Bab 9: Gak mau LDR

128 7 0
                                    

Hari ini adalah hari senin dimana Vano harus bangun pagi untuk mengikuti upacara bendera.

"Al, bekalnya udah aku masukin tasmu ya." Ucap Danu menatap Vano yang sedang kelimpungan mencari sepatunya.

"Iya mas." Vano mengangkat sofa singgel dan mencari sepatunya yang entah kemana dia simpan.

Dari jauh Danu menggeleng pelan dan naik kekamar mereka. Mengambil sepatu Vano yang kemarin dia cucikan.

"Nih... Makanya abis dipake itu di cecerin." Vano tersenyum lebar memperlihatkan gigi putihnya.

"Hehe. ya udah, aku sekolah dulu ya." Vano menjabat tangan Danu dan mencium kedua pipi sang submissive sayang.

"Iya hati-hati." Danu memandang kepergian Vano dengan perasaan berbunga.

Pria tersebut melambaikan tangan dan melajukan motor. Danu membalas lambaian tersebut tapi entah kenapa perasaannya tiba-tiba menjadi tak enak. Mengenyahkan perasaan negatifnya Danu berdoa dalam hati semoga Vano baik-baik saja begitu juga hubungan mereka.

•••

Dalam perjalanan, Vano bersenandung riah. Jujur dia tak mau meninggalkan Danu dirumahnya sendirian. Lebih tepatnya, dia tak ingin pergi dan tinggal bersama Danu sepanjang hari. Setiap saat mereka saling membagi kasih sayang dengan pelukan juga ciuman manis.

"Danuja..." Gumamnya dan tersenyum lebar.

"Sialan!" Batinnya dengan perasaan berbunga-bunga. Vano saat ini benar-benar sedang dimabuk cinta.

Tenggelam dalam pesona Danu bener-benar membuatnya gila. Beberapa menit berlalu akhirnya Vano sampai di sekolahnya. Saat ingin turun dari motornya ponsel Vano bergetar menampilkan sebuah kontak yang bertuliskan 'Mama'.

"Halo sayang, kamu lagi dimana?" Tanya seorang dibalik sana dengan nada yang lembut.

"Lagi disekolah ini mah. Inikan hari senin jadi Al sekolah."

"Abis dari sekolah boleh gak Al pulang dulu?" Ada yang mau mama bicarain sama Al." Vano terdiam mendengar perkataan sang mama.

"Bentar aja ya sayang... Vano sayangkan sama mama? Pulang ya mama kangen." Lanjut sang mama diseberang sana dengan lembut.

"Iya, nanti Al sempatin."

"Terimakasih sayang. Nanti mama masakin masakan kesukaan kamu oke?" Seru sang mama antusias membuat Vano tersenyum kecil.

"Hmm." Kemudian panggilan tersebut terputus membuat senyum Vano menghilang. Pemuda tersebut menghela nafas dan turun dari motornya. Melangkahkan kakinya di koridor sekolah dimana langkahnya diiringi dengan suara pekikan para gadis-gadis yang melihatnya.

Alasan Vano tinggal di apartemen bukan karna dirinya ingin mandiri hanya saja hubungannya dengan sang ayah kurang baik. Ayahnya seorang perfeksionis juga cukup egois sedangkan dia adalah anak yang bebas dan tak suka ditekan aturan.

Vano sering sekali dimarahin saat nilainya tak sempurna membuatnya selalu cukup kesal. Menurutnya nilai itu tak terlalu penting yang penting itu skill. Ayahnya juga sering sekali menuntutnya menjadi sempurna seperti kemauannya membuat Vano semakin kesal pada sang ayah. Hingga akhirnya Vano memberontak saat berusia 14 tahun. Dia kabur dari rumah dan minum-minum bersama kakak kelas alumni di SMPnya.

Mulai dari sana hubungan antara ayah dan anak itu retak. Ayahnya marah hingga memukul sang anak tanpa ampun bahkan sang ibunya juga tak luput dari amarah sang ayah. Ya walaupun begitu, Ayahnya adalah sosok yang bertanggung jawab buktinya dia masih mengiriminya uang sampai detik ini. Jujur Vano tak mengerti dengan jalan pikir ayahnya.

Be Your Bottom [MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang