Dimensi Calia 14

16 11 0
                                    

🌸Selamat membaca🌸

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


🌸Selamat membaca🌸

your time reading this story
To support the author, don't forget to give your votes and comments
Sorry for typo

Calia pov

Setengah hari itu selesai meskipun tidak semua berjalan dengan baik, Irine hari ini terus - terusan datang menghampiriku hampir setiap pelajaran selesai dan pada nyatanya aku dan Irine masih tetap dekat meskipun kami berdua sudah tidak satu kelas lagi.

Sangat menyebalkan, berinteraksi dengan dia sangat - sangat menguras tenaga. Aku sangat tidak suka jika dia datang ke kelas dan mengajak rombongan para gadis penjilat sok asik itu. Karena itu juga anak - anak di kelasku jadi tidak betah berada di kelas dan mereka juga jadi sungkan padaku, karena para gadis yang lengkat pada Irine lebih mirip komplotan gadis pembully.

Waktu sekarang 16:00 dan bel sekolah telah berbunyi, guru matematika yang sudah dua jam menjelaskan di papan tulis depan akhirnya selesai dan berhenti menjelaskan begitu saja. Meskipun beberapa murid yang lain masih ingin mendengarkan jawaban akhir soal - soal yang menurutku sangat menjengkelkan itu.

Ketua kelas memimpin kami memberi salam ke pada guru, setelah selesai guru itu dengan cepat mengambil barang - barangnya dan keluar. Dia sangat terburu - buru seperti anak - anak yang lain yang sudah ingin pulang.

Aku menengok kesamping dan cowok itu sudah tidak ada, cepat sekali dia pergi. Padahal niatnya aku ingin sekali menanyakan namanya siapa, aku belum tahu siapa namanya setelah kami berdua melalui beberapa peristiwa bersama.

Aku keluar dari kelas sebagai orang terakhir melewati lorong sekolah yang sudah mulai sepi.

"Calia."

Seseorang memanggil namaku dari belakang yang aku sudah tahu dan mengenali dengan jelas siapa pemiliki suara itu.

Ya siapa lagi kalau bukan Irine, dia adalah orang yang paling dekat denganku di sekolah ini. dia datang dan merangkulku layaknya sahabat pada umumnya, tapi aku sangat tidak nyaman.

"Kamu pulang sama siapa?"

"Aku pulang sendiri." Balasku.

"Hari ini aku akan pulang bersama Leo, dia akan di jemput oleh sopirnya kamu mau ikut?"

Mantanku, sebagai seorang sahabat dia sama sekali tidak punya etika. Bagaimana bisa dia begitu entengnya berbicara seperti itu padaku, sementara aku dan Leo putus karena Leo ingin berpacaran dengannya.

Apa Irine ini bodoh, dia sama sekali tidak memikirkan perasaan Calia yang dulu begitu sedih setelah di putuskan oleh Leo.

Kami berdua kini telah tiba di depan dan aku lihat cuaca yang tidak mendukung, tiba - tiba saja hujan padahal tadi cuacanya sangat cerah.

Mobil mewah berwarna hitam berhenti tak jauh dari kami dan seorang cowok dengan seragam yang sama keluar dengan membawa payung, dia berjalan menghampiri kami berdua menerobos hujan.

Seperti seorang pangeran yang akan menjemput tuan putrinya, mantanku Leo sungguh begitu romantis. Aku bisa melihat begitu tersipu malunya Irine saat Leo tiba dan menggenggam tangannya, sukses itu menjadi perhatian semua orang.

Tatapanku tak sengaja bertemu dengan Leo, hanya beberapa detik saja sebelum aku memilih untuk mengalihkan perhatianku ke depan.

Apa - apaan perasaan ini, aku jadi sedikit kesal saat melihat mereka berdua.

"Calia kamu beneran gak mau ikut bersama kami, sopir Leo akan mengantarkanmu pulang. Iya kan Leo."

"Tidak perlu kalian pulang saja."

"Sayang sekali, padahal hujannya cukup deras." Ujarnya lagi dengan tatapannya yang tak tega.

Aku menatapnya dengan tersenyum, berharap dia tidak lagi mempedulikanku. "Aku baik - baik saja, aku bisa menunggu di sini. Lagi pula aku tidak akan sendiri karena masih banyak anak - anak yang lain yang masih menunggu."

Kedua orang itu menganguk dan pergi setelah itu, syukurlah karena aku juga tidak tahan dengan mereka berdua.

Seperti orang yang dihianati aku bisa merasakan sedikit rasa kesal dalam hatiku melihat Leo bersama Irine, dia tega sekali memutuskan hubungan kami demi bisa berpacaran dengan Irine yang merupakan sahabatku sendiri.

Kalau saja Calia yang asli melihat ini mungkin hatinya akan lebih tercabik - cabik lagi, dan kalau saja Calia yang asli mungkin dia bisa saja ikut pulang bersama mereka karena kepolosannya yang tidak tertolong.

***

Sudah hampir dua puluh menit aku menunggu hujannya reda, tapi tak kungjung berhenti juga. Sekolah sudah mulai sepi karena yang lain memutuskan untuk pulang, tapi mereka pulang dengan payung sementara aku tidak punya payung.

Aku memejamkan mata dan menghela nafas pelan kemudian setelahnya aku berakhir menerobos hujan, dengan hanya menggunakan kedua tanganku untuk menghalau air hujan mengenai wajahku walaupun rasanya percuma saja.

Aku berjalan dengan cepat menyusuri trutoar, sebelum aku semakin basah kuyub aku harus segera tiba di pemberhentian bus.

Byuurr!!

Seorang pemotor lewat dan menyipratkan air yang tergenang di jalan mengenaiku dan basah sudah, aku terdiam tertekun disana sebelum aku melihat orang yang melakukan ini. Dan tak lain dia adalah cowok itu, dengan motor besarnya aku bisa mengenalinya.

Karena dia berhenti dan menengok padaku, mungkin dia merasa bersalah melakukan hal jahat ini padaku. Dia melambaikan tangan keatas mungkin sebagai ungkapan dia tidak sengaja melakukannya, tapi aku tetap saja kesal.

Setelahnya aku hanya bisa meratapi nasibku saat dia kembali melajukan motornya dan pergi meninggalkan aku disana sendiri seorang diri, karena tidak ada lagi orang yang mau kehujanan tanpa payung kecuali diriku.

"Sial." Gumamku.

Hidup memang tidak bisa di tebak, seperti aku yang tidak bisa menebak kalau sore ini aku akan pulang kehujanan seperti ini. Dari banyaknya kendaraan yang lewat tak ada satu pun yang bersedia untuk mengangkutku, setidaknya hanya sampai di pemberhentian bus. Tapi aku tetap melanjutkan perjalan berharap di depan akan ada toko dan aku bisa membeli payung.

Tapi samar - samar aku melihat ke depan dengan mata yang setengah tertutup karena hujan, motor besar itu dan seseorang datang dari arah yang berlawanan dan berhenti tepat di dekatku.

"Ini."

Payung, jadi dia sengaja kembali untuk memberikan aku payung.

Aku mengambil payung itu dan segera membukanya, walaupun aku sekarang sudah terlanjur basah kuyub karena hujan dan karenanya juga.

"Terima kasih." Ucapku.

"Maaf soal yang tadi, aku tidak sengaja."

"Tidak apa - apa, kau sendiri kenapa pulang hujan - hujanan. Bukannya bahaya, apa lagi kamu bawa motor dan bisa jadi jalanannya licin." Ujarku lagi padanya.

"Aku buru - buru, kalau begitu aku pulang dulu."

Dia menyalakan mesin motornya lagi dan pergi dengan begitu cepatnya. Sepertinya dia memang sangat buru - buru.



TBC...


Calia Dimension Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang