Stood His Ground

481 88 17
                                    

“Brengsek, di mana mereka?!” Gusar seorang pria alpha usai menggeledah isi lemari baju di kamar berukuran tak lebih dari tiga kali dua meter ini. Sang pria berpakaian serba hitam-hitam itu tidak bekerja sendirian, melainkan ada dua alpha lain yang lalu datang menyusul di sana dengan tampang sama emosinya. Satu yang barusan muncul dari pintu melapor, “Omega itu dan anaknya tidak ada di mana pun, kurasa mustahil mereka pergi keluar selarut ini.” Ketiganya saling bertukar tatapan geram sejenak, lantas salah seorang dari mereka mengangkat ponselnya ke telinga.

“Apa yang mau kau lakukan?!” Panik dua rekannya; takut-takut barangkali dia sudah menyerah pada tugas ini dan berencana pasrah melaporkan kegagalan. “Menghubungi Allen dan yang lainnya untuk bantu berpencar, omega itu tidak mungkin jauh,” jelas si alpha, dihadiahi reaksi temannya yang semakin was-was. “Allen? Sejak kapan kita dan divisi mereka seakrab itu untuk bisa bekerja bersama?”

“Kita harus mencobanya kecuali kau mau menambah aksesoris lubang peluru di kepala.” Datarnya. Namun, baru saja sempat mendengar nada sambungan dari jaringan telepon di seberang, rekannya yang berdiri dekat jendela menginterupsi dengan wajah panik, “Sial, ada mobil polisi berhenti di depan!” Mereka bertiga lantas maju mengintip dari celah kerai jendela; nampak sebuah mobil polisi terparkir dan dua petugas turun dari sana. “Bodoh! Sudah kubilang kalian terlalu berisik menggeledah, pasti tetangga curiga!”

“Brengsek, kau menyalahkanku?! Ck, sudah hentikan, kita lebih baik pergi sekarang. Mungkin mereka hanya patroli atau datang untuk urusan layanan masyarakat.” Ketiga alpha itu tergesa meninggalkan ruangan yang kini barangnya banyak berceceran sembarang. Tidak ada waktu untuk merapikan kembali kecuali mereka mau ambil risiko ditangkap. “Sial, Mathias pasti akan buat perhitungan pada kita untuk ini!”

Hanya berselang lima menit setelah ketiga alpha berhasil kabur, petugas kepolisian tadi benar mendatangi tempat yang ditinggal berantakan. Pistol teracung siap ketika mereka lihat pintu berstiker nomor tujuh di sana terbuka lebar, lalu mata segera disambut ruangan kacau dengan tak ada tanda kehidupan ditemukan. Dua petugas itu lekas meraih handy talky yang senantiasa dibawa, membuat sebuah laporan ringkas, “Penyusupan di rumah susun distrik XX, laporan sementara seorang anak berhasil diculik, meminta seluruh mobil patroli terdekat untuk siaga!”

***

Bekerja sebagai asisten rumah bagi seorang alpha muda yang tinggal hanya sendirian, tidak biasanya banyak tugas untuk dikerjakan. Namun, malam ini agaknya adalah pengecualian, sebab wanita paruh baya itu seharusnya sudah pulang sejak tadi-tadi, tetapi sang tuan untuk pertama kalinya meminta dia tinggal sedikit lebih lama. Bukan itu saja letak hal mengherankan bagi benak si wanita, tapi juga kenyataan bahwa tuannya kini duduk di depan matanya sambil memeluk seorang anak.

Dia yang selama ini hanya tahu tuannya masih lajang, terlebih di usia yang baru sembilan belas, tiba-tiba dapat kabar kalau anak laki-laki di pelukan sang tuan adalah putra kandungnya. “Apa Tuan Besar tahu ini, Tuan?” Dia bertanya saking tidak bisa menahan rasa penasaran. Pasalnya, bila kabar ini saja kejutan besar baginya, maka bagaimana nanti ayahanda tuannya akan bereaksi?

“Aku tidak berencana memberi tahu Ayah. Beliau menyalahkanku penuh atas dipenjaranya kakakku ... putraku tidak aman bersama mereka.” Jawab pemuda itu, Maximilian, sambil dua lengannya memeluk tubuh kecil di pangkuan semakin erat. Pucuk kepala si balita yang masih betah tertidur kembali diciuminya—dia bahkan belum melepas pelukannya dengan Kieran sedari kembali ke rumah. Max tak pernah bertemu putranya sendiri yang baru dia tahu keberadaannya dari ancaman sang kakak; dia sungguh merasa bersalah. Empat tahun belakangan terasa berat dan hanya bertambah buruk ketika dia tahu kebenarannya begitu lambat.

“Lagipula di mata beliau hanya ada kakakku. Aku dibuang.” Kali ini Max mengangkat wajahnya, menatap ke wanita yang diajaknya bicara. Oniks gelap di matanya menyimpan nyala api benci. “Aku tidak pernah punya bagian apa-apa di keluarga itu, tidak sedikit pun. Jika iya, aku pasti bisa menemukan mereka lebih dulu.” Dia menutur kalimat yang lekas mencipta atmosfer dingin. Maximilian tahu kalau wanita di depannya sekarang dikirim bekerja ke sini atas suruhan sang ayah untuk mengawasi dan memastikan dia tidak nekat berbuat macam-macam.

“Bahkan dia masih bebas mengatur organisasi meski dari dalam penjara, tapi aku hanya keluar rumah satu kali dan itu sudah peringatan darurat bagi Ayah.” Kekeh sang asad mengudara, menertawai hidupnya sendiri yang lebih seperti tawanan ketimbang kakaknya di penjara. “Mathias seharusnya belum akan bebas sampai tiga tahun lagi, tapi lihatlah, dia sudah berkeliaran. Ayah benar-benar tidak tahan rindu anak emasnya.” Max buat lawan bicaranya bungkam, tak tahu harus merespon apa selain tunduk.

“Aku tidak bodoh, aku kenal kakakku orang seperti apa. Dia memberiku waktu hanya sekadar main-main ... dari dulu begitu, dia suka melihatku kesulitan dan jadi pengecut di depan Ayah.” Telapak sang alpha mengelus surai ikal putranya, “Tapi kali ini aku tidak akan tinggal diam menerima, aku pasti akan menjaga milikku.” Matanya kembali dilempar ke arah sang wanita. “Kau bebas melaporkan semua kata-kataku barusan pada Ayah, aku tidak peduli. Katakan padanya; seperti dia yang akan mengorbankan apa pun untuk Mathias, aku akan melakukan hal yang sama demi putraku.”




“Apa sesulit itu percaya pada adikmu sendiri? Kau memberinya waktu tiga hari untuk menuntaskan ini, tapi lihatlah, anak buahmu sudah kau perintah bergerak diam-diam.”

“Dia itu bodoh, pikirnya aku cuma berniat balas dendam pada omega sialan itu, tentu tidak, akan kuambil semua yang berharga miliknya. Dia akan melakukan apa pun demi diterima Ayah, bukankah kesempatan bagus untuk sedikit bermain-main?”


Bersambung

buku enih tuh pancingan buat lepas dari writer's block, itulah kenapa partnya pendek-pendek dan kureng make sense, ak taw kelen masi clueless sampe sini wkwk ...

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
For Better or For Worse | ft. Nahyuck (✓)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang