihat ke atas yah.” Ujarku padanya untuk mengingatkan, aku tidak ingin kembali terulang untuk yang kedua kalinya seperti kemarin.

“Iya iya iya, ya udah cepetan!!!”

Aku dengan segera memijakkan kaki ku di pundaknya dengan hati – hati, setelah di rasa aman barulah dia perlahan berdiri. Dalam situasi itu juga aku berpikir kalau aku tidak berat kan, dia bisa kan menahan bobot badanku. Aku takut sekaligus malu kalau dia tiba – tiba bilang kalau aku itu berat.

“Ini tinggi banget, sekarang aku gak bisa turun.” Adu ku saat aku sudah berada diatas, disana aku mendudukkan diriku diatas tembok dan melihat ternyata cukup tinggi untuk aku bisa melompat turun.

Tidak butuh waktu lama dia juga segera memanjat dan lompat lebih dulu dariku, tapi tidak serta merta meninggalku yang masih berada diatas dia justru dengan murah hati mengulurkan keluda tangannya untuk membantuku untuk turun.






TBC...

Calia Dimension Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang