CHAPTER 11 :

9 0 0
                                    

Aku tetap memilihmu,

Terlepas dari siapa yang memilikimu di masa lalu.

Aku mendekap erat tubuhmu,

Tanpa peduli pada siapa dulu pelukmu.

Suatu malam ketika hujan sedang turun deras, Jordan datang padaku dengan wajah cemas seolah ada banyak yang dia pikirkan. Kami duduk seperti biasa di ruang tamu kosanku yang bisa mendengar dengan jelas tawa dan percakapan seru pasangan lain di lantai atas. Jordan tetap pada posisinya, duduk di samping kananku tanpa sedikitpun melepas pandangannya sejak datang.

"Kamu kenapa, yang?". tanyaku penasaran.

Jordan menghela nafas berat, terbebani. "Ada yang aku perlu jujur sama kamu". dia menatapku dalam, "Soal masa laluku". lanjutnya.

Sejujurnya jauh dalam diriku ada rasa penasaran terhadap masa lalu Jordan selama ini. Terlebih karena aku tau bahwa sebelum menjalin hubungan denganku, dia pernah menjalin hubungan dengan seorang perempuan bernama Alina. Pacarnya selama enam tahun, keduanya putus karena beda agama, tidak direstui, lalu Alina dijodohkan dengan seorang tentara pilihan orang tuanya. Pernikahan Alina dihadiri oleh Jordan sebelum dia akhirnya memutuskan untuk berkuliah di Salatiga. Sebenarnya dunia perkuliahan tidak pernah ada dalam bayangan hidup seorang Jordan, namun seperti berlari dari kenyataan dia akhirnya tiba di Salatiga. Beberapa bulan setelah tiba di Salatiga, Jordan bertemu denganku yang kini menjadi pacarnya. Aku baru mengetahui masa lalunya sebatas itu, satu hal lain yang mungkin membekas dalam ingatan ku adalah saat Jordan pernah mengatakan bahwa dulu setelah putus dari Alina dia sampai harus mendatangi psikolog. Cerita Jordan yang aku cermati satu persatu mengantarkanku pada pemikiran bahwa Jordan sangat mencintai Alina, bahkan aku mungkin hanya akan mendapat sedikit bagian saja dalam hatinya.

"Kamu tau aku gak pernah maksa kamu untuk ngelakuin hal ini kan?". tanyaku, meraih tangannya. Jordan mengangguk, "Aku tau". menjawab.

Jordan mulai menceritakan masa lalunya padaku, entah masih ada yang ditutupi atau tidak tapi malam itu aku rasa dia telah menceritakan semuanya bahkan pada hal yang dengan sadar dia tau akan menyakiti perasaanku sebagai seorang perempuan. Sungguh, aku tidak tau harus merespon ceritanya seperti apa, perasaan cinta dan marah bercampur menjadi satu sampai aku hanya bisa menatapnya saja. Tipe lelaki yang sejak dulu paling aku hindari, hari ini menjadi orang yang paling aku ingini.

"Kamu perempuan baik, rie. Sekarang terserah kamu masih mau lanjutin hubungan ini atau kamu mau lari dari sekarang". katanya, menutup cerita.

Sekarang giliranku yang menghela nafas berat, semua hal yang dia ceritakan berhasil aku bayangkan. Sebagai seorang perempuan, aku sangat marah mendengar cerita masa lalunya. Namun sebagai orang yang mencintainya, aku bahkan tidak bisa mengalihkan pandanganku dari matanya. Sepasang mata yang tertunduk malu setelah bercerita, menunggu apa jawabanku atas kejujurannya.

"Valerie kalau kamu butuh waktu, kamu bisa mikirin keputusanmu buat hubungan ini dulu".

Suara Jordan yang pelan saat mengatakan itu, membuatku menemukan jawabanku.

"Aku gak butuh waktu atau pertimbangan lain, aku tetap mau ngejalanin hubungan ini sama kamu. Asalkan kamu bisa pilih mau jalanin hubungan ini kedepannya sama aku dan berubah jadi lebih baik atau kamu mau tetap hidup dalam masa lalu kamu". ucapku serius.

Mendengar jawabanku, akhirnya Jordan kembali menatapku.

"Kamu yakin gak akan nyesel jadi pacarku?". tanya Jordan.

"Ya jangan buat aku nyesel". jawabku tersenyum.

"Siap boss". katanya.

Begitu Jordan sudah pulang, aku masuk ke kamarku lalu mengunci pintu. Air mata yang sejak tadi aku tahan saat mendengar ceritanya, kini aku tuangkan dalam doaku malam itu. Aku hanya ingin bisa mengasihi dan mengampuni dia dalam hubungan kami.

***

Pagi itu aku diminta Jordan untuk menemaninya ke kampus, mau membayar uang kuliah. Jordan memang lebih memilih pembayaran langsung. Sebelum berangkat, tidak lupa Jordan dan modusnya di belakang pintu pagar kosanku. "Ada yang kelupaan, yang". katanya, tanpa menunggu responku dulu langsung menciumku di kening, pipi kanan, pipi kiri, dagu, hidung, dan membuat tanda salib di keningku sebagai penutup.

"Modusnya". aku tersenyum.

Baru saja Jordan ingin melangkah keluar, aku menahan lengannya. "Kena-". belum selesai satu kata yang diucapkan, aku sudah mencium kedua pipinya. Jordan langsung terdiam menatapku, tidak pernah aku balas dia sebelumnya.

"Udah sayang, ayo berangkat". aku menahan tawa melihat wajahnya yang memerah, lalu dengan cepat keluar meninggalkannya.

Jordan berlari mengejarku yang memang melangkah cepat karena salah tingkah, "Iuh, kenapa kamu tiba-tiba kayak gitu ke aku?". tanya lelaki itu dari belakang.

"Kenapa? gak boleh? pacarku!". ucapku, tidak mau menoleh padanya di belakang karena wajahku juga merah saat itu.

Sepanjang jalan Jordan terus bertanya kenapa aku melakukan hal itu, padahal tidak pernah aku lakukan sebelumnya. Dia masih belum mengerti bahwa aku sudah jatuh cinta padanya, bahwa gadis gengsi dengan ego yang tinggi itu kini luluh hanya untuknya.

Di kampus, kami tidak sengaja berpapasan dengan beberapa kakak tingkat yang juga adalah anggota lembaga kemahasiswaan di kampus yang sudah kami kenal.

"Jadi ini yang diposting tapi crop itu".

"Gimana lagunya yang dipakai? i will never fall in love again until i found her".

Mereka semua terlihat antusias dalam menggoda kami berdua,

"Langgeng ya kalian couple goalsku".

"Harus langgeng udah cocok banget".

Semua kalimat tentang hubunganku dan Jordan yang diharapkan langgeng oleh mereka, diam-diam aku aminkan. 

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

KATA MEREKA INI BERLEBIHANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang