Musim semi tahun ini dilalui oleh banyak hari hujan. Bahkan pagi ini langit belum selesai menangis sejak badai semalam. Sisa-sisa gerimis masih terdengar di atap dan dedaunan. Menjadikan warna dunia pagi ini begitu teduh. Nuansanya sendu. Sangat cocok untuk bergelung dalam selimut dan menangisi hidup. Untungnya, ini masih akhir pekan. Orang-orang cenderung memiliki sedikit kegiatan. Kecuali mereka yang sudah berencana untuk pergi jalan-jalan di akhir pekan, cuaca seperti ini adalah kutukan.
Taehyung keluar dari kamar lebih pagi dari biasanya. Berniat menyeduh kopi untuk menemaninya memandangi gerimis dari jendela. Ketika ia memasuki dapur dan disambut aroma masakan, Taehyung lantas berubah pikiran. Ia tiba-tiba nampak mencari-cari sesuatu karena dapur yang sepi. Makanan sudah siap di meja makan dan itu mengganggunya. Seingatnya Jennie masih kesulitan membuka tutup stoples selai semalam lantaran tangannya terluka. Namun, hari ini gadis itu sudah memasak pagi-pagi buta. Sepertinya ia lupa tentang saran dokter untuk beristirahat. Gadis itu memang rajin, tapi keras kepala.
Taehyung nyaris sampai ke ruang tamu ketika presensi Jennie tiba-tiba muncul, hampir menabraknya kalau saja refleksnya buruk. Di tangannya, Taehyung melihat gadis itu sedang menyeret penyedot debu. Seolah tahu bahwa dirinya dalam masalah, Jennie sempat terkejut hingga membelalakkan mata dan membuka mulutnya. Kalau saja mampu berteleportasi, ia pasti memilih untuk segera menghilang dari hadapan Taehyung.
“Apa kau tak punya telinga? Dokter bilang istirahat, tapi kau malah memasak dan berberes? Rumah ini sudah kau bersihkan tiap hari. Debu-debu tidak akan menumpuk hanya jika kau libur satu hari,” kata Taehyung sarat akan kemarahan yang besar.
Jennie hanya menunduk. Kali ini dia benar-benar dalam masalah.
“Maafkan aku.”
Taehyung menghela napas. “Sudah sarapan?” tanyanya kemudian.
Takut-takut Jennie melirik pria di hadapannya kemudian menggeleng.
“Kalau begitu cepat pergi ke dapur dan sarapan lalu minum obat.”
“Itu ...”
“Kau berani membantahku?” Suara Taehyung meninggi.
Jennie segera menggeleng. Ia menutup mulut sepenuhnya dan mencoba patuh. Bahkan ia urung mengembalikan penyedot debu ke tempat asalnya karena Taehyung langsung melotot dan menyuruhnya bergegas sehingga ia lari dengan terbirit-birit menuju dapur.
Taehyung menyusul setelahnya dengan pandangan mengawasi sehingga Jennie makan sambil menunduk. Saking gugupnya, gadis itu akhirnya tersedak. Tatapan Taehyung sebelum-sebelum ini tak setajam itu. Nampaknya, ia akan mulai mengawasi tindak-tanduk Jennie setelah ia berani melindungi Jungkook dan kenakalannya. Namun, pria itu akhirnya melunak setelah melihat Jennie kepayahan mengatur napas. Ia mencoba menolong Jennie dengan memberinya air minum. Kemudian berakhir duduk bersamanya untuk mengeluarkan keresahannya.
“Aku tidak ingin memperlakukanmu seperti pembantu di sini, Jennie-ssi. Jangan terlalu rajin,” katanya sebagai pembuka.
Jennie lagi-lagi merasa bersalah. Ia menimpali dengan canggung.
“Maafkan aku. Aku akan mulai sedikit bermalas-malasan mulai sekarang.”
“Istirahatlah beberapa hari. Tak perlu memasak. Bibi Jungkook biasanya membawakan kami makanan. Dia pasti kesal karena tidak pernah memasak untuk Jungkook lagi.”
Jennie membuka mulutnya tanpa suara. Mulai sadar bahwa mungkin Nayeon memusuhinya selama ini karena merasa tugas-tugasnya telah Jennie rebut. Masuk akal juga.
“Kalau begitu aku akan mendiskusikan tentang jadwal memasak dengan Bibi Nayeon.”
Taehyung mengangguk. Begitu lebih baik karena ia tahu Jennie akan sulit untuk dilarang. Hingga kemudian ia memperhatikan kembali Jennie yang sedang makan dalam diam, bayangan kedekatan gadis ini dengan putranya kembali berkelebat dalam benak. Ada banyak pertanyaan dalam kepala Taehyung sejak semalam. Satu yang mendesak adalah sudah sejauh mana hubungan keduanya.