Bisingnya kendaraan berlalu-lalang rupanya tak cukup meningkahi suara hentakan kaki di belakang punggung Kenneth. Sepasang deria pendengar bekerja cepat, mengirim sinyal pada saraf yang lantas merespon dengan balikkan badan. Bukan hal yang dia perkirakan, ketika di hadapannya kini berdiri si alpha bahan buah bibir Erica beberapa menit lalu. Bau dari tubuh pemuda tinggi itu sungguh campur aduk bermacam-macam; asap rokok, sitrus, rempah, dan kayu-kayuan, itu semua berpadu dalam kombinasi yang menyiksa hidung. Kenneth tak bisa tahan, dia kejap membatin, apa orang ini habis bertualang mencoba semua parfum di aisle wewangian pusat perbelanjaan?
Namun, abai sebentar perkara wangi yang menyengat, orang ini sangatlah patut dicurigai. Kenyataan bahwa sang alpha tadi masih duduk tenang di meja restoran, dan kini dia berlari mendapatkan Kenneth keluar, sudah lebih dari cukup jadi alasan si omega meninggikan waspada.
“Maaf? Ada yang bisa saya bantu?” Tutur Kenneth hati-hati, kakinya siap mundur untuk lari bila benar maksud alpha asing ini datang padanya untuk mencari gara-gara. Dia menjaga agar tidak melepas kontak mata; strategi pertahanan diri supaya lawan tidak melihatnya sebagai sasaran yang lemah. Namun, dari sepasang bola mata itu dia melihat secercah harap, seperti seseorang menatap hal yang lama didamba. “Tuan?” Kenneth coba buka suara lagi sebelum dia yakin harus kabur. Alis sang omega turun menyatu hingga timbul tukik kecil di atas pangkal hidung bangirnya.
Ketika disangkanya tak mungkin ada konversasi yang bersambut, dan dia berhadapan dengan orang sinting, jantung Kenneth dibuat nyaris henti hanya bermodal sebuah kata lolos dari si lawan bicara, “Peter.” Manik sang omega membelangah, sekujur tubuhnya beku di tempat, tak dapat bergerak barang sejengkal. Kontras dengan deru napasnya yang kian terburu bak dikejar-kejar. Bagaimana, batinnya ketakutan.
Bagaimana bisa ada orang asing yang kenal identitas lamanya di sini.
“A--anda salah orang, itu bukan saya.” Gagap si omega, kali ini dia betulan harus segera kabur. Baru selangkah Kenneth berpaling, lengannya sudah dicekal. “Tunggu!” Cegah sang alpha yang membuat Kenneth kian takut. Dia menyentak pegangan alpha asing itu, tetapi lawannya seperti begitu enggan melepaskan. “Tolong dengar saya sebentar.” Tidak nampak niat si alpha untuk membiarkan dia pergi, sampai sebuah ancaman Kenneth buat, “Lepas atau saya akan teriak?!” Banyak orang di sekitar sini, mungkin beberapa sudah mulai sadar kalau si omega tengah kesulitan. Tanpa ada banyak perlawanan, cekalan sang alpha lepas, dan Kenneth langsung berlari sekencang yang dia bisa.
Pikirannya kacau, Kenneth sengaja tidak menuju halte karena takut kalau-kalau alpha itu akan tahu jalur transportasi menuju arah tempatnya tinggal. Dia lari dan terus berlari, tak melihat belakang, sebab bagaimana jika sewaktu ditoleh, alpha tadi masih mengejarnya? Berharap saja si alpha bukan berasal dari sekitar sini, dengan begitu Kenneth bisa lebih percaya diri mencari jalan kabur.
Lama berlari, sang omega pun letih; tungkainya menyerah dipaksa lebih jauh dari ini, oksigen di paru-paru juga sudah begitu menipis. Kenneth dapati diri merosot bersandar pada dinding sebuah gang, kepala naik menengadah untuk lihat langit mulai petang. Mulutnya membuka celah, butuh raupan udara lebih banyak agar tubuh lekas tenang.
Sang omega memejam, peluk kedua lengannya sendiri erat-erat. Tanpa bisa dicegah, memori kejadian empat tahun silam terulang lagi di kepala, dan rasa sakitnya masihlah sama—tiap pukulan dan tendangan, tiap hantaman benda keras, dan tiap sentuhan lancang yang merenggut kesuciannya, Kenneth ingat dengan begitu jelas. Air matanya jatuh terburai, tangan menepuk-nepuk dada yang berdebar serta sesak.
“Hoek,” lambungnya serasa diremas, kepala berputar-putar, dan kesepuluh jarinya gemetaran. Sudah sangat lama sejak terakhir serangan paniknya datang separah ini, “Ki...eran,” tapi sial kali ini tak ada seorang pun bersamanya untuk membantu.
KAMU SEDANG MEMBACA
For Better or For Worse | ft. Nahyuck (✓)
FanficKesalahan besar membuat kapabilitas Max dipertanyakan. Hanya tinggal satu kesempatan tersisa untuk sang alpha membuktikan kesetiaan kepada keluarga besar mafia Hale-Carter. Dalam misi balas dendam, tugasnya kali ini berujung dilema tak terbayangkan...