CHAPTER 9 :

17 0 0
                                    

Hanya Kamu Tidak Ada Yang Lain.

Aku dan Jordan dipilih menjadi panitia seminar di kampus yang mendadak dibentuk beberapa hari sebelum kegiatan seminar dilaksanakan, membuat persiapan kami dan panitia lain benar-benar harus total dan menguras tenaga. Dalam satu hari, aku dan Jordan bisa beberapa kali bolak balik kampus bahkan pulang pagi.

Pagi itu, aku datang cukup terlambat karena sebelumnya harus rapat kegiatan lain dulu. Cukup malu dan tidak enak karena beberapa panitia lain sudah hadir dari pagi dan berkumpul di gedung utama kampus. Beberapa panitia diambil dari anggota tim bola, membuat jumlah panitia laki-laki lebih banyak dibanding panitia perempuan. Aku bisa merasakan beberapa orang menatapku yang berjalan masuk untuk duduk bersama panitia perempuan lain, sebelum akhirnya Jordan mendekat ke arahku dan mengambil posisi duduk tepat disampingku.

"Ada yang nanya soal kamu?". bisiknya.

"Siapa?". tanyaku penasaran menengok sekitar.

"Anak-anak bola". jawab Jordan singkat, tapi terlihat kesal. Aku tersenyum semakin ingin bertanya menggodanya, "Tanya soal apa?". tanyaku. Jordan menghela nafas berat, "Kamu siapa? mau minta tolong dideketin". jawabnya.

Aku meletakkan tanganku pada lengannya, "kamu jawab?". tanyaku penasaran, Jordan menjawab dengan yakin meniru cara dia menjawab pertanyaan iu sebelumnya, "aku jawab pacarku lah!". jawabnya.

Mendengar jawaban Jordan dan melihat tingkahnya membuatku gemas karena dia terlihat begitu manis dan lucu saat mengatakan hal itu, "pintar". balasku tersenyum lebar.

Siapa sangka ternyata ceritanya tidak sampai disitu, saat malam setelah kembali ke kosan masih ada cerita lagi dari Jordan. Dia menelfonku lalu beercerita tentang pandangan teman-teman bolanya terhadapku. Sampai tiba-tiba saja Jordan menjadi lebih serius, suaranya berubah lebih pelan terdengar gemetar dari seberang.

"Aku takut kamu diambil cowok lain". katanya.

Sebenarnya aku ingin tertawa mendengar perkataan itu tapi mendengar bagaimana cara dia mengatakan hal itu kepadaku membuatku tidak ingin melukai hatinya, tulus atau tidak ungkapan dia saat itu akan aku anggap sebagai bagian ketulusannya. Setidaknya aku pernah mendengar dia mengatakan hal itu, setidaknya dalam ingatanku dia pernah setulus itu.

"Aku akan sama kamu terus, Jordan". jawabku meyakinkan Jordan.

Malam itu, kami berdua mengungkapkan perasaan kami kepada satu sama lain. Aku juga mengungkapkan kepadanya betapa aku sangat bersyukur karena pada akhirnya bertemu dengannya. Jordan memiliki ketakutan yang dia bawa dari hubungan sebelumyna, ditinggalkan oleh mantannya saat itu yang pada akhirnya menikah dengan orang lain bahkan pernikahan mantannya. Bayangkan saja bagaimana Jordan menjalin hubungan dengan mantannya selama 6 tahun, hubungan beda agama dan tidak direstui oleh kedua pihak keluarga mereka masing-masing. Pada akhirnya perempuan itu dinikahi oleh seorang tentara yang aku juga tidak tau jelas siapa orang itu, karena memang aku tidak pernah ingin bertanya lebih jauh kepada Jordan tentang masa lalunya.

Satu hal yang aku tau, bahwa setelah mendengar semua itu. Setelah cerita Jordan tentang masa lalunya aku tau, aku tidak berniat meninggalkan Jordan atau melukai perasaan lelaki itu. Mengetahui masa lalunya, justru membuatku makin percaya bahwa aku mau mencintainya lebih dari hari itu.

Pelaksanaan seminar akhirnya tiba, dari semua panitia sepertinya bagianku yang paling ringan karena aku bertugas di bagian multimedia bersama tim multimedia yang memang sudah lebih terlatih di bidangnya jadi tugasku hanya mengarahkan.

Setelah kegiatan selesai, aku dan Jordan dengan malu-malu ingin berfoto bersama. Sebenarnya yang membuat kami malu adalah karena kami tau akan dilihat oleh panitia lain, tapi kesempatan bagi pasangan ini berfoto tidak boleh dilewatkan.

"Gandengan dong". beberapa panitia menyoraki kami berdua, mengarahkan karena kami berdua dari tadi tidak tau harus berpose seperti apa selain bersebelahan.

Tanganku diraih oleh Jordan, digenggamnya erat.

"Fotoin". katanya. Saat itu, aku menahan agar tidak terlihat salah tingkah saat dia menggenggamku begitu erat. Tangannya hangat, senyumnya menawan, dan aku jatuh cinta lagi.

Hari-hari berpacaran dengan Jordan adalah masa dimana aku merasa bahagia, aku sungguh berharap bahwa Jordan juga merasakan hal yang sama, setidaknya dulu aku pernah ada dalam bagian hidupnya. Aku selalu menemani Jordan dalam setiap pertandingan bolanya yang bahkan tidak bisa aku hitung berapa, tanpa perlu dia minta dulu padaku. Masih tersimpan jelas dalam ingatanku bagaimana aku khawatir saat dia jatuh di tengah lapangan saat sedang bertanding di kampus.

"Itu Jordan bukan?". tanya Leora menunjuk ke arah lapangan, melihat tim P3K yang sedang berlari ke tengah lapangan membawa tandu untuk mengangkat seorang pemain yang baru saja jatuh.

Aku panik begitu menyadari bahwa itu adalah Jordan, pingsan di tengah lapangan. Begitu pertandingan selesai, aku langsung berlari menuju Jordan yang sudah sadar karena memang penonton baru bisa menemui setelah selesai jadi selama sisa pertandingan berlangsung aku berusaha tetap menahan diri dan percaya pada tim P3K yang menanganinya.

Sebelum Jordan mengganti bajunya, dia terduduk lemas di depan gedung fakultas karena masih pusing efek jatuh di lapangan. Aku menghampirinya dan berlutut di depannya agar lebih mudah berkomunikasi, "Pusing banget?". tanyaku mengelus punggungnya pelan.

Jordan menatapku dalam lalu tersenyum, "Gak kok, soalnya ada kamu". jawabnya mencubit pipiku. Aku tersenyum tapi tau jelas bahwa dia sedang berbohong karena terlihat menahan pusingnya. Leora ternyata diam-diam mengambil foto kami saat bersama, dari foto itu aku dan Jordan terlihat saling menatap satu sama lain.

Melihat Jordan yang susah berdiri, aku langsung meraih kedua tangannya membantunya berdiri. "Aku masuk dulu, tunggu sebentar disini". katanya lalu bergegas mengikuti teman-teman bolanya yang lain. Tapi tiba-tiba saja dia kembali di depanku, membuat aku dan Leora yang saat itu menemaniku bingung.

"Kenapa?". tanyaku mengernyitkan dahi, bingung.

Jordan semakin mendekat tanpa sedikitpun melepas tatapannya dariku, "Aku lupa sesuatu".

"Ap–". belum sempat aku menyelesaikan satu kataku, Jordan mengecup dua jari tengah dan telunjuk miliknya sendiri lalu dengan cepat menempelkannya tepat di keningku, membuatku diam mematung salah tingkah.

"Jiakh". respon Leora ikut salah tingkah dan heboh sendiri melihat apa yang baru saja dilakukan Jordan kepadaku.

Aku bisa menebak saat itu pasti wajahku merah seperti tomat segar, bahkan sampai Jordan pergi dari hadapanku masih saja aku berdiri seperti patung. Setelah Jordan selesai, dia langsung kembali menghampiriku.

"Kamu rasa gimana?". tanyaku bingung harus menyentuhnya atau tidak, takut dia tidak nyaman karena masih merasa sakit. Namun dia langsung bersandar kepadaku, meletakan kepalanya di pundakku. "Pusing". jawabnya singkat.

Perlahan tanganku mengelus kepalanya, "Pusing banget? kita ke dokter ya?". tanyaku pelan.

Jordan menggeleng kepalanya, menolak. "Gak mau". Aku menghela nafas, sudah tau apa jawaban yang akan dia berikan memang sesuai tebakanku. "Pusing banget mau muntah". lanjut Jordan. Lelaki ini menolak ke dokter, tapi mengeluh kesakitan.

"Sekarang kamu balik terus istirahat, kalau makin sakit nanti kita ke dokter dan kamu gak boleh nolak!". tegasku. Jordan mengangguk setuju dengan perkataanku barusan.

Beruntung saja setelah itu Jordan merasa keadaannya membaik, tapi tentu saja aku masih tetap menjaganya jangan sampai dia pusing lagi dengan memberikan beberapa jenis obat-obatan untuknya bila dia merasa pusing lagi. Memang sepertinya love languageku adalah giving medicine. Terbukti setiap kali Jordan baru mengeluh sakit sedikit saja, aku akan langsung membelikan banyak obat untuknya untuk satu keluhan sakit. Sederhana, aku ingin lelaki yang bersamaku, lelaki yang aku cintai, lelakiku sehat dan baik-baik saja.

Aku selalu berusaha menjagamu, jadi sekarang tanpa aku disampingmu sebagai kekasihmu lagi. Aku harap keadaanmu baik. Bahkan dalam harimu yang sekarang, aku ingin kamu mengingat perhatianku padamu sedikit saja. Setidaknya aku tidak ingin rindu padamu secara sepihak, setidaknya beberapa kali dalam harimu ingatlah rasanya dicintai olehku.

KATA MEREKA INI BERLEBIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang